31.8 C
Semarang
Sunday, 22 June 2025

Yolanda Selalu Kedepankan Komunikasi, Dhayita Pernah Jadi Kapolsek Termuda, Yayuk Raih Pin Emas

Polwan-Polwan Jadi Pemimpin di Kesatuan

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Tanggal 1 September ini diperingati sebagai Hari Polisi Wanita (Polwan) ke-74. Saat ini, sudah banyak polwan yang memimpin kesatuan dengan anggota tak hanya kaum hawa. Tapi, juga kaum laki-laki. Bahkan, tak sedikit yang anak buahnya berusia lebih tua.

AKBP Yolanda Evalyn Sebayang tak pernah bermimpi bisa menduduki jabatan kapolres. Bahkan, sebelumnya, perempuan yang menjadi Kapolres Magelang Kota ini tidak pernah bercita-cita menjadi anggota polri.

Ia mengaku menjadi anggota korp Bhayangkara bermula saat mengikuti training center (TC) kejuaraan karate di Medan. Waktu itu, kata dia, pelatihnya yang anggota Brimob mendaftarkan dirinya menjadi anggota polwan.

“Waktu itu, di sebelah tempat TC ada pendaftaran anggota polwan. Saya kemudian didaftarkan. Itupun tanpa sepengetahuan orang tua. Jadi, dulu tidak pernah ada kepikiran bisa seperti saat ini menjadi anggota polisi, apalagi menjadi kapolres,” ceritanya kepada RADARSEMARANG.COM.

Setelah lolos seleksi polwan, atlet karate ini menjalani pendidikan hingga berhasil lulus dengan hasil memuaskan. Selanjutnya, ia ditugaskan kali pertama menjadi anggota polwan di Brimob Kelapa Dua Jakarta. Praktis, ia tinggal jauh dari orang tua. “Bersyukurnya keluarga memberikan support dan dukungan penuh kepada saya,” katanya.

Yolanda mengaku pernah menjadi anggota Gegana Polri, lalu di bagian SDM, menjadi Kapolsek Medan Timur, Wakapolres Balikpapan, Kasubdit IV Renakta, Sespim, Kabagada Polda Jateng, hingga saat ini menjadi Kapolres Magelang Kota.

Berbagai prestasi pun pernah diraihnya. Seperti mendapatkan penghargaan karena menciptakan aplikasi pelayanan dan pengawasan pengadaan daring. Kala itu, ia menerima penghargaan bersama enam polwan lainnya dari Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Luthfi.

Perempuan kelahiran 22 Agustus 1977 ini mengaku, memimpin anggota kepolisian itu perlu adanya penyesuaian dan pendekatan yang berbeda. Pastinya itu memakan banyak waktu. Oleh karena itu, ia perlu manajemen waktu yang tepat. Terutama dalam membagi waktu antara keluarga, pekerjaan, dan menjalankan hobi.

“Karena anak-anak saat ini sudah besar, saya sudah agak santai. Saat ini, saya bisa fokus menjalankan tugas menjadi kapolres, namun tetap punya waktu untuk keluarga,” ujarnya.

Istri Brigjen Pol Raden Yoseph Wihastono Yoga Pranoto ini merupakan perempuan pertama yang menjadi Kapolres Magelang Kota. Prestasi itu bukan datang karena sang suami seorang jenderal, melainkan karena ketekunan dan kegigihan diri dalam berkarir yang ditempuhnya sejak masuk Bintara Brimob Polri pada 1997 silam.

Menurutnya, tidak ada alasan bagi perempuan untuk tidak berprestasi. Jika dirinya diberi kepercayaan, maka ia akan menjalankan dengan total.

Yolanda menilai, tantangan seorang pemimpin perempuan lebih besar. Saat terjadi kesalahan, yang disalahkan itu adalah gender bukan kinerja.

“Rata-rata cewek ngeluh kalau dikasih kerjaan dan tanggung jawab. Alasannya, sibuk mengurus anak dan keluarga. Padahal itu bukan alasan. Kita harus menanggung beban pekerjaan yang sama dengan yang lain. Kita harus yakin dengan kemampuan diri sendiri, dan bekerja dalam tim,” ujarnya.

Dalam memimpin, Yolanda selalu mengedepankan komunikasi. Kalau dengan anggota yang lebih muda, tentu cara memimpinnya berbeda dengan anggota yang lebih tua atau senior. “Perlu adanya penyesuaian,” jelas ibu tiga anak ini.

