RADARSEMARANG.COM – Para atlet yang dulu berjasa membawa medali dan nama harum Jateng, ternyata seindah nasibnya kini. Sekadar untuk menceritakan kejayaannya dulu saja, banyak yang tak percaya. Sebagaimana dialami Markus Tugiman atlet sepeda asal Semarang yang terpaksa menjadi tukang rosok.
Senyum mengembang terpancar di wajah Markus Tugiman ketika RADARSEMARANG.COM mengunjungi rumah sederhananya di Kampung Tanggungrejo, RT 1 RW 5, Kelurahan Tambakrejo, Gayamsari, Kota Semarang. Kala itu, Tugiman -sapaan akrabnya- sedang mencari rosok di polder tambak. Kemudian oleh anaknya dijemput ke rumah.
Dari penampilannya yang lusuh, tak ada yang mengira jika Tugiman ini mantan atlet balap sepeda. Bahkan, banyak orang menertawainya ketika ia bercerita tentang keberhasilannya sebagai seorang atlet. “Orang-orang gak percaya. Karena kenal saya sudah jadi tukang rosok begini,” katanya sedih.
Atlet balap sepeda yang berjaya tahun 1980-an ini harus ikhlas menerima takdir dan nasibnya kini. Jari jemarinya hampir habis digerogoti kusta. Tak sekuat dulu, jemarinya mantap memegang stang sepeda.
Sembari mengingat masa jayanya, Tugiman dulu pernah mendapatkan banyak tawaran beasiswa. Mulai beasiswa pelajar hingga beasiswa atlet. Tapi Tugiman memilih tawaran membela Jateng dalam PON 1984. Sayangnya, tawaran itu tak pernah jadi kenyataan.
Bahkan sepeda satu-satunya yang dibelikan KONI dibawa kabur oleh mekaniknya. “Itu bukan sepeda baru. Onderdilnya dari sponsor,” kata mantan atlet balap sepeda yang kini berusia 62 tahun.
Adapun kusta yang menggerogotinya, mulai terasa 1987. Akibat bergulat dengan tumpukan sampah dan botol plastik bekas. Selain itu, ia juga sering tak ingat waktu ketika bekerja di tambak milik orang. “Saya nggak tahu kalau saraf saya mati rasa dan gak kuat dengan aktivitas yang saya lakukan,” terangnya.
Benar. Ini adalah Tugiman mantan atlet sepeda yang kini jadi tukang rosok. Ia pun tak lagi bisa memegang stang sepeda. Tangannya kini lebih banyak untuk memilah dan memilih botol plastik.
Dengan tubuh yang tak lagi bugar dan penglihatan yang mulai samar, Tugiman pernah jaya sebagai atlet pada 38 tahun silam. Prestasi gemilangnya meraih medali emas Pekan Olahraga Daerah (Porda) Jateng 1983.
Ia juga pernah mendapat dua perak pada Pra PON di tahun yang sama. “Saya juga pernah ikut ajang Tour de Jawa rute Jakarta-Surabaya,” jelas atlet seangkatan Fani Gunawan ini.
Sejak sepedanya raib, Tugiman mengaku frustasi. Ia kecewa dan tak kuasa meminta bantuan sepeda. Sejak berhenti jadi atlet, ia bekerja serabutan. Dari tukang becak hingga tukang rosok dilakoninya.
Kemudian tahun 1987, kusta menyerang dirinya. Selama lebih 6 tahun, Tugiman tak tahu penyakit apa yang dideritanya. “Pas tahun 90-an itu saya dibantu Yayasan Ronggowarsito buat pengobatan,” ungkapnya.
Kini, pria paruh baya itu menghabiskan masa tuanya bersama istri, Ngatinah, dan ketiga anaknya. Sederet piagam, medali, dan penghargaan yang pernah diraihnya beberapa ada yang raib. Tak selamat karena rumahnya diterjang banjir. “Sekarang cuma 6 piagam ini saja yang selamat,” katanya sambil menunjukkan piagam. (cr8/ida)