RADARSEMARANG.COM – Rencana memasukkan e-sport sebagai salah satu ekstrakurikuler sekolah masih menimbulkan pro dan kontra. Ada pihak yang menilai bermain games akan mengganggu pelajaran. Tapi di sisi lain, e-sport sudah diakui dan dipertandingkan dalam event olahraga resmi internasional.
Bermain games bukan sekadar menghibur diri. Lebih luas, kini sudah diresmikan menjadi cabang olahraga. SMP Maria Mediatrix Semarang merupakan salah satu sekolah yang sudah membuka ekstrakurikuler e-sport.
Damar Yogananta sebagai guru pengampu e-sport menuturkan, selama penerapan inovasi ini berjalan lancar. Ternyata, banyak siswa yang minat untuk bergabung. “Jumlahnya setara atau sebanding dengan ekstrakurikuler lain seperti basket, futsal, gamelan. Jadi cukup diminati,” katanya pada RADARSEMARANG.COM.
Ia menyebut, pemberlakuan e-sport yang tergolong baru ini memang memiliki sejumlah tantangan. Seperti memengaruhi nilai siswa. Diakuinya, saat awal dibuka ekstrakurikuler e-sport ini, beberapa siswa sempat mengalami penurunan nilai. Tentu hal ini menjadi evaluasi. Lantas pihaknya kemudian meminta siswa yang bersangkutan untuk berhenti mengikuti e-sport hingga nilainya pulih.
“Dibilang games itu men-distract pelajaran betul. Games ya ada sisi negatif buat siswa. Tapi dengan diwadahi dengan ekstrakurikuler ini, guru bisa tahu kompetensi siswa. Mayoritas memang lebih jago di games dibanding pelajaran,” akunya.
E-sport dengan fokus games Mobile Legends ini tetap berjalan hingga kini. Terlebih dengan model pembelajaran Kurikulum Merdeka saat ini, hadirnya e-sport justru menjadi media guru untuk melihat kompetensi siswa. “Dengan skill games itu justru kami sudah menemukan bakat mereka untuk menumbuhkan rasa percaya diri, ternyata games ada manfaatnya bahkan bisa berkompetisi,” jelasnya.
Diakuinya, seringkala izin dari wali murid masih jadi kendala. Wali murid terbelah. Ada yang setuju tapi adapula yang menolak. Orangtua yang setuju karena sudah menyadari akan perkembangan zaman yang mesti menggunakan teknologi. Sementara bagi yang menolak, mereka khawatir anaknya hanya fokus pada permainan dan menomorduakan pelajaran. “Paradigma pembelajaran saat ini sudah berbeda. Masih ada persoalan itu yang menjadi PR kami,” imbuhnya.
Salah satu siswa yang ikut e-sport Mobile Legends, Yohanes Imanuel Nathan Naraya mengaku sangat menikmati e-sport karena memang hobi. Dengan bergabung ekstrakurikuler ini, diakuinya lebih meningkatkan kemampuan bermain games. Siswa kelas 8 ini mengaku tidak terganggu pelajaran. Ia bisa membagi waktu antara belajar dan main games. “Maksimal 2 jam sepulang sekolah, untuk mengasah kemampuan,” ujar siswa 12 tahun ini.
Selama ini, kata Nathan, yang perlu diperhatikan dalam setiap kompetisi yakni chemistry dalam tim. Pasalnya, dengan kekompakan yang kuat, bisa bermain dengan enjoy dan meraih juara. Selama mengikuti ekstrakurikuler ini, Nathan sangat didukung orang tua. Dengan catatan, ia harus bisa membedakan mana belajar dan main games.
Kepala SMA N 14 Semarang Nur Taufiq Soleh berharap ada kajian lebih lanjut soal rencana memasukkan e-sport sebagai ekstrakurikuler di sekolah. Menurutnya, sejak pandemi, anak tidak bisa lepas dari gadget. Apabila Dinas Pendidikan memang mengizinkan adanya e-sport menjadi kegiatan esktrakurikuler, pihaknya akan mendukung. Namun perlu kajian lebih lanjut, sosialisasi, dan pengawasan.
“Perlu adanya kajian, ini pasnya dimana, penerepannya seperti apa. Jadi tergantung dari kita juga menyiasati, khususnya antara sekolah, guru, dan siswa,” jelasnya kepada RADARSEMARANG.COM di kantornya.
Ia menambahkan perlu adanya sosialisasi kepada siswa dan guru serta memberikan pemahaman pada orang tua murid agar tidak memandang game online ini sebagai hal yang buruk. Sekaligus memberikan pengawasan yang ekstra agar tidak mengganggu proses belajar mengajar. Pihaknya juga akan memberikan fasilitas sarana prasarana yang mendukung. “Kami akan mengikuti kebijakan yang berlaku dari pusat. Kalau memang benar akan diterapkan tinggal action-nya memberikan pemahaman pada orang tua,” tambahnya.