Yolanda mengaku, prinsip yang digunakan dalam memimpin di Polres Magelang Kota dengan lebih mendekatkan diri dengan masyarakat. Dengan cara ikut turun dan berinteraksi secara langsung bersama masyarakat. “Saya selalu mengedepankan komunikasi dua arah,” katanya.

Sedangkan dalam menjaga kondisi fisik tetap fit, dirinya selalu menyempatkan waktu untuk berolahraga. Seperti jogging, jalan santai, atau berenang. Ini sudah rutin ia lakukan sebelum menjabat sebagai kapolres.

“Kita harus benar-benar bisa membagi waktu. Apalagi menjadi istri dan ibu, kita juga harus bisa membagi waktu antara bekerja dengan keluarga. Enjoy your time aja, harus ada yang dimaksimalkan. Meskipun harus bekerja, tapi kalau anak-anak membutuhkan, kita juga harus siap,” jelas perempuan yang hobi menjadi barista ini.

Sehari-hari, AKP Dhayita Dhaneswari menjabat Kasatlantas Polres Batang. Ia menjabat sejak 2021, menggantikan AKP Adis Dani Garta. Sebagai polwan, ia tetap percaya diri mengemban jabatan kasatlantas. Melalui jabatan itu, wanita yang pernah menjadi kapolsek termuda ini ingin menunjukkan bahwa kaum hawa pun mampu menjalankan jabatan di bidang operasional. Seperti diketahui, AKP Dhayita pernah menjabat Kapolsek Candisari, Semarang. Wanita kelahiran 24 Desember 1991 itu menjabat kapolsek pada usia 23 tahun pada 2015 silam.

“Saya ingin menunjukkan polwan mampu dan bisa untuk menjabat di bidang operasional. Itu yang jadi motivasi saya,” ujar AKP Dhayita kepada RADARSEMARANG.COM.

Menurutnya, menjabat sebagai kasatlantas merupakan suatu amanah dan tanggung jawab yang harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Karena sudah dipercaya oleh pimpinan untuk menjalankan tugas sebagai kasatlantas, pengabdian itu harus dilakukan semaksimal mungkin.

“Berarti kita harus sudah siap untuk mengabdi kepada negara. Memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, serta melakukan penegakan hukum sesuai dengan aturan yang berlaku,” katanya.

Dalam manajemen kerja lapangan, kata dia, pihaknya mengutamakan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian anggota. Sehingga dalam menjalankan tugas di lapangan dapat terlaksana dengan baik, serta tujuan keberhasilan dalam kegiatan dapat tercapai.

Sebagai Kasatlantas Polres Batang, ia punya program unggulan berupa Lantas Coaching Clinic. Yaitu, memberikan edukasi dan praktik dalam uji SIM secara gratis kepada masyarakat di Kabupaten Batang. Sehingga masyarakat yang ingin membuat SIM dapat memahami dan mengerti terlebih dahulu terkait teknik di lapangan dalam uji praktik membuat SIM.

Terkait penyesuaian diri sebagai polwan yang menjabat kasatlantas, ia tidak memandang soal jenis kelamin pria atau wanita. Tapi berasal dari diri masing-masing. Dalam hal ini, tidak ada cara atau teknik tertentu untuk menyesuaikan diri dalam bekerja. Pembelajaran saat pendidikan, menurutnya, sangat bermanfaat dalam menjalankan tugas. Begitu juga dengan arahan dari pimpinan. Sehingga mudah untuk menyesuaikan diri dalam bekerja.

“Menurut saya, bukan masalah wanita atau pria terkait menyesuaikan diri, tapi semua berasal dari diri masing- masing orang dalam menyesuaikan dalam bekerja,” tandasnya.

Komunikasi, Koordinasi, dan Soliditas 

Meraih keberhasilan dalam menyelesaikan tugas tidak hanya bermodalkan kecerdasan dan semangat kuat. Saling koordinasi dan solid juga menjadi kunci utama meraih keberhasilan dalam menghadapi permasalahan dan tantangan besar.  Hal ini yang dijadikan prinsip Kompol dr Yayuk Sulistyaningsih, polwan anggota Biddokkes Polda Jateng. Polwan yang meraih gelar dokter ini pernah  mendapatkan penghargaan Pin Emas dari Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.

“Kami sangat berterima kasih sekali atas penghargaan ini. Sebenarnya kita tidak berharap namanya reward atau imbalan-imbalan atau penghargaan. Kita tidak berpikir kesitu, yang penting kita bekerja,” ungkapnya kepada RADARSEMARANG.COM, Rabu (31/8).

