RADARSEMARANG.COM – Solikhin merupakan salah satu alumni pondok pesantren (ponpes) yang terbilang sukses menjalani bisnis. Meski masa pandemi Covid-19, ia mampu bertahan dengan bisnis pulsa dan sembako.
Toko kelontong milik Solikhin di Jalan Raya Bonang-Demak, tepatnya di Desa Bonangrejo. Dalam mengembangkan bisnisnya, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak lika-liku yang dijalani untuk membesarkan usahanya tersebut.
Pria kelahiran Demak, 16 Mei 1986 ini menuturkan, ia dulu pernah mondok di Ponpes Sulamul Huda, Dukuh Boyolangu, Desa Tlogoboyo, Kecamatan Bonang. Di pondok yang diasuh oleh KH Makmun Asror ini, ia menempa hidup dengan membekali ilmu agama.
“Saya mondok mulai 1998 dan keluar 2007. Namun, hakekatnya tidak leluar karena sampai sekarang pun masih kerap ke pondok,”ujar Solikhin yang saat lahir bernama Muhamad Jazuli ini.
Menurutnya, sejak mondok itu, ia mengabdikan diri di rumah sang kiai. Membantu segala hal di kediaman Kiai Makmun. Saat masih mondok itupula, ia pernah diajak Gus Roudlatul Tholibin, putra Kiai Makmun, untuk beternak jangkrik. Saat panen, jangkrik dikirim ke Bandung dan Jakarta. Bisnis ini hanya berjalan selama setahun.
“Waktu itu, kita ternak jangkrik dengan seratus kandang atau kotak. Saya bertugas memberi makan dan menelurkan bibit jangkrik,”katanya kepada RADARSEMARANG.COM.
Dulu, kata dia, bisnis jangkrik cukup menjanjikan. Harga jualnya bisa Rp 25 ribu per kilogram. Jangkrik dijual untuk bahan makanan burung dan bahan baku lainnya. Usaha jangkrik bersama anak kiai itu kolaps.
Usai menjalani usaha jangkrik, Solikhin pun bangkit lagi dengan membuka konter penjualan pulsa bersama Gus Tholibin. Usaha yang bertempat di dekat pertigaan Dukuh Boyolangu itu pun berjalan dengan baik. “Saat itu, belum ada kios, baru berupa meja saja. Itupun nebeng di emperan toko milik mertua Gus Tholibin,”kenangnya.
Pada perkembangannya, Solikhin membuka usaha konter secara mandiri tak jauh dari konter pertama. Dengan diberi modal Rp 500 ribu oleh Kiai Makmun, dan ditambah uang simpanan neneknya (Mbah Ngatirah) sebesar Rp 2 juta, ia nekat membuka konter pulsa lagi. Agar bisa membangun kios, ia sempat mengajukan kredit usaha rakyat (KUR) di salah satu bank dengan nilai Rp 5 juta. Usaha itupun berkembang terus hingga kini.
“Saya dulu awalnya sempat melayani jasa membuka outlet pengisian saldo. Targetnya anak-anak sekolah. Kita ajari mereka dengan jualan pulsa sendiri. Tiap transaksi saya dapat Rp 100, dan bisa terkumpul hingga Rp 200 ribu per bulan. Mereka nyaldo di tempat saya. Sedangkan server milik teman. Saya juga jualkan produk-produknya,”kata dia.
Hasil usaha itupun kadang dibuat untuk membuat suvenir agar pelanggan senang. Dalam perjalanannya, usaha pulsa ini pun sempat kolaps. Solikhin tidak bisa berjualan lagi lantaran kehabisan modal usaha. “Saya sampai habis-habisan. Saya diberi semangat paman saya (Syafii) dengan diberikan modal usaha. Saya putarkan lagi dan sekarang menjadi modal bersama,”jelasnya.
Bahkan, sekarang berkembang menjadi agen Brilink BRI. “Saat usaha saya kolaps, saya buat ziarah ke Makam Sunan Kalijaga di Kadilangu dan ziarah ke Makam Sunan Muria di lereng Gunung Muria Kudus. Saat di Muria, karena pikiran sumpek, rasanya ingin terjun ke jurang untuk mengakhiri hidup. Alhamdulillah, saya teringat pernah mondok dan ajaran atau pesan mbah yai. Saya pun sadar dan merenung yang pada akhirnya bisa bangkit lagi untuk berusaha,”kata suami Umayah ini.
Dari hasil perenungan itu, ayah tiga anak: Muh Raqib Saefullah, Intan Fauziyah Rahma dan Sabriya Putri Ramadan ini pun membuat kesimpulan, bahwa jika usaha ingin terus berkembang, maka harus mau berbagi atau bersedekah.
Artinya, tidak sekadar menumpuk keuntungan saja, namun ada orang lain yang juga dipikirkan dengan sedekah tersebut. “Sekarang bekerja lebih nyaman. Tidak kemrungsung seperti dulu. Banyak baca salawat setelah salat maghrib dan subuh,”ujar Solikhin yang pernah bekerja sebagai sales asuransi ini.
Untuk memantapkan usahanya tetap berjalan, selain melakukan promo tiap Mei sesuai bulan kelahiran, ia pun selalu menyempatkan berziarah di Makam Sunan Kalijaga dan belajar lainnya dengan bergabung di Forum Maiyah Kalijaga. Di forum itu, dapat berbagi pengalaman dengan orang lain yang berasal dari berbagai latar belakang.
“Usai ziarah di Mbah Sunan Kalijaga, saya disadarkan oleh seekor yuyu (kepiting) yang berjalan di tanah. Yuyu ini kan bisa hidup di air dan daratan. Dari gambaran yuyu inipula semagat hidup saya kembali membara. Salah satu caranya adalah dengan gemar bersedekah,” katanya.
Sedekah dilakukan tiap Jumat. Sedekah diberikan kepada anak yatim dan janda tidak mampu secara ekonomi. Menurutnya, selama bisnis dijalani, ia tidak pernah menghitung keuntungan. Yang terpenting, kata dia, modal tidak kekurangan.
“Di hati lebih nyaman. Lebih ringan untuk dijalani. Sedekah pun tidak terhitung, sehingga betul-betul merasakan nyaman saat bersedekah. Tidak eman,” ujarnya. Solokhin menambahkan, setelah lulus MTs, ia memang ingin mondok.
“Saya dulu memang ingin mondok. Kebetulan saya ikut mbah saya tadi. Saya hanya lulusan SD Serangan dan MTs Serangan. Kemudian, berlanjut belajar ngawula di pesantren Mbah Yai Makmun,”ujarnya.
Pada Hari Santri ini, Solikhin hanya bisa berbagi pengalaman usaha bisnis yang dijalaninya. “Jangan pernah berputus asa. Jalani usaha dengan tekun, selalu banyak sedekah, serta perbanyak baca salawat nabi,”pesannya. (hib/aro)