31 C
Semarang
Sunday, 22 June 2025

Kadang Ada Dua Tamu, Kadang Kosong Blong

Hotel-Hotel Melati Bertahan di Tengah Pandemi

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Selama pandemi Covid-19, banyak hotel-hotel berbintang di Kota Semarang kelimpungan. Ada yang tutup, merumahkan karyawan, hingga memotong gaji karyawan. Kondisi hotel-hotel kelas melati, guest house, dan losmen juga tak jauh beda. Sepi tamu dan minim pemasukan. Lalu, bagaimana mereka bisa bertahan?

Hotel Arjuna terletak di bilangan Jalan Imam Bonjol, Semarang Utara. Usia hotel ini sudah cukup tua. Didirikan pada 1937 atau sudah berusia 84 tahun. Hotel ini  masih mempertahankan bangunan kuno khas peninggalan Belanda.

Hotel yang dulu bernama Midden Java Hotel ini kali pertama dikelola oleh keluarga Hardono. Namun sejak Hardono meninggal, pengelolaan hotel dilanjutkan oleh Hj. Tasmirah, yang tak lain adalah istri Hardono. Generasi penerus selanjutnya adalah Eddy Prihartono. Hingga kini, Eddy yang memegang kendali pengelolaan hotel yang dulu bernama Losmen ASRI tersebut.

Hotel yang memiliki 27 kamar ini, selama pandemi memang kondisinya memprihatinkan. Jumlah tamu merosot tajam. “Sejak ada pandemi, jumlah tamu turun, apalagi selama PPKM Darurat. Turunnya lebih dari 60 persen,” ungkap Sardi, 60, salah seorang karyawan kepada RADARSEMARANG.COM.

Dari 27 kamar tersebut, saat ini rata-rata hanya terisi dua kamar saja. Bahkan, terkadang kosong blong. Padahal dulu Hotel Arjuna ramai pengunjung dari berbagai kota. Termasuk orang-orang yang bepergian dan pedagang Pasar Johar. Alasan menginap di hotel ini karena letaknya strategis. Dekat Stasiun Poncol dan Pelabuhan Tanjung Emas. “Sekarang kami cuma bertahan aja, daripada tutup. Alhamdulillah sedikit-sedikit masih bisa bekerja,” tutur Sardi pasrah.

Selama pandemi, pihaknya tidak memberlakukan persyaratan khusus. Tamu hanya diminta untuk taat menerapkan protokol kesehatan (prokes). Hotel Arjuna juga membatasi hunian kamar yang hanya boleh 50 persen saja. “Berdoa saja,  semoga Indonesia cepet pulih, bisa kembali normal lagi,”  harap  Irin, 41, karyawati Hotel Arjuna.

Hotel kelas melati lainnya yang masih bertahan di tengah pandemi adalah Hotel Sriwijaya Semarang.  Hotel tiga lantai ini telah beroperasi sejak 1996. Pemiliknya adalah Tiyanto. Namun kini pengelolaan Hotel Sriwijaya dialihkan kepada anaknya, Sandy Kristanto.

Beberapa kali Sandy berkunjung untuk mengontrol kondisi hotel. Namun sekarang ia mempercayai pihak manajer sebagai tangan kanannya. “Kurang lebih sudah tujuh tahun dikelola oleh anaknya,” ujar Arifin, salah satu karyawan  saat ditemui RADARSEMARANG.COM.

Diakui, pandemi telah memporak-porandakan bisnis hotel.  Termasuk dialami Hotel Sriwijaya. Sejak adanya pandemi,  terjadi pengurangan jumlah karyawan. Dari yang tadinya berjumlah 25 orang, kini tinggal 10 orang. Beberapa orang memilih resign karena pandemi, dan ada yang memilih bisnis sendiri. Jumlah tamu juga tidak menentu, bahkan pernah kosong tanpa ada tamu.

“Tamu sebelum pandemi cukup ramai, apalagi letaknya juga strategis. Kalau pun ada, sekarang kalah dengan hotel berbintang. Karena tarifnya rata-rata sudah diturunkan. Selisihnya jadi nggak banyak dengan hotel melati,” kata pria yang mengaku sudah 17 tahun bekerja di Hotel Srwijaya ini.

