RADARSEMARANG.COM – Najiburachman, 25, pemuda asal Jambi ini memiliki bisnis angkringan dengan modal dari investor. Ia merintis usaha sejak masih kuliah sebagai agent property dan mengikuti lomba-lomba business plan. Sedikit demi sedikit uang yang didapat dikumpulkan untuk membuka usaha angkringan. Angkringan pertama yang menjadi cikal bakal brand Angkringan CEO berada di Jalan Bandungan, Kabupaten Semarang.
“Dulu sebelum pandemi, omzet angkringan di Bandungan per bulan bisa mencapai Rp 20 juta,” katanya.
Ketika pandemi melanda, Najib, sapaan akrabnya, mengakui angkringannya terkena dampak. Sehingga terpaksa dijual. Tidak mau menyerah dengan keadaan, ia berinovasi untuk membuka angkringan dengan sistem kemitraan. Waktu yang dipilihnya juga tepat. Karena awal pandemi banyak karyawan di-PHK. Ia mencoba untuk berbisnis kecil-kecilan. “Mitra yang mau bergabung cukup modal Rp 1 juta, kami siapkan alat-alat lengkap untuk berjualan angkringan,” ucapnya.
Najib mengatakan, saat itu orang yang bermitra dengannya mencapai 10 orang. Mereka berasal dari berbagai kota di Jateng, di antaranya Kota Semarang, Solo, Tegal, dan Jogja. Ia mendampingi mitranya mulai dari awal pemilihan tempat, sampai pembukaan tempat usahanya. Setelah itu, tetap dia pantau melalui WhatsApp Group. Beberapa mitra awalnya berjalan mulus, namun ada juga yang tidak baik dan akhirnya tutup. Saat ini, hanya tersisa tiga yang memakai konsep kemitraan.
“Beberapa yang tutup kebanyakan adalah mitra yang sudah usia tua, karena belum bisa cepat menyesuaikan keadaan, padahal sudah saya dampingi terus,” akunya.
Untuk modal berbisnis, Najib mengaku hanya pinjam uang di bank saat awal membuka angkringan dulu. Besarnya Rp 10 juta. Uang itu digunakan untuk tambahan modal setelah angkringan berjalan. Setelah itu, ia mulai rajin membuat proposal bisnis yang ditujukan untuk para calon investor. Trik untuk menarik investor adalah menawarkan kerja sama dengan jangka waktu satu tahun, dengan bagi hasil keuntungan per bulan.
Ia menjanjikan dalam jangka waktu satu tahun, modal awal dari investor tadi dikembalikan. “Saya baru berani bermain di kisaran Rp 2 juta sampai Rp 40 juta per investor. Karena kalau lebih dari itu, untuk balikin modal awal dalam setahun kayaknya berat,” ungkapnya.
Dijelaskan, paket kerja sama yang ditawarkan Rp 2 juta tersebut akan mendapatkan keuntungan empat persen dari satu outlet angkringan. Sedangkan untuk investor tertinggi sebesar Rp 40 juta akan mendapatkan hak empat outlet. Tiap outlet akan mendapatkan keuntungan 20 persen.
Najib bercerita, awalnya ia memanfaatkan relasi bisnis saat pelatihan, teman kuliah, dan teman tongkrongan. Dari hal terdekat terlebih dahulu. Karena banyak orang yang memiliki modal, tapi masih belum berani memulai bisnis. “Yang dipikirkan masih untung atau rugi,” terangnya.
Ia membeberkan strategi untuk meyakinkan calon investor adalah membuat proposal penawaran sedetail dan semenarik mungkin. Rencana bisnis juga harus jelas. Mulai dari target pasar, pengelolaan keuangan, hingga proyeksi ke depannya. “Selain itu kita terangkan bagaimana jalannya angkringan,” ungkapnya.
Saat pandemi dan bisnis cenderung lesu sekarang ini memang harus pandai-pandai mengatur strategi. Harus mengikuti konsep dan strategi terbaru. Salah satunya adalah menawarkan konsep jual bisnis. Yakni, semacam konsultan bisnis. “Agar tetap eksis dan menarik investor,” ujarnya.
Najib mengaku, saat ini ada lima investor yang menanam modal di usahanya. Untuk besarannya macam-macam. Mulai paket Rp 2 juta sampai Rp 20 juta. Dalam hal menjaga kepercayaan investor, Najib selalu memberikan laporan keuangannya dengan rapi. “Investor cenderung melihat laporan keuangan,” katanya.
Saat ini, Najib memiliki empat cabang angkringan. Dua di antaranya ia kelola sendiri. Ia mempekerjakan tiga karyawan. Sedangkan dua lainnya dibuat sistem bagi hasil ke rekan bisnis. “Pengelola mendapatkan 70 persen. Sedangkan saya mendapatkan 30 persen,” jelas Najib.
Selain angkringan, tiga bulan yang lalu ia juga membuka usaha ayam kremes. Sistem yang dipakai adalah kerja sama dengan pemilik sebelumnya. Yakni, pengusaha ayam kremes yang harus pindah ke luar kota. “Apapun bisnis yang kita lihat peluang. Kalau itu benar-benar peluang ya kita ambil,” ujarnya.
Najib tak menampik saat ini memang belum terlihat perkembangan usahanya. Masih dalam masa sulit. Penghasilan angkringan juga belum menentu. Rata-rata penghasilan per bulannya masih Rp 8 juta. Saat ini, ia sedang menyiapkan strategi dan konsep baru. “Setelah pandemi selesai, langsung membangun usaha baru lagi. Semoga ke depan bisa berjalan lebih bagus lagi. Sehingga bisa membantu banyak orang yang butuh pekerjaan. Juga melatih untuk jadi pengusaha,” tandasnya. (haw/aro)