RADARSEMARANG.COM – Jelang Ramadan menjadi musim berziarah bagi sebagian besar umat Islam. Bulan untuk bermuhasabah diri. Selain berziarah ke makam leluhur, mereka juga berziarah ke makam para wali Allah di berbagai daerah. Bahkan sebagian dari mereka memanfaatkan untuk rekreasi. Istilahnya zarkasi, ziarah dan rekreasi.
Adalah makam Syekh Jumadil Kubro yang tepatnya berada di samping exit tol Kaligawe. Sehari bisa 50 unit bus besar membawa rombongan peziarah datang silih berganti. Sebagian Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, bahkan ada yang dari Bali.
Salah satu peziarah, Siti Saroh, 52, mengaku dari Kelompok Pengajian Al-Ikhlas Tanggungrejo, Kota Semarang. Dia bersama 35 jamaah, sengaja melakukan ziarah keliling. Setelah dua tahun tak berziarah karena pandemi Covid-19.
Saroh bersama rombongan melakukan ziarah mulai dari Adipati Surohadi Menggolo Terboyo, kemudian ke Syekh Jumadil Kubro Kaligawe, lalu ke Mbah Hasan Munadi Nyatnyono Ungaran Kabupaten Semarang.
“Ziarah sudah menjadi agenda tahunan. Kami mulai ziarah yang dekat dahulu. Kami membaca doa dan baca dzikir. Ini upaya kami dalam mengikuti jejak para wali Allah. Sekaligus berusaha meniru perilakunya semasa masih hidup dulu,” ungkapnya.
Jamaah lain, Arif Sa’dullah mengaku memang suka berziarah ke makam wali Allah. Dia meyakini berziarah dapat meningkatkan ketakwaan. Selain itu, dengan berziarah bisa mencontoh semangat dan perilaku dari para wali Allah yang sangat terpuji.
Bahkan Arif mengajak serta 50 muridnya di MI Miftahus Sibyan, Kabupaten Demak. Mereka menuju Kadilangu sampai Cirebon. “Rutenya dari Kadilangu, ke sini ke Syekh Jumadil Kubro, lalu ke Syekh Samsudin Pemalang, lalu ke Cirebon,” katanya.
Menurut Juru Kunci Makam Syekh Jumadil Kubro, Afwan, 59, ramainya peziarah ke Makam Syekh Jumadil Kubro biasanya hari Sabtu dan Minggu. Terutama pada bulan Rajab, Syaban, Muharam, dan Maulud. “Kalau bulan puasa libur total karena fokus ibadah. Peziarah banyak yang datang menjelang bulan Ramadan karena ingin muhasabah diri dan ngalap berkah,” tuturnya.
Para pejabat seperti kepala daerah dan anggota dewan dari berbagai daerah banyak yang sering berziarah ke Syeikh Jumadil Kubro. “Mereka berziarah, untuk berdoa,” jelasnya.
Diakuinya, pada tahun 2004 silam kondisi Makam Syekh Jumadil Kubro masih alami, belum ada masjid. Semenjak Wali Kota Sutrisno Suharto, makam di area tambak ini direnovasi. “Dulu kalau ke makam mesti lewat jembatan,” katanya.
Bahkan Makam Syekh Jumadil Kubro yang memiliki panjang lima meter dan masih asli ini hampir terkena proyek pembangunan jalan tol. Namun kuncupnya tidak terlihat. “Akhirnya pihak pengelola jalan tol membelokkan jalurnya,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM Jumat (11/3).
Ke depannya akan ada pengembangan pembangunan area makam Syekh Jumadil Kubro untuk memfasilitasi parkir yang lebih luas untuk bus atau kendaraan lainnya milik para peziarah. “Mudah-mudahan ada yang mau membantu untuk lahan parkir,” katanya.
Komplek makam Syekh Jumadil Kubro memiliki luas 5.000 meter persegi. Makamnya sendiri berukuran 14 x 20 meter. Di sekitar makam ada masjidnya juga. “Kami berharap ada pelebaran masjid dan makam sehingga bisa menampung lebih banyak lagi para peziarah. Termasuk area parkir dan menambah jumlah kamar kecil,” jelasnya.
Ajak Para Mualaf Zarkasi dan Silaturrahim Kepada Ulama
Ziarah sudah menjadi tradisi. Apalagi bagi kalangan Nahdatul Ulama (NU). Biasanya, ziarah dilakukan setiap hari Kamis dan Jumat. Mengunjungi makam dan mendoakan orang terdekat yang sudah wafat.
Seiring berkembangnya zaman, tren ziarah ke makam para wali Allah semakin tinggi. Tapi sekarang muncul dengan istilah baru yakni zarkasi atau ziarah dan rekreasi. Konsep ini memadukan antara ziarah ke makam para wali Allah yang dihormati sekaligus refreshing ke tempat wisata.
Bagi Ketua PCNU Kota Semarang H Anasom, tren ini sangat luar biasa. Ibarat kata, sekali dayung dua pulau terlampaui. Sekali keluar rumah, dapat ibadahnya melalui ziarah, dapat liburannya melalui wisata. “Tren ziarah menjadi ramai. Perjalanan sekali berangkat dalam berbagai tujuan niat baik,” ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Dalam bidang ini, pihaknya bersama Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng ini memiliki program ziarah rutin dengan para mualaf. Program ini sudah berjalan sejak tahun 2020. Ia menyebutnya, zarkasi yang dilakukan tidak hanya ziarah ke makam wali Allah dan situs bersejarah, tapi juga mengunjungi tokoh ulama. Beberapa tokoh yang sudah dikunjungi yakni Gus Mustofa Bisri di Rembang, Gus Ulin di Kudus, dan lain-lain.
“Kami ajak para mualaf ini berziarah ke makam wali Allah dan para tokoh atau ulama. Mereka sangat antusias karena mendapatkan pemahaman lebih banyak tentang Islam dari para ulama secara langsung,” tambahnya.
Program ini, lanjutnya, sengaja dibuat untuk menciptakan suasana baru bagi para mualaf. Di Kota Semarang ada 300-an orang untuk setiap kali perjalanan zarkasi. Itu dilakukan secara bergilir. Hal ini menyesuaikan waktu masing-masing, karena mereka juga memiliki kesibukan sendiri-sendiri.
Dalam perjalanan menuju lokasi ziarah, Dosen Fakultas Dakwah UIN Walisongo Semarang ini juga menjadikan bus sebagai tempat training agama. Ketika masuk ke dalam bus, diibaratkan masuk kelas. Setiap jam ganti materi. Hal ini sangat penting untuk ditindaklanjuti supaya pengetahuan tentang Islam semakin banyak. “Misalnya perjalanan dari Semarang ke Demak, materinya misalnya belajar salawat. Pengisinya pun berbeda-beda,” jelasnya.
Menurutnya, program kelas di dalam bus ini bisa dikembangkan di grup zarkasi lainnya. Sehingga, perjalanan setiap peziarah meninggalkan bekas ilmu dan pengetahuan. “Yang penting di setiap ziarah ada pemandu wisata di masing-masing rombongan yang memberikan pendidikan dan edukasi, tidak sekedar jalan tanpa mengetahui sejarah, nasab, dan perjuangannya,” jelasnya.
Bahkan, untuk bisa melaksanakan zarkasi bagi sebagian orang, perlu menabung atau iuran sedikit demi sedikit dan menentukan waktu jauh-jauh hari. Selain itu, adanya zarkasi juga turut membantu roda kehidupan masyarakat atau UMKM setempat. “Pemerintah juga semakin kreatif, masyarakat sekitar mendapatkan manfaat, dan peziarah bisa ibadah sekaligus refreshing,” katanya.
Kendati demikian, ia mengaku ada beberapa ulama yang tidak setuju dengan konsep zarkasi ini. Mereka menilai pemahaman kuburan atau ke makam itu sesuai dengan hadis rasulullah, fazuruha, silahkan kalian berziarah dengan mengucap salam dan mendoakan yang diziarahi. Tidak lantas dilanjutkan dengan wisata. Hal ini dikhawatirkan dapat memecah konsentrasi dan menggoyahkan niat ingin segera wisata tanpa khusuk dalam ziarah.
Ziarah Itu Bertawasul, Bukan Menyembah Pusara
Abdullah Jamil S.Ag M.S.I adalah guru Pendidikan Agama Islam (pai) di SMK 7 Kota Semarang. Sebagai guru agama Islam, dirinya kerap mengagendakan ziarah dan rekreasi (Zarkasi) untuk siswanya saat rekreasi bersama begitu liburan tiba.
Di bumi Jawa ini, kata Jamil, ada yang namanya wali Allah atau kekasih Allah. Para wali Allah ini merupakan orang pilihan yang dikaruniai ilmu agama yang sangat tinggi dan perilaku kesehariannya atau akhlaknya sangat mulia semasa hidupnya. Sehingga patut ditauladani oleh umat Islam pada umumnya.
“Selain itu, umat Islam memang disunahkan untuk berziarah ke makam leluhur, orang tua, para ulama, ataupun orang-orang saleh yang telah meninggal. Makanya banyak orang yang rutin berziarah,” tuturnya.
Ia menegaskan berziarah ke makam wali Allah bukan untuk menyembah patok atau pusara. Namun sebagai wasilah atau tawasul dalam berdoa kepada Allah SWT.
“Di depan pusara, kita bertawasul yang artinya meminta tolong kepada orang-orang yang saleh agar didoakan kepada Allah SWT,” jelasnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Menurutnya, Nabi Muhammad SAW sempat pernah melarang berziarah. Hal ini ditakutkan orang akan berbuat syirik. Namun seiring pemahaman ilmu tauhid semakin dalam, Rasulullah SAW justru kembali memerintahkan umat Islam untuk berziarah. “Sekarang kan bisa membedakan mana yang syirik mana yang tidak, mana yang baik mana yang salah,” katanya.
Selain itu, Abdullah Jamil menjelaskan dengan berziarah dapat menghaluskan hati, menajamkan pikiran, dan mengingat kematian.
Hari-hari besar Islam biasanya dimanfaatkan untuk melakukan tradisi ini. “Bulan Rajab, Ruwah, Maulud biasanya banyak yang berziarah,” tegasnya.
Sementara orang tua berziarah, anak-anak bisa menikmati pemandangan di saat perjalanan. Di tempat ziarah biasanya berjejer pedagang yang menjual makanan ataupun buah tangan lainnya. “Disebut zarkasi karena selain berziarah, bisa menikmati pemandangan alam, misal di pantai selatan ada makam Syekh Bela-Belu dan Syekh Maulana Maghribi, setelah berziarah bisa sambil berekreasi ke pantai,” jelasnya. (fgr/ifa/ cr4/ida)