RADARSEMARANG.COM – Meski pemanfaatan perdagangan digital atau online belum maksimal, para pedagang mi dan bakso tetap menyediakan sistem penjualan secara digital. Apalagi sudah mendapatkan pendampingan dari Bank Indonesia dan Link Aja.
Perdagangan digital tetap diperlukan seiring perkembangan teknologi informasi yang pesat selama masa pandemi Covid-19 ini. Apalagi penyediaan sarana prasarana digital ini gratis, simpel atau tidak ribet, tentu banyak pedagang yang memanfaatkannya.
“Saya yakin suatu saat nanti mereka akan menggunakannya,” kata Ketua Asosiasi Pedangan Mie dan Bakso (Apmiso) Jateng Lasiman, 62, kepada RADARSEMARANG.COM.
Kebetulan, Lasiman baru saja pulang dari Jakarta bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membicarakan hal yang sama. Yaitu nasib para pelaku UMKM. Ia yang juga menjabat sebagai wakil ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) mengatakan, digitalisasi ini sudah berjalan. UMKM sekarang kalau ingin terus bertahan dan berkembang harus mengikutinya.
“Pilot project digitalisasi UMKM ini dimulai dari Kota Semarang,” kata Lasiman. Bahkan, Kamis (17/6/2021) lalu, Apmiso, Deputi Bank Indonesia, Kepala Wilayah Bank Indonesia, dan Wakil Wali Kota Semarang meresmikan penggunaan Quick Responses Code Indonesia Standar (QRIS) di gedung BI Jateng.
Menurutnya, QRIS atau penggunaan barcode sudah tersalurkan ke sekitar 600 anggota Apmiso di Jateng. Angka itu terus bertambah. Ia menargetkan 1.000 QRIS hingga September berakhir. “Namun dari 600 anggota Apmiso, belum ada 20 persen yang memanfaatkan QRSI secara optimal,” katanya.
Ternyata, jauh sebelum pemerintah gencar mengimbau digitalisasi UMKM, dirinya telah melakukannya. Meskipun atas bantuan anaknya. Lasiman yang sudah tidak berdagang di warung, memilih berdagang secara online di facebook, instagram, dan whatsapp. Semua itu sudah berjalan sebelum pandemi datang.
Bakso frozen dan daging segar kemasan yang ia produksi laris manis di pasaran. Anaknya yang berada di Cilacap menjadi adminnya. Menurutnya, berjualan online lebih enak dan praktis.
Semua bisa dilakukan kapanpun dan dari manapun. Selain berjualan, strategi marketingnya adalah open reseller juga. “Semua promosi dan keuangan yang mengurus anak saya. Saya hanya bagian produksi,” katanya.
Pada awalnya, ia juga heran ternyata seenak ini berjualan online. Anaknya yang di Cilacap, notabene jauh di sana tetap bisa menjualkan barang-barang bapaknya yang ada di Semarang. Dari situlah, keinginannya menumbuhkan percaya diri kepada para pelaku UMKM. Salah satunya pedagang bakso agar pelan-pelan beralih ke digital.
“Mereka harus mau belajar. Jangan gengsi minta bantuan ke orang lain. Anaknya kan juga bisa,” tutur laki-laki yang hobi memelihara ikan koi di rumahnya ini.
Namun tidak bisa dipungkiri, masyarakat masih banyak yang belum melek digital. Apalagi pedagang bakso konvensional. Kebanyakan mereka masih mengandalkan cara lama, apalagi pelanggan-pelanggannya kebanyakan sudah berusia lanjut. “Yang jelas, meski sekarang belum banyak digunakan, tapi ke depannya pasti dibutuhkan,” terang laki-laki yang juga wakil ketua UMKM se-Indonesia ini. (cr9/ida)