RADARSEMARANG.COM – Penanganan sampah masih menjadi persoalan pelik bagi hampir di setiap kabupaten dan kota di Jateng. Rata-rata Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sudah overload alias melebihi kapasitas.
TPA Randukuning di Kabupaten Batang sudah overload sejak 2020. Lonjakan volume sampah meningkat signifikan sejak 2017 hingga 2020. Semula produksi sampah harian hanya berkisar 150 ton, kini berlipat menjadi 500 ton.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Batang Akhmad Handy Hakim pun harus putar otak untuk menyiasati membanjirnya sampah warga tersebut. Beberapa opsi solusi dikemukakan.
Mulai dengan pembuatan TPA gabungan dengan Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB). Selain itu, juga bekerja sama dengan Perhutani untuk pemakaian lahan sebagai TPA.
Opsi lainnya, lanjut dia, pihaknya akan bekerja sama dengan pihak ketiga, seperti dengan pengusaha galian C. Nantinya, sampah yang sudah menjadi kompos akan digunakan untuk reklamasi bekas penambangan. Yang pasti, bukan sampah baru dan bukan sampah limbah B3. Sampah yang dikelola pihak swasta itu juga akan dijadikan batako.
“Peningkatan produksi sampah ini selaras dengan pesatnya pertumbuhan perumahan. Banyak sampah perumahan yang masuk ke TPA Randukuning. Kenaikannya signifikan, sekitar 40 sampai 50 persen,” ujar Handy kepada RADARSEMARANG.COM di kantornya.
Ia menjelaskan, mayoritas sampah yang dipasok ke TPA yang berlokasi di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman itu berasal dari produksi rumah tangga. TPA Randukuning sendiri menempati lahan seluas 3 hektare. Ketinggian sampah kini sudah mencapai 15 hingga 20 meter. Seiring berjalannya waktu, kondisi TPA sudah tidak bisa menampung sampah lagi. Sementara opsi yang dibuat belum bisa dilaksanakan.
Pada 2021 lalu, DLH akhirnya memutuskan untuk merobohkan dua gedung di area TPA. Cara tersebut menciptakan ruang baru seluas 450 meter persegi. “Saya kira itu tidak akan bertahan lama. Pada 2021 saja, TPA Randukuning hanya bisa menampung 72 ribu meter kubik sampah. Sedangkan potensi produksi sampah di Kabupaten Batang mencapai 490 ribu meter kubik per tahun,” jelasnya.
Dalam pengelolaan sampah, Handy mengakui terkendala soal anggaran. DLH hanya memperoleh porsi anggaran sekitar Rp 6 miliar. Sebesar Rp 5 miliar di antaranya sudah terserap untuk honor pegawai.
Karena itu, pihaknya juga belum bisa berbuat banyak, seperti pengadaan alat modern untuk pengolahan sampah. Bahkan, untuk armada pengangkut sampah saat ini dipaksakan untuk beroperasi.
Mayoritas sudah tidak layak jalan dan membahayakan pengemudinya. Anggaran perbaikan dirasa kurang mencukupi. Nominalnya hanya mencapai Rp 100 juta. Pihaknya punya 30 armada, terdiri atas 17 truk dan kendaraan kecil lainnya. Jumlah tersebut kurang ideal, karena satu kecamatan besar seharusnya ada dua truk sampah.
Di sisi lain, pihaknya juga kekurangan alat berat untuk mengeruk sampah. Saat ini, dari dua alat berat, yang berfungsi hanya satu. “Yang satu rusak terbakar, dan biaya perbaikannya jelas besar. Untuk yang satunya juga sering rusak,” ucapnya.
Ia menjelaskan, alat berat sangat vital untuk mengatur sampah di TPA Randukuning yang overload. Alat berat harus beroperasi tiap hari, dan jika berhenti, maka akan terhambat.