Arifin mengaku, hotel kelas melati ini masih tidak tersedia booking secara online seperti penginapan lainnya. Praktis, jika akan menginap di Hotel Sriwijaya, tamu harus datang langsung. “Untuk yang sudah langganan, biasanya menghubungi pihak hotel.”

Diakui, dari tiga lantai yang ada, sekarang yang beroperasi hanya dua lantai. Sedangkan kamar di lantai tiga, sudah mangkrak akibat tidak dilanjutkan renovasi. Kini, dari 41 kamar, yang masih dijual sekitar 18 kamar. Yakni, 11 kamar di lantai dua, dan 7 kamar di lantai dasar.“Lantai tiga sempat dilakukan renovasi, namun setelah Tiyanto meninggal, kini dibiarkan begitu saja, dan tidak dilanjutkan renovasi oleh anaknya,” ujarnya.

Pemilik Hotel Sriwijaya sendiri memiliki beberapa hotel melati lainnya yang masih beroperasi sampai sekarang, di antaranya hotel di Jalan Indraprasta yang kini berubah nama menjadi Hotel De Jardin, hotel di Terboyo, serta hotel di Bandungan. “Selama pandemi tarif hotel kami masih sama, antara Rp 110 ribu hingga Rp 250 ribu per malam,” katanya.

Guest House Fastabiq di Jalan Teuku Umar kini tutup akibat pendemi. Rencananya, lantai 2 akan dijadikan rumah kos.(MAYDI/FIRA/RADARSEMARANG.COM)

Dari Guest House Jadi Rumah Kos

Guest House Fastabiq yang terletak di Jalan Teuku Umar kini tutup akibat pendemi.  Penginapan yang berdiri sejak 1995 ini mengalami kerugian besar sejak pandemi, hingga akhirnya memilik tutup pada Februari 2020. Setiap bulan, pengeluaran mencapai Rp 10 juta. Padahal tidak ada tamu seorang pun. Guest house yang berdiri di lahan seluas 800 meter persegi ini rencananya akan disewakan atau dijual.

“Kita tidak menerima tamu sejak awal pandemi. Mungkin mulai bulan depan kita sudah tidak menjadi guest house lagi. Kita mau cabut izin guest house-nya. Jadi guest house ini mau disewakan atau dijual,” ujar Setya, pengelola Guest House Fastabiq.

Guest House Fastabiq telah memutuskan untuk bekerja sama dengan cool kost selama 3 bulan untuk lantai 2. Dan untuk lantai 1 rencananya akan dibuat coffe shop, kantin, ataupun twibbun nabawi.

“Untuk sementara ini, lantai 2 mau bekerja sama dengan cool kost, untuk rumah kos. Kos ini terutama untuk karyawan dan sebagian untuk mahasiswa,” ujar Daniel Muhamaad Rosyid, pemilik Guest House Fastabiq.

Guest house yang mempunyai 13 kamar ini, sejak awal pandemi, tamunya semakin sepi. Sebaliknya, pengeluaran semakin membengkak, namun tidak ada pemasukan. Pemilik guest house memutuskan untuk menyewakan bangunan tersebut.

Sebelum pandemi, pada 2017, Guest House Fastabiq pernah terdaftar sebagai Hotel Red Doorz. Tapi, bukannya untung, tapi malah buntung. Pengeluaran Guest House Fastabiq semakin tinggi. Kurang dari setahun, akhirnya melepas Red Doorz dan tidak terdaftar lagi.

“Sejak ikut Red Doorz tahun 2017 itu istilahnya nombok. Selama kurang lebih setahun, akhirnya kita lepas,” ujar Setya.

Guest house yang pernah mengalami kejayaan pada 2011 silam ini pada awalnya mempunyai 13 karyawan. Yakni, bagian resepsionis 5 orang, office boy 5 orang, juru masak 2 orang, dan seorang manager. Namun akibat pendemi, akhirnya 11 karyawan dirumahkan dengan pesangon Rp 10 juta per orang. Karyawan yang ditahankan sampai saat ini hanya dua orang, yaitu pengelola guest house dan juru masak. (mg1/mg2/mg4/mg3/mg5/mg7/aro)

 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya