RADARSEMARANG.COM – Setiap kantor maupun perusahaan mewajibkan pegawainya untuk melakukan absensi. Ada yang menggunakan fingerprint, retina mata, barcode atau yang terbaru menggunakan sistem barcode di lingkungan kantor.
Namun ada saja pegawai yang ‘mengakali’ absensi ini agar tidak terkena hukuman. Yang paling gampang diakali adalah metode fingerprint, yang bisa digantikan dengan stempel karet yang bentuknya mirip dengan sidik jari.
Absensi kerap membuat para pegawai tidak bisa bebas. Biasanya absensi dilakukan dua kali. Saat masuk kantor dan pulang kantor. Ada juga saat jam istirahat. Hal ini yang membuat para pegawai terkadang dibatasi ruang geraknya. Apalagi yang biasa bertugas di luar kantor. Mau tidak mau, sebelum pulang harus ngantor dulu untuk absen.
RADARSEMARANG.COM mencoba menelusuri perbuatan curang para pegawai dalam mengakali kewajiban absen ini. Salah satunya dengan membuat stempel fingerprint. Jasa pembuatan stempel yang sesuai sidik jari ini kabarnya di Jalan Gajahmada, Semarang. Pelanggannya mulai dari karyawan swasta, pegawai bank, dan bahkan aparatur sipil negara (ASN).
“Saya dulu pernah ngantar teman bikin absen fingerprint ini di Gajahmada. Pelanggannya banyak, mulai dari karyawan swasta maupun ASN,” kata sumber koran ini yang keberatan ditulis namanya.
Sumber itu tidak menyebutkan secara pasti keberhasilan menggunakan absen finger karet tiruan tersebut. Yang jelas, ia sempat mengantar salah satu koleganya untuk memesan absen finger itu.
“Kalau berhasil atau tidaknya nggak ngerti, absen finger tiruan itu lalu dititipkan ke teman ketika telat berangkat atau ada keperluan,” jelasnya.
Wartawan koran ini mencoba ke beberapa jasa pembuatan stempel seperti yang dikatakan sumber tadi. Setelah menemukan tempat pembuatan stempel, RADARSEMARANG.COM mencoba memesan fingerprint tiruan karena wajib ngantor pagi dan bertugas sebagai pekerja lapangan. “Nggak bisa, Mas, saya nggak jamin bisa berhasil,” tutur pria pembuat jasa stempel ini dengan halus.
Pria muda itu juga enggan mencoba membuat finger tiruan, seperti apa yang wartawan RADARSEMARANG.COM minta. Alasannya, takut gagal. Padahal RADARSEMARANG.COM mencoba memberikan bayaran sebesar Rp 150 ribu untuk membuat absen finger tiruan ini. “Nggak berani Mas, nggak mau risiko gagal. Walaupun jadi, belum tentu bisa dipakai,” katanya.
Menelisik pembuatan jasa fingerprint ini memang tidak mudah. Beberapa kali koran ini mencoba mendatangi jasa pembuatan stempel lainnya di Jalan Indraprasta. Jawabannya pun sama. Mereka tak mau mengambil resiko jika absen finger palsu buatannya gagal.
“Memang hanya orang tertentu yang dilayani, Mas. Biasanya atas rekomendasi orang yang sudah pernah pesan duluan,” kata sumber koran ini.
Menurut informasi yang dihimpun RADARSEMARANG.COM, absen fingerprint di lingkungan Pemkot Semarang saat ini mulai dihilangkan. Gantinya menggunakan sistem barcode sejak adanya pandemi yang bertujuan menghindari penularan virus Covid-19.
Sementara itu, Pemkot Magelang menggunakan aplikasi Lakone (Layanan Kepegawaian Online) untuk presensi aparatur sipil negeri (ASN) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Aplikasi kepegawaian ini diklaim mampu menekan kecurangan pegawai dalam memalsukan tanda kehadiran dan kepulangan sesuai ketentuan jam kerja pegawai.
Kabid Data dan Mutasi Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Magelang Sutino menjelaskan, tiap PNS hanya bisa memiliki satu aplikasi berdasarkan nomor identitas pegawai (NIP) dan nomor handphone (HP). Pegawai wajib mengisi presensi online setiap pagi dan sore di kantor, dengan cara berswafoto atau selfie. Presensi online akan sukses jika pegawai melakukan swafoto di titik koordinat yang telah ditentukan. “Jika di luar titik koordinat, tidak bisa atau dianggap tidak masuk,” ujar Tino—sapaannya, Minggu (12/6).
