RADARSEMARANG.COM – Paw Friends Family adalah komunitas di Kota Semarang yang konsen pada pemeliharaan hewan anjing dan kucing. Komunitas ini telah menggandeng pengacara, jika menemukan oknum melakukan tindak penyiksaan kedua jenis hewan tersebut.
Yufi Ananta sengaja menamanya komunitasnya paw yang berasal dari bahasa Inggris. Paw artinya tapak kaki anjing. “Jadi istilahnya dari empat tapak kaki itulah,” kata ketua Komunitas Paw Friends Family yang akrab disapa Ananta kepada RADARSEMARANG.COM, Sabtu (12/6/2021) kemarin.
Komunitas ini terbentuk sejak dua tahun lalu, 2019 silam. Bermula dari hobi dan rasa yang sama dengan rekannya. Yakni, kerap merasa kasihan melihat hewan anjing dan kucing di jalanan. “Kami membentuk komunitas ini, bermula dari banyaknya orang yang tiba-tiba lapor ke kami. Banyak hewan anjing atau kucing tertabrak kendaraan,” tuturnya.
Selain itu, banyak anjing dan kucing di jalanan yang tidak terurus dengan baik. Banyak juga anjing piaraan yang hilang. “Pemiliknya minta bantuan kami untuk mencarikan dan menginfokan ke media sosial. Mulai dari situ, saya rasa, kami harus punya komunitas yang resmi,” katanya.
Meski begitiu, anggotanya yang resmi bari lima orang dari kalangan pekerja. Meski begitu, banyak rekan Ananta yang turut membantu. Awalnya, komunitas ini lebih fokus ke hewan anjing. Tapi sekarang merambah ke hewan kucing. “Saya memiliki hewan peliharaan sendiri, tiga anjing. Cuma kalau lainnya rescue semua,” ujarnya.
Pihaknya selalu memberikan edukasi terhadap orang-orang yang mengadopsi hewan peliharaan. Yakni memelihara hewan itu tidak mudah. “Tidak hanya diperlukan kesiapan pribadi, tetapi kesiapan keluarga. Sebab, tidak semua keluarga bisa menerima peliharaan hewan anjing. Kalau dari keluarga ada yang tidak suka, nantinya susah,” ujarnya.
Tak hanya kesiapan dan waktu, tapi harus menyisihkan dana untuk biaya pemeliharaan, termasuk kesehatan. “Misalnya ketika anjing sakit, biaya pemeliharaan dan pengobatan itu tidak murah. Jadi kita seleksi ketat,” tegasnya.
Ananta membeberkan, sebelum memberikan hewan yang dia temukan kepada owner-nya, terlebih dahulu melakukan survei ke rumah, termasuk lingkungan. Ketika rumah aman untuk pemeliharaan anjing, belum tentu lingkungan ramah. Kalau lingkungan tidak mendukung, pihaknya tidak memberikan anjing tersebut. “Kalau lingkungan mendukung, ada proses panjang. Harus memenuhi syarat utama, anjing yang kami kasihkan wajib divaksin. Kami arahkan ke klinik, sehingga memantaunya lebih mudah. Bahkan harus menandatangani surat perjanjian juga,” sambungnya.
Surat perjanjian itu, penting. Untuk menjerat secara hukum jika pemiliknya melakukan pelanggaran, bisa dilaporkan ke kepolisian. “Intinya kalau tidak mau merawat dengan baik, anjing akan kami ambil balik. Kalau ada indikasi penyiksaan, akan kami proses secara hukum,” tegasnya.
Menurutnya, kendala dalam pemeliharaan hewan adalah segi ekonomi. Saat pandemi Covid-19 ini. banyak orang membuang anjing peliharaannya. Rata-rata beralasan karena kesulitan ekonomi. “Sebenarnya kami sangat respect kepada owner, ketika tidak mampu merawat, melimpahkannya ke orang lain. Tapi ada yang tidak mampu merawat, terus dibuang begitu saja,” keluhnya.
Sejauh ini, pihaknya telah melaporkan warga ke kepolisian beberapa kali terkait dugaan penyiksaan hewan anjing. Hanya saja, kasus tersebut selesai dengan cara kekeluargaan. “Ada sekitar empat kali. Biasanya berhenti di tengah jalan, karena proses kekeluargaan. Kasus penyiksaan hewan ini masih lemah penanganannya,” ujarnya.
Di surat perjanjian, pihaknya juga melarang pengdopsi hewan memberikan makanan sisa kepada anjing. Alasannya, anjing tidak suka makanan yang tercampur dengan bumbu masakan. “Dog food paling cocok, kami sarankan rebusan daging dan nasi tanpa dicampur bumbu. Itu cukup,” jelasnya.
Diakuinya, anggota komunitas memiliki peran masing-masing. Meskipun sebagai ketua komunitas, Ananta aktif turun ke lapangan mengurusi uang donasi. “Ada bagian yang mendistribusikan bantuan pakan. Karena kami menghidupi shelter mini, untuk menampung hewan anjing dan kucing jalanan,” katanya.
Pihaknya mengakui belum menggandeng instansi terkait untuk bersama-sama menjaga kelangsungan dan kesehatan hewan tersebut. Namun demikian, beberapa waktu lalu sudah menggandeng kuasa hukum. “Kemarin ada pengacara yang bersedia membantu kami, jika ada temuan kasus terkait penyiksaan hewan,” katanya.
Selama pandemi Covid-19, diakuinya, jarang ada yang mengadopsi hewan. Justru banyak ditemukan anjing dan kucing terlantar di jalanan. “Orang menengah ke atas lebih suka membeli dan memelihara anjing ras yang mahal. Tidak mau mengadopsi anjing dari rescue,” katanya.
Meski kepeduliannya kuat, Ananta tetap melakukan seleksi terhadap anjing dan kucing jalanan. Kalau kondisinya tidak sehat, akan diambil dan dilakukan pemeriksaan serta pemeliharaan. “Kalau masih sehat, kami biarkan. Ini karena kemampuan kami terbatas banget,” jelasnya.
Pihaknya berharap, masyarakat semakin pintar dalam memelihara hewan kesayangannya. Sejauh ini, permintaan mengadopsi hewan anjing dan kucing terbanyak justru dari Jakarta dan Bangka Belitung. Namun dirinya kerap tidak memberikan ke adopter yang lokasinya jauh, karena susah melakukan pemantauan. Tapi akan memberikan ke adopter jauh, jika ada rekomendasi dari rekan-rekannya. “Lebih memilih yang sudah tahu kualitas calon adopter,” katanya.
Terkait permasalahan hewan aniing yang disembelih untuk sajikan makan, Ananta telah berkoordinasi dengan komunitas lain untuk berjuang secara hukum. Yakni meminta pemerintah menerbitkan peraturan daerah (Perda) terkait larangan mengonsumsi daging anjing. “Seharusnya anjing tidak untuk dikonsumsi,” pungkasnya. (mha/ida)