Penghargaan ini diberikan atas keberhasilannya sebagai koordinator lapangan vaksinator dan pengendali massa terbanyak dalam rangka pandemi Covid-19 di Jawa Tengah. Menurut perempuan yang akrab disapa Yayuk ini, kegiatan tersebut dilaksanakan ketika pelaksanaan vaksin di wilayah Kota Semarang, dengan massa terbanyak mencapai tujuh ribu orang.

“Kegiatan awal sampai akhir berjalan baik. Massa tidak emosional, cukup sabar melaksanakan antre dengan baik. Kita edukasi, berikan pengarahan dan pemahaman. Ya prinsipnya, kita mengendalikan massa itu kan yang penting komunikasi,” ujarnya.

Selama dua tahun pandemi Covid-19, setiap hari ia harus pontang-panting ke lapangan dalam penanganan kasus ini. Mulai internal di kepolisian hingga masyarakat umum.

“Ketika puncak-puncaknya covid, dari pagi bisa dikatakan 24 jam, yang namanya telepon terus berbunyi. Ya kita datangi, jemput bola, meriksa, mengobati, mencarikan rumah sakit. Ya harus kita kerjakan, sudah menjadi bagian tugas dan misi kita baik, menolong dan membantu orang. Kita melangkah. Kita kerjakan. Pasti Tuhan melindungi,” katanya.

Hal itu tak membuatnya panik dan gentar untuk terus berkecimpung dalam penanganan penyakit mematikan ini. Yayuk bersama tim saling terus berkoordinasi, mulai isolasi, mencari obat, penyemprotan hingga rujukan ke rumah sakit.

Alhamdulilah berjalan dengan baik dan berhasil. Ya, intinya koordinasi semua yang terkait ini berjalan dengan baik ya pasti bisa. Kuncinya dikoordinasi dan soliditas. Jadi, ketika puncak covid itu ya jarang di rumah, banyak panggilan tugas,” akunya.

Diakuinya, ia sempat terpapar Covid-19 meski masih sebatas OTG. Tidak hanya dirinya, hampir 50 persen SDM di timnya juga terpapar. Namun hal ini tidak menyurutkan niatnya untuk terus memberdayakan anggota tim yang ada untuk penanganan covid.

“Kita berdayakan, gotong royong, dipikul bersama. Tiga gelombang covid itu yang menyedot tenaga dan pikiran. Saya kena dua kali. OTG dua hari di rumah. Habis itu ya kerja lagi. Kena itu ketika penanganan swab di SPN Purwokerto,” jelasnya.

Menurut polwan kelahiran Surakarta, 4 Juni 1972 ini, tugas tersebut sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai anggota Polri. Bahkan, sudah menjadi cita-cita saat masih menempuh kuliah di Fakultas Kedokteran UNS Solo, dan lolos seleksi masuk menjadi anggota ABRI.

“Orang berpikir, polisi itu harus serbabisa. Sehingga saya kayak tertantang. Harus banyak menimba ilmu, mempunyai skill yang masyarakat butuhkan,”katanya.

Yayuk membeberkan, dirinya menjadi polwan bermula saat kuliah kedokteran di UNS. Ia lolos seleksi ABRI dan mendapatkan beasiswa. Setelah itu, ia melanjutkan kuliah profesi dokter.

“Setelah lulus profesi dokter, saya mengikuti pendidikan dasar kemiliteran. Dulu namanya masih ABRI, belum Polri. Jadi, masih angkatan darat, angkatan laut, angkatan  udara, dan polisi. Ada empat angkatan. Jadi, kita pendidikan di Akmil dan di Pusdikowad Lembang Bandung. Setelah itu penjurusan, saya memilih Polri,” bebernya.

Setelah itu, Yayuk masuk Akpol selama empat bulan menjalani pendidikan kemantapan. Lulus 1999, ia ditempatkan di Akpol selama enam tahun, lalu bergabung di Biddokkes Polda Jateng sampai sekarang. Ia mengakui, awalnya sempat kaget  menjalani pendidikan kedokteran hingga menjadi anggota Polri.

“Karena menjadi anggota Polri harus terdidik secara mental maupun fisik. Karena untuk menghadapi tugas-tugas di Polri kan seperti itu. Ya, kita menyadari, karena itu penting dan dibutuhkan untuk menjadikan kita sebagai seorang anggota Polri,” ujarnya.  (rfk/yan/mha/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya