RADARSEMARANG.COM – Siang itu, Pasar Dargo cukup lengang. Tidak banyak orang berseliweran. Sebagian besar ruko tutup. Di bagian dalam pasar juga sepi. Padahal dulu bangunan itu menjadi sentra penjualan beras terbesar di Jawa Tengah.
Nugroho, 45, salah satu penyedia jasa angkut di sana bercerita, sekarang pasar memang terlihat sepi, dan banyak ruko mangkrak. Tapi beda kalau malam hari. Kawasan ini sekarang ramai. “Tapi ramai oleh karaoke dan mabuk-mabukan,” ucapnya sambil tersenyum.
Dikatakan, Pasar Dargo dulu adalah pusat jual beli beras terbesar di Jawa Tengah. Bangunan aset Pemkot Semarang ini mulai sepi sejak krisis moneter 1996. “Sebelum krisis, pasar ini penuh dengan hiruk pikuk transaksi jual beli. Mulai pedagang kecil hingga tengkulak beras besar berkumpul di sini,” katanya.
Banyak warga yang menggantungkan hidupnya dari bisnis beras ini. Mulai pemilik warung makan, penyedia jasa pikul, hingga jasa angkut mendapatkan cipratan rezeki dari Pasar Dargo
Namun sekarang kondisi bangunan pasar sangat memprihatinkan. Beberapa bagian pasar rusak termakan usia. Atap banyak yang bocor. Kotor dan kurang terawat.
Salah satu pedagang, Maria Sugiarti, 70, mengaku sudah puluhan tahun berjualan di Pasar Dargo. Diakui, pergantian lurah pasar tidak selalu membawa perubahan baik.
“Selama saya di sini, lurah pasar sudah diganti empat kali. Tapi ya itu, selalu ada perbaikan, eh nanti rusak lagi,” jelas Maria Sugiarti, pedagang sembako dan bumbon di lantai dua.
Wanita yang telah menjanda ini menggantungkan hidup dari berjualan di Pasar Dargo. “Meski saya cuma berdagang kayak gini, tiga anak saya bisa lulus sarjana semua. Mereka sudah berkeluarga, dan memiliki rumah sendiri,” katanya bangga.
Sekarang, ia tidak terlalu memikirkan berapa pendapatan yang akan diperoleh. Yang ia pikirkan hanyalah berkegiatan untuk mengisi masa tuanya. “Pasar sepi begini ya nggak apa-apa,” ucapnya pasrah.
Ia yang telah mengalami jatuh bangunnya Pasar Dargo mengatakan, pasar tersebut mulai sepi justru setelah dibangun menjadi dua lantai. “Dulu, waktu saya masih di lantai bawah, jualan saya lebih laris. Sekarang di atas ini ya malah tambah sepi, apalagi PPKM begini,” tuturnya.
Lantai dua Pasar Dargo terlihat tidak terawat, meskipun Maria mengaku setiap bulan dimintai uang kebersihan oleh petugas pasar. “Biasanya ya ditagih. Tapi saya nggak tahu kenapa dua bulan ini tidak ditagih,” tuturnya.
Ketika ditanya terkait revitalisasi pasar. Nugroho dan Maria menjawab sama. Mereka sama-sama tidak tahu perihal itu. Mereka hanya berharap Pasar Dargo yang dulunya berjaya dengan beras dan batu akik bisa berjaya kembali dengan pengelolaan yang lebih baik. Sehingga mengundang pembeli datang ke sana.
“Sekitar lima tahunan yang lalu, pasar ini menjadi sentra batu akik. Apalagi saat booming-booming-nya, pasar ini hampir dipenuhi penjual batu akik. Tapi sekarang yang bertahan tinggal sedikit. Ruko yang di lantai satu yang tengah juga nyaris kosong semua,” jelas Nugroho.
Berdasarkan pengamatan koran ini, di lantai dua tersisa 2 penjaja batu akik. Sedangkan di lantai satu masih ada sekitar 10 ruko yang berjualan batu akik. Di bagian pasar lain, lebih banyak dipenuhi oleh penjual sayuran, buah, dan sembako. (cr9/aro)