RADARSEMARANG.COM – Menjalani ibadah puasa di negeri orang seperti di Kota Semarang, punya tantangan sendiri bagi mahasiswa asing yang tak bisa pulang karena panemi Covid-19. Selain menahan rindu kampung halaman, hidup di perantauan menuntut segala sesuatu dilakukan penuh kemandirian.
Ismail Deareh Chehusin, mahasiswa asal Pattani, Thailand, kini melanjutkan studinya di jurusan Bahasa dan Sastra Arab di IAIN Salatiga. Sudah tiga kali ia merasakan suasana Ramadan di Indonesia.
Sejak awal memang meniatkan diri tidak akan pulang sebelum mendapat gelar sarjana. Apalagi kondisi pandemi Covid-19, membuatnya enggan pulang pergi ke Thailand.
“Meskipun jauh dari keluarga, di Salatiga ada banyak teman Pattani yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri,” kata pria yang akrab disapa Ismail kepada Jawa Pos Radar Semarang Sabtu (8/4).
Di banding hari biasa, aktivitas di bulan Ramadan justru lebih banyak. Di samping menjalani perkuliahan daring, momentum Ramadan dimanfaatkan untuk merekatkan rasa kekeluargaan sesama mahasiswa rantau. “Ada bagi-bagi takjil, buka bersama, tarawih berjamaah, dan bakti sosial,” ucapnya.
Meskipun tidak setiap hari, berbagi takjil kerap dilakukan bersama dengan rekan-rekan Persatuan Mahasiswa Aziztan Islam Pattani di Indonesia (Permai). Lokasinya di sepanjang Jalan Lingkar Selatan (JLS). “Biasanya di lampu merah. Kami membagikan kolak dan kurma,” imbuhnya.
Ismail mengatakan, rutinitas itu dilakukan bersama sepanjang Ramadan. Penyediaan takjil secara sukarela. Dana berasal dari kas organisasi ditambah patungan. Usai buka bersama, tarawih juga dilakukan secara berjamaah dan bergilir. “Imamnya bergantian dan dijadwal,” tandasnya
Ismail mengungkapkan, untuk menggantikan rindu kampung halaman, biasanya memasak masakan khas Pattani. Menu favoritnya adalah rica-rica ayam. Dengan dominasi rasa asam dan pedas. Dinikmati secara bersama-sama dengan nampan besar. Hal itu dilakukan baik ketika buka puasa maupun saat sahur. “Meskipun di perantauan, menu masakan khas Pattani cukup mengobati rindu kampung halaman,” ujarnya.
Selain itu, tradisi Ramadan di Indonesia dengan Pattani tidak jauh berbeda. Misalnya soal ngabuburit. Di Pattani, kata dia, mayoritas muslim juga berburu takjil jelang buka puasa.
“Bedanya, kalau di Pattani berada di satu lokasi dan besar. Kalau di Indonesia kan tersebar di pinggir jalan,” ucap mahasiswa semester 6 ini. (cr3/ida)