Butuh Fasilitas Khusus e-Sport dari Pemkot
Perkembangan olahraga digital atau e-sport di Semarang saat ini semakin besar. Peminatnya pun dari berbagai umur. Mulai dari anak-anak, remaja, bahkan dewasa. Besarnya minat terhadap e-sport ini membuat Pemkot Semarang memfasilitasi atlet di Kota Semarang.
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Semarang Fravarta Sadman menjelaskan, Pemkot Semarang memberikan dukungan penuh terhadap event yang bisa mendatangkan banyak orang termasuk e-sport. Selama tiga tahun ini Pemkot Semarang memfasilitasi atlet e-sport untuk mengasah skill bermain game dengan lomba yang bertajuk Piala Wali Kota.
“Arahan Pak Wali, adalah menggelar kegiatan yang mengundang banyak orang. Karena adanya event olahraga, akan ada efek domino untuk perekonomian Kota Semarang,” katanya.
Disinggung terkait fasilitas khusus, Fravarta menjelaskan, belum ada fasilitas khusus yang dibuat Pemkot untuk atlet e-sport. “Belum ada kalau fasilitas khusus, tapi kita dukung penuh. Karena olahraga ini bisa dilakukan dimanapun,” paparnya.
Wakil Ketua DPRD Kota Semarang Wahyoe ‘Liluk’ Winarto mendorong agar Pemkot Semarang memberikan fasilitas untuk pengembangan e-sport. General Manager PSIS Semarang ini menjelaskan jika e-sport sama persis dengan olahraga fisik lain seperti sepak bola. “Sama kok, ada kompetisi dan liganya. Bahkan di PSIS ini kita punya atlet khusus e-sport,” jelasnya
Liluk juga mendukung pengembangan e-sport masuk ke kampus atau sekolah selama kegiatan yang dilakukan positif. Menurut e-sport akan terus berkembang dan sangat menjanjikan.
Di sisi lain, Wakil Rektor 4 Bidang Perencanaan dan Kerjasama Universitas Negeri Semarang (Unnes) Hendi Pratama menerangkan jika e-sport memiliki jangkauan yang luas, dan bisa diakses semua kalangan. Sayangnya untuk mengencangkan e-sport ini butuh usaha yang cukup besar dan bisa dibilang berat.
“Kita tahu kalau dulu anak main game saja pasti dimarahi, namun saat ini banyak orang tua yang memfasilitasi. Apalagi hadiahnya dan jenjangnya cukup besar serta menjanjikan. Sayangnya modalnya cukup mahal,” tambahnya.
E-Sport Jadi Ekstrakurikuler, Ubah Stigma Negatif
Ketua Harian Indonesia Esport Asociation (IESPA) Jawa Tengah Zinedine Alam Ganjar mengatakan sangat mendukung adanya e-sport yang dijadikan sebagai ekstrakurikuler di sekolah. “Kalau bisa di-manage dengan baik saya rasa itu tetap menjadi ekstrakurikuler yang sifatnya sportif untuk minat dan bakat dari teman-teman,” ungkapnya.
Menurutnya ketika ada orang-orang yang masih mempunyai stigma negatif tentang e-sport inilah yang perlu dilakukan sosialisasi dan pemahaman. Perlu adanya kolaborasi antar-stakeholder untuk memberikan sosialisasi bahwa e-sport ini sudah dijadikan pertandingan di tingkat internasional. Kendati demikian Alam mengaku yang menjadi fokus utama dari siswa tetaplah sekolah dan mengikuti pembelajaran dengan baik. “Tanggung jawab mereka tetap di akademik,” kata putra Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ini.
E-sport ini mengajarkan kedisiplinan, dan kekompakan untuk selalu bekerjasama. Menurutnya penerapan disiplin di e-sport ini bisa diamalkan di kehidupan yang lain. Baginya e-sport ini sama rata dengan esktrakurikuler yang lain, seperti basket, futsal, sepak bola, voli, dan lainnya. Pihaknya akan terus mewadahi komunitas-komunitas e-sport yang berada di Jawa Tengah untuk terus maju mengembangkan prestasi. Harapannya e-sport lebih berkembang dan stigma masyarakat terhadap olahraga elektronik ini jauh lebih baik.
“Misal e-sport ini jadi ekstrakurikuler, stigmanya juga sudah diperbaiki, maka akan menjadi suatu progres yang baik untuk kemajuan industri digital Indonesia. Yakni bisa mendorong developer lokal untuk menciptakan gam-game baru,” jelasnya. (ifa/kap/den/ton)