Agar tidak dianggap mangkir kerja, para ASN yang berhalangan mengisi presensi di area kantor karena tugas kedinasan, wajib mengantongi bukti surat perintah. Begitu juga dengan pegawai yang berhalangan hadir karena sakit atau izin cuti. Surat perintah itu oleh admin OPD akan diperbaharui melalui Simpreso (Sistem Informasi Presensi Online).
Sehingga pada aplikasi Lakone akan tampil menjadi perjalanan dinas atau keterangan lainnya. “Maka presensi pegawai ini benar-benar sesuai dengan kondisi masing-masing pegawai,” tandasnya.
Mungkinkah ada peluang kecurangan ? Tino optimistis nihil tindak pelanggaran. Menurut Tino, integritas admin OPD teruji. Tidak akan membantu pegawai berbuat curang. Begitu juga yang dilakukan oleh bagian umum dan kepegawaian di tiap dinas. “Saya kira nggak berani. Apalagi presensi ini berhubungan dengan tambahan penghasilan pegawai (TPP) dan pada Simpreso harus dan selalu ada bukti,” jelasnya.
Salah satu pengguna aplikasi ini adalah Kabag Prokompim Kota Magelang Triyamto Sutrisno. Ia menyebut jika aplikasi Lakone ini tidak bisa dipakai untuk bergantian. Untuk masuk ke menu presensi, pengguna harus melakukan scan sidik jari. Setelah itu berswafoto. Jika swafoto sesuai di titik koordinat, maka akan tampil laporan bahwa presensi online telah berhasil. Sedangkan kendala pemakaian aplikasi hanya saat terjadi gangguan jaringan internet atau smartphone sedang bermasalah.
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jawa Tengah rutin melakukan evaluasi bulanan dari presensi virtual ASN di Jateng. Sejak presensi menggunakan GPS (Global Positioning System) di smartphone masing-masing, pemalsuan atau manipulasi presensi belum ditemukan.
Perubahan presensi itu telah berlaku sejak awal pandemi Covid-19. Hal ini bersamaan dengan diberlakukannya work from home (WFH). Sehingga presensi dengan fingerprint sulit diterapkan di berbagai instansi.
Kepala BKP Jateng Wisnu Zaroh mengatakan, saat presensi masih memakai fingerprint, ia mendapati sejumlah ASN yang memanipulasi presensinya dengan menitipkan ke rekan kerja atau orang lain. “Dulu kami temukan ada beberapa guru dan pegawai rumah sakit,” ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Sanksi yang diberikan beragam mulai ringan hingga berat tergantung kesalahan pelanggar. Bahkan beberapa diturunkan pangkatnya. Biasanya sebagian pegawai nakal ini menitipkan absen sidik jarinya ke tukang kebun.
Namun perubahan penggunaan absensi saat ini cukup mengantisipasi terjadinya kecurangan. Di awal pemberlakuan, beberapa pegawai menolak dengan banyak alasan. Setelah dipahamkan, semua ASN menerima kebijakan itu.
Dengan sistem absen virtual saat ini, ASN harus menyetor wajah di radius tertentu dalam kantor atau tempat kerjanya. Minimal memasuki halaman. Bila kedapatan lupa melakukan presensi, maka pegawai harus melapor kepada atasannya untuk memberi klarifikasi.
Dengan sistem presensi ini, BKD Jateng mengevaluasi ASN melalui rekap dua bulanan. Ia dapat melihat dengan detail berapa jumlah ASN tertib, telat, dan mangkir atau membolos.
Bagi mereka yang sering terlambat dan tergolong kekurangan waktu kerja (KWK), rencananya akan diberi sanksi dengan pemotongan jumlah TPP. Sedangkan pegawai yang mangkir presensi selama 10 kali akan dipecat.
“Kalau ada yang manipulasi ya tidak kita anggap presensinya. Kami tidak pandang bulu dalam hal ini. Siapa pun yang melanggar, maka diberi sanksi tanpa pengecualian,” tegas Wisnu.
Lebih lanjut pihaknya mengakui, kedisiplinan pegawai ASN di Jateng terus membaik dari tahu ke tahun. Hal ini tak lepas dari kerja sama para ASN yang bersedia kooperatif mengikuti kebijakan dari pemerintah. (den/put/taf/aro)