31 C
Semarang
Saturday, 19 April 2025

Kasus Balita Stunting di Jateng Tertinggi di Wonosobo, Terendah di Semarang

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Tahun 2022 Pemprov Jateng bersama BKKBN Jateng berambisi menurunkan paling tidak enam persen angka stunting. Sampai sekarang masih ada sekitar 540 ribu kasus stunting atau balita pendek di Jateng.

Kepala BKKBN Jateng Widwiono mengatakan, banyak penyebab yang memicu terjadinya balita pendek. Secara spesifik, dari pemenuhan kebutuhan gizi. Sedangkan secara sensitif, dari faktor kebersihan, sanitasi, dan pendidikan soal gizi seimbang.

“Angka tertinggi di Wonosobo, dan terendah di Semarang sebanyak 1.334 balita,” bebernya kepada RADARSEMARANG.COM, Minggu (27/2).

Ia menjelaskan, stunting tak selalu terjadi akibat kesenjangan ekonomi. Lantaran ia menemukan sebagian masyarakat dengan perekonomian menengah atau berkecukupan juga mengalami stunting. Hal itu turut disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya kesehatan bayi.

Oleh karena itu, target penurunan angka stunting di Jateng yang cukup ambisius memerlukan komitmen besar dari berbagai pihak. Baik dari pendidikan, kesehatan dan gizi, hingga fasilitas layak untuk tumbuh kembang anak.

“Penyebab spesifik menjadi tugas Dinas Kesehatan dan Pertanian. Kalau penyebab spesifik, Dinas Pekerjaan Umum juga terlibat untuk pembangunan jamban misalnya,” katanya.

Pihaknya juga menemukan akses edukasi yang belum merata membuat sebagian orang tua melahirkan anak dengan jarak berdekatan kurang dari tiga tahun. Hal ini ikut membuka kemungkinan besar anak mengalami stunting.

Ia menganjurkan bagi pasangan calon pengantin untuk mendaftar ke KUA tiga bulan sebelum hari pernikahan. Sehingga pasangan berkesempatan mengakses Konseling Informasi Edukasi (KIE) untuk memahami kesehatan reproduksi dan bayinya kelak. Juga kondisi gizi maupun HB baik saat pernikahan berlangsung.

Selain itu, lanjut dia, usai melahirkan bayi, setiap pasangan dianjurkan untuk segera melakukan KB untuk mencegah kehamilan tak diinginkan dan bertambahnya kasus balita stunting. Program KB juga digalakkan sampai sekarang.

“KB implan itu kan berlaku sampai tiga tahun. Jadi, misalnya setelah itu mau punya anak lagi sudah aman,” ujarnya.

Untuk remaja, ia menyarankan untuk tidak tergesa-gesa menikah sebelum menginjak usia 21 tahun. Pasalnya, secara biologis remaja juga perlu kesiapan reproduksi dan secara psikologi perlu kematangan psikis.

Di samping itu, masyarakat yang memahami soal kesehatan dapat saling mengedukasi. Pasalnya, data mencatat 48 persen ibu hamil mengalami anemis (kurang darah). Dan remaja anemis sebanyak 37 persen. “Selama ini, kendalanya di kami koordinasi antara berbagai pihak,” jelasnya.

Karena itu, untuk mewujudkan target ambisius pihaknya mulai membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di Jateng. Tim tersebut menghubungkan pemprov hingga perangkat desa agar data lebih terintegrasi.

Tim pengarah TPPS diketuai oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo beserta forkopinda sebagai timnya. Sedangkan tim pelaksana diketuai langsung oleh Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin bersama jajaran dinas tekait yang terlibat langsung dengan penanganan stunting.

Dikatakan, rata-rata stunting nasional saat ini di angka 24 persen. Sedangkan Jateng memasuki 20 persen, menurun dibandingkan tahun lalu 27,6 persen. Meski termasuk tinggi di tingkat nasional, tapi angka itu paling kecil di antara provinsi besar lainnya, seperti Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Utara.

“Target nasional pada 2024 menurun sampai 14 persen. Kami usahakan angka itu sudah dicapai tahun ini,” katanya optimistis.

Sementara itu, permasalahan stunting masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemkot Semarang. Dari data yang ada, total ada 1.367 kasus stunting di Ibu Kota Jateng ini. Pendampingan sampai tingkat kelurahan pun dilakukan untuk menuntaskan stunting.