Handy mengatakan, anggaran perbaikan alat berat pun hanya Rp 80 juta per tahun. Anggaran itu digunakan untuk berulangkali menservis satu-satunya alat berat yang masih berfungsi.
Saat ini, untuk mengatasi masalah sampah, pihaknya meminta masyarakat untuk mengurangi sampah plastik. Bisa disimpan untuk dijadikan ecobrick. Atau di simpan di bank sampah. Ini minimal bisa mengurangi sampah dan dilakukan di tingkat rumah tangga.
“DLH bisa menampung sampah yang dikumpulkan bank sampah. Selain itu, pihaknya juga akan meminta setiap kecamatan untuk membuat sub TPA. Jadi, pusat pembuangan tidak langsung terpusat di TPA KITB,” tandasnya.

Masalah sampah juga terjadi di Kabupaten Magelang. TPA Pasuruhan sudah melebihi kapasitas. Sampah yang menggunung pun menimbulkan bau yang tidak sedap.
Rabu (2/3) lalu, wartawan RADARSEMARANG.COM datang ke TPA Pasuruhan. Tampak tumpukan sampah menggunung tinggi mencapai sekitar 40 meter. Setinggi pohon kelapa di sekitar TPA. Tumpukan sampah di bagian barat TPA bahkan longsor, karena sudah overload. Beberapa bagian pondasi pelindung di TPA pun sudah mengalami retak-retak.
Sebenarnya sejak 2017 idealnya masa operasional TPA Pasuruhan sudah berhenti, tidak menampung sampah. Karena sudah overload. Pihak Pemkab Magelang pun sudah menganggarkan pengadaan TPA baru sejak 2017. Namun semua gagal.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Magelang Sarifudin menuturkan, gagalnya pengadaan tanah untuk TPA ada beberapa faktor. Mulai dari adanya penolakan warga sampai dengan ketidakcocokan harga antara taksiran appraisal dengan pemilik tanah.
“Banyak faktor kenapa terjadi kegagalan. Pertama, tingkat penolakan warga. Yang kedua, taksiran dari appraisal terlalu rendah,” jelas Sarifudin.
Ia menuturkan, selain upaya pengadaan tanah, pihaknya juga pernah menganggarkan untuk pengadaan incinerator untuk membakar sampah. Namun pengadaan incinerator juga gagal, karena pihak ketiga sebagai penyedia alat tersebut tidak bisa memenuhi permintaan sampai dengan waktu yang ditentukan. Satu alat incinerator harganya sekitar Rp 1,5 miliar.
Sarifudin menambahkan, untuk pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) regional dari Pemprov Jateng di wilayah Kecamatan Bandongan juga ditunda. Karena ada refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19.
“Jadi, nanti TPST regional akan dipakai dua wilayah, Kota Magelang dan Kabupaten Magelang. Difasilitasi pemerintah provinsi. Rapat terakhir dengan provinsi anggaran tersebut ter-refocusing untuk Covid-19. Sehingga sampai sekarang belum ada,” kata Sarifudin.
Dalam waktu dekat, Pemkab Magelang akan membuat tempat daur ulang sampah. Berada di wilayah Tegalrejo. Nantinya menampung sampah dari wilayah sekitar Tegalrejo. Pusat daur ulang sampah tersebut maksimal hanya bisa menampung 10 ton sampah per hari
Sarifudin mengatakan, lahan yang akan digunakan untuk tempat daur ulang sampah merupakan lahan milik Pemkab Magelang. Lahan yang luasnya 3 hektare tersebut tidak digunakan semuanya untuk pusat daur ulang sampah. Hanya sebagian saja. Karena kapasitas tampung sampah yang hanya 10 ton per hari.
Pengadaan pusat daur ulang sampah tersebut dari Kementerian Lingkungan Hidup. Berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang jumlahnya Rp 1,2 miliar. “Itu kan sudah anggaran DAK. Insya’Allah akan kita realisasikan di tahun 2022 ini,” kata Sarifudin. (yan/man/aro)
