RADARSEMARANG.COM – Tanaman hias di masa pandemi Covid-19 cukup diminati. Terlebih tanaman hias daun, mulai dari Monstera, Pilodendron, hingga Aglonema. Apalagi kalau warna daunnya unik, semakin disukai. Makanya, beberapa orang melakukan inovasi suntik daun untuk mendapatkan warna yang diinginkan.
Kalau sudah suka dan hobi dengan keunikan tanaman, harga tak jadi soal. Meski menguras kantong, dibandrol ratusan ribu rupiah hingga jutaan rupiah, tak jadi soal.
Tanaman Monstera misalnya, diburu para pecinta tanaman atau kolektor tanaman. Terutama yang memiliki dua varian warna seperti separuh hijau dan separuh putih, dibanding satu warna dominan hijau. Nah, untuk menciptakan warna dalam daun, ternyata ada tekniknya. Yaitu dengan menyuntikkan obat warna.
Penjual tanaman di Jalan Soekarno-Hatta Kota Semarang, Sutrisno menjelaskan tujuan menyuntikkan pewarna untuk menghasilkan warna lain. Namun sejauh ini, baru warna putih saja. Untuk warna lain belum keluar. “Yang disuntik batangnya biar menghasilkan perpaduan warna. Jadi nanti separuh warna putih, separuh hijau, bukan corak-corak,” jelasnya pada RADARSEMARANG.COM.
Namun, dalam prosesnya tidak langsung berubah warna secara permanen. Dalam sebulan, harus disuntik dua kali. Bahkan, proses agar warna bisa permanen setidaknya membutuhkan waktu setahun.
Sutrisno mengatakan, meski terbilang lebih mahal, peminat jenis ini memang banyak. Karena dinilai lebih indah. Untuk perbandingan, harganya pun cukup jauh. Jika tanaman dengan warna daun hijau saja dijual Rp 450.000, jika memiliki dua warna yaitu hijau dan putih, harganya pun lebih mahal. Bahkan, metode penjualannya berubah menjadi per daun.
“Kalau ada warna putih bisa berlipat, sampai jutaan. Pas dijual itungannya jadi per daun. Satu daun harganya Rp 750.000. Makanya ada yang pakai metode suntik daun karena memang lebih mahal,” ungkapnya.
Meski begitu, ia tak menggunakan metode penyuntikan ini. Hanya menjual saja dari supplier. Menurutnya jenis ini sangat jarang alias langka. Saat didatangi wartawan koran ini di kiosnya, Sutrisno mengaku sedang tidak memiliki jenis tersebut. “Yang membudidayakan ada di Bogor. Kalau saya jual saja, jadi gak begitu paham,” tambahnya.
Terpisah, pemilik Semarang Hijau Daun, Diana mengaku tidak menggunakan metode suntik daun dalam tanaman hias Pilodendron yang dijualnya. Menurutnya hal tersebut akan mengurangi kepuasan pelanggan karena warna tanaman yang dihasilkan tidak asli. Bagi para kolektor, tentunya akan mengetahui perbedaan antara warna asli dengan hasil suntikan. “Orang awam gak paham, tapi kolektor tahu. Kalau disuntik itu kelihatan, warna putihnya gak murni atau alamiah. Ngeblock gitu,” ujarnya.
Selain itu, jika belum permanen, warna semula akan balik lagi atau memudar padahal sudah harus dipasarkan. Nah, hal inilah yang ia khawatirkan. Menurutnya, cara penyuntikkan ini digunakan untuk membuat harga lebih mahal. Sebab, dibanding daun satu warna, tanaman dengan dua warna memang lebih diminati. Meski begitu, para pelanggannya lebih memilih membeli warna asli daripada menggunakan variasi suntik.
“Yang saya khawatirkan, ya kalau dikomplain customer. Kan sifatnya sementara. Kalau gak paham caranya nyuntik dan pengobatannya, warnanya juga gampang pudar. Nanti customer bingung, kok berubah. Jadi saya gak buat seperti itu sih,” ujarnya. (ifa/ida)