Pada November tahun lalu, dibuat pilot project penanganan stunting di Kelurahan Tanjung Mas. Saat itu, diketahui ada 79 kasus stunting di pesisir utara Semarang tersebut.

“Jumlahnya saat ini tercatat 1.367 kasus, pilot project di Tanjung Mas ini dinilai berjalan dengan baik setelah dilakukan evaluasi,” kata Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi saat ditemui RADARSEMARANG.COM.

Hendi –sapaan akrabnya– menjelaskan, asupan gizi kepada anak penderita stunting di Kelurahan Tanjung Mas diberikan tiga kali sehari. Setelah gizi diperbaiki, lanjut dia, ada kenaikan berat badan dan perkembangan tumbuh kembang anak. “Di masa usia emas ini perbaikan gizi dilakukan, Alhamdulillah saat ini ada perbaikan,” jelasnya.

Hendi mengatakan, persoalan menekan angka stunting tidak bisa dilakukan pemkot saja. Dukungan dari tim penggerak PKK ataupun organisasi kemasyarakatan sangat diperlukan. “Misalnya, PKK dilibatkan untuk mewujudkan ketahanan pangan,” katanya.

Menurut Hendi, mengatasi stunting bisa dikeroyok dan diselesaikan bersama, salah satunya melalui pemenuhan asupan makanan bergizi bagi anak.  Dikatakan, penanganan yang tepat seperti pemberian makanan tambahan dari Dinkes dan pemantauan dari TP PKK bisa menjadi solusi dan perhatian dalam penanganan kasus stunting.

“Program yang sama seperti di Tanjung Mas akan diterapkan di kelurahan yang memiliki kasus stunting tinggi Maret nanti. Nantinya Dinas Kesehatan akan turun ke lapangan dan memberikan makanan bergizi serta vitamin selama tiga bulan berturut-turut,” jelasnya.

Camat Semarang Utara,Moh Imron mengakui pada 2021 lalu, wilayahnya menjadi kecamatan tertinggi kasus stunting, yakni mencapai 630 anak. Namun pada 2022 ini, kasus stunting mengalami penurunan yang cukup signifikan, yakni tinggal 260 anak.

Dia menjelaskan, program pemkot serta Kementerian Perlindungan Anak dan KB terus ditindaklanjuti melalui sinergi Tim Penggerak PKK serta pemerintah kecamatan dan kelurahan dengan memberi pemberian makanan tambahan.”Seperti contoh kemarin di Kelurahan Dadapsari, ada 23 anak. Harapannya berkurang dengan adanya program ini,” katanya.

Disebutkan, dari 260 anak yang mengalami stunting di Semarang Utara, rinciannya, 16 anak warga Kelurahan Dadapsari, dua anak warga Kelurahan Plombokan, satu anak warga Kelurahan Purwosari, 94 anak warga Bandarharjo, empat anak warga Bulu Lor, 10 anak warga Panggung Kidul, 24 anak warga Kuningan, dan 109 anak warga Tanjung Mas. “Alhamdulillah sudah berkurang banyak,” ujarnya.

Kepala Puskesmas Bandarharjo dr Setyo Prihadi menjelaskan, terdapat 243 kasus stunting di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo  meliputi empat kelurahan, yakni Kelurahan Bandarharjo, Tanjung Mas, Kuningan, dan Dadapsari.

Untuk mengurangi stunting, pihaknya melakukan Jumat Berkah yang diberikan kepada anak yang mengalami stunting. Selain itu, pihaknya menggandeng Dinas Kelautan dan Perikanan mengadakan kegiatan pemberian 20 paket produk makanan dari ikan kepada anak-anak yang mengalami stunting. “Seminggu sekali,  kami membagikan paket makanan kepada anak stunting,” jelasnya.

Selain itu, pihaknya selalu memberikan edukasi berupa kegiatan posyandu, kelas ibu hamil dan perawatan balita. “Kita mengumpulkan kader-kader dari bidang gizi. Mereka memberikan pelatihan kepada masyarakat,” jelasnya.

Sementara itu, di Kendal, pemerintah setempat terus berupaya menekan angka stunting. Lantaran pada 2021, angka stunting di Kendal mencapai 9,5 persen atau sebanyak 5.017 balita. Angka tersebut naik lebih banyak dibanding 2020 yang hanya 8,3 persen atau sebanyak 4.324 balita.

Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Kendal Wynne Frederica mengatakan, meningkatnya angka stunting ini rupanya tidak hanya terjadi Kabupaten Kendal. Namun juga dialami oleh kabupaten/kota lainnya di Indonesia. Adapun penyebab terjadinya stunting, yakni kurangnya gizi dalam waktu lama.

Hal itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak pada 1000 hari pertama kelahiran. Penyebab lainnya, lanjut dia, karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, serta buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewan.

“Salah satu penyebab stunting memang dari faktor makanan. Namun sebetulnya pemberian makanan saja tidak cukup, ternyata stunting juga dialami oleh orang yang secara materinya mampu,” kata istri Bupati Kendal Dico Mahtado Ganinduto ini.

Karena itu, lanjut dia, perlu adanya perubahan pola mengasuh anak yang baik, salah satunya tidak memaksa anak untuk makan, dan cari celah di mana anak sedang merasa lapar agar anak makan dengan lahap, sehingga anak bisa tumbuh dengan baik.

Adapun upaya Pemkab Kendal dalam menurunkan angka stunting yakni dengan membentuk tim yang mendatangi rumah warga untuk melakukan sosialisasi terkait pencegahan stunting.

Selain itu, ada program pengelolaan makan bergizi di tingkat desa, seperti tambak ikan yang nantinya akan diberikan secara gratis kepada masyarakat, khususnya bagi ibu hamil dan anak-anak yang sedang membutuhkan asupan gizi. “Dengan program tersebut diharapkan akan dapat menekan penurunan angka stunting di Kabupaten Kendal,” harapnya.

Salah satu desa penyumbang angka stunting tertinggi di Kendal adalah Desa Puswosari, Kecamatan Sukorejo.

Kepala Desa Purwosari Muhammad Miadi mengaku, jika angka stunting di desanya tertinggi di Kabupaten Kendal, yakni ada 86 anak. Untuk menekan angka tersebut, pihaknya gencar melakukan inovasi dengan program gizi.

Ya tadinya desa kami tertinggi jumlah stunting di Kabupaten Kendal. Alhamdulillah, berkat inovasi dan program gizi dan rembug stunting bersama dinas terkait, sekarang tinggal 67 kasus stunting di desa kami,” bebernya.

Pada 2022 ini, Pemkab Kendal menargetkan penurunan angka stunting hingga 14,6 persen. Hal itu diungkapkan Kabid Kesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal Endang Jumini. “Berdasarkan penimbangan balita serentak pada Agustus 2021 lalu, ada sekitar 4.128 balita yang termasuk stunting. Dan tahun ini kami menargetkan bisa turun sampai 14,6 persen,” ujarnya optimistis.

ASI Eksklusif Cegah Stunting

Kasus stunting di Jawa Tengah masih tinggi. Perlu pencegahan agar kasus stunting tidak meningkat. Kesadaran seorang ibu sangat diperlukan untuk mencegah kasus stunting melonjak. Stunting sendiri kerap disamakan dengan gizi buruk. Namun keduanya memiliki perbedaan.

Dokter ahli gizi RS Tugurejo dr Risky Ika Riani Sp.Gk menjelaskan perbedaan antara stunting dan gizi buruk. “Stunting dan gizi buruk serupa tapi tak sama,” ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM.

Dijelaskan, gizi buruk terjadi pada waktu singkat. Terjadi pada periode tertentu, kondisinya mendadak dan akut. Sementara stunting adalah kondisi gagal tumbuh yaitu proses kekurangan gizi dalam waktu yang lama.

“Penyebab stunting salah satunya karena kurang gizi kronis dalam waktu yang lama,” jelasnya.

Risky menambahkan, pencegahan stunting harus diupayakan secara komprehensif. Hal ini bisa dilakukan dengan pemenuhan nutrisi yang baik saat janin masih di kandungan sampai 1.000 hari tumbuh.

Menurut dia, dampak yang ditimbulkan dari penderita stunting sangat banyak. Seperti fisik tidak bisa tumbuh seperti anak normal dan kondisi otak akan terganggu.“Anak yang sudah terkena stunting tidak bisa sembuh,” katanya.

Risky berharap, ke depannya angka stunting dapat menurun. Upaya pencegahan harus dilakukan. Selain pemenuhan nutrisi yang baik, lanjut dia, pemberian ASI eksklusif dapat mencegah anak terkena stunting. Tak hanya itu, pemerintah dalam memfasilitasi kesehatan gratis masyarakat menjadi upaya untuk pencegahan stunting. (taf/den/fgr/dev/cr4/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya