RADARSEMARANG.COM – Setiap pekerjaan ada risikonya masing-masing. Termasuk bagi para pekerja tower BTS (Base Transceiver Station) yang akrab dengan ketinggian dan risiko yang besar.
Dwi Santoso sudah bekerja di proyek pembangunan tower BTS selama 20 tahun sejak 2001 silam. Mulai dari kontraktor hingga pengawas pembangunan.
“Menjadi seorang pekerja tower BTS tidak boleh memiliki phobia ketinggian. Karena pasti akan bekerja di atas. Mulai dari membangun struktur tower sampai dengan install perangkat BTS (antena),” jelas pria 45 tahun itu kepada RADARSEMARANG.COM, Kamis (19/8/2021).
Pria kelahiran Semarang ini menuturkan, dalam bekerja harus menerapkan SOP (standard operation procedure) yang berlaku. Seperti memakai APD (alat pelindung diri) yang lengkap, meliputi helm, sabuk pengaman (safety belt), dan sepatu sesuai standar. Semua perlatan ini, tentu didukung pula dengan kondisi badan yang fit.
Tidak ada alasan khusus dirinya bekerja di proyek tower. Menurut suami Dwi Wahyuningsih ini, infrastruktur berupa tower BTS masih banyak dibutuhkan. Mengingat masih banyak daerah yang belum ter-cover sinyal selular. Sebab, dalam perkembangan dunia telekomunikasi, keberadaan tower BTS sangat penting sebagai sarana penunjang untuk memancarkan sinyal.
Sudah puluhan tower yang ia bangun dengan berbagai ketinggian. Jangkauannya pun sampai luar daerah Pulau Jawa. Terjauh yang pernah dibangun ada di daerah NTT. Sedangkan paling tinggi, Dwi berhasil membangun tower hingga 102 meter.
Namun yang paling menantang justru dirasakan ketika ia membangun tower di Kalimantan. Sulitnya akses transportasi ke lokasi dengan membawa rangka besi yang berat dan turun kabut, membuatnya harus mengeluarkan usaha ekstra. Belum lagi cuaca yang tidak menentu seperti pembangunan di daerah pegunungan.
Meski begitu, pembangunan hanya dilakukan saat cuaca baik. Karena besi merupakan bahan konduktor yang bisa menghasilkan aliran listrik jika cuaca sedang hujan disertai petir.
“Kita dilarang bekerja saat hujan, petir, dan setelah hujan. Sangat berbahaya. Karena tower BTS yang berbahan besi bisa mengalirkan listrik. Makanya kita lihat cuaca dulu. Sekiranya mendung, pekerjaan akan distop,” beber pria dua anak yang tinggal di Jalan Pandean Lamper IV, Peterongan, Semarang ini.
Dari pekerjaannya itu, Dwi memiliki banyak pengalaman lucu. Mulai dari ada alat yang lupa dibawa, sampai pernah tiba-tiba kebelet kencing atau BAB. “Terpaksa saya harus turun lagi,” katanya. (mg4/mg8/ida)