RADARSEMARANG.COM, Tetap produktif menulis buku telah menjadi kebiasaan dan mendarahdaging bagi Kepala Perpustakaan SMAN 2 Demak Murti Wahyu Hendrati. Dalam kondisi sakit atau kurang enak badan pun, Murti tetap memanfaatkan waktunya untuk menulis. Minimal menulis puisi di media sosial (medsos).
Saat ditemui di SMAN 2 Demak, Murti antusias bercerita soal dunia tulis menulis yang ditekuni sejak sekolah dasar (SD) tersebut. Perempuan kelahiran Demak, 31 Mei 1968 ini memiliki talenta dan bakat dalam menulis. Dalam kondisi apapun, tetap menulis. “Saat saya sakit dan sedang diinfus di rumah sakit pun tetap menyempatkan menulis di medsos dengan handphone (HP). Pegang HP sambil diinfus. Rasanya kalau tidak menulis merasa ada yang kurang,” ujar istri Isroni dan ibu dari Fajar Bagaskara dan Oasis Saharani ini.
Di usianya yang menginjak 53 tahun ini, Murti telah menghasilkan lebih dari 15 buku. “Yang menulis hasil karya sendiri ada sekitar 10-an buku. Sisanya menulis bareng teman yang lain,” katanya.
Antara lain buku berjudul Pelangi di Langit Jingga, Warna-Warni Hidupku, Kutitipkan Segenggam Rindu, Cermin Hitam Putih Hidupku, Renjana di Ujung Senja, Rinduku Terdampar dan lainnya. Buku lain sedang dalam penggarapan dan menyusul untuk diterbitkan. Termasuk buku memoir atau buku kenangan untuk mantan Bupati HM Natsir. Buku yang difasilitasi Dinas Perpustakaan Daerah tersebut masih dalam proses penulisan.
Dia menuturkan, tradisi menulis yang dijalani merupakan hasil didikan kedua orangtuanya, (alm) Tarmono –seorang polisi– dan Murtinah –kepala SDN Karangsari, Karangtengah– saat itu. “Kebetulan saya anak tunggal sehingga orang tua saya memberikan fasilitas buku buku untuk dibaca di rumah. Tujuannya, agar saya tidak bermain di luar rumah. Ya seperti dikurung. Tapi, saya justru banyak membaca dan menulis. Sehingga sejak SD saya sudah otodidak menulis,” kata dia.
Meski sekarang masih produktif menulis buku, namun ia memiliki kendala terkait kesehatan, utamanya dibagian penglihatannya. “Kedua mata saya ini kan ada gangguan semacam glukoma. Penglihatan pun terbatas. Sehingga kalau menulis selain di laptop ya di HP. Yang ada cahayanya. Ini supaya saya bisa melihat tulisan dengan baik,” jelasnya.
Apa yang dilakukan dalam tulis menulis tersebut kerap menjadi inspirasi bagi guru guru yang lain, utamanya yang tergolong masih muda. “Setiap saya memberikan motivasi, saya sampaikan bahwa saya saja yang loro wae (sakit-sakitan, red) masih tetap menulis. Selain mata, saya pernah sakit ginjal dan tensi tinggi. Pernah juga mengalami pendarahan. Tiap bulan pun harus transfusi darah. Bahkan, kandungan saya pun telah diangkat. Meski begitu, yang saya rasakan memang kalau tidak menulis kayaknya ada yang kurang,” imbuh Murti.
Menulis, baginya, tidak sekadar bakat. Namun, menulis adalah passion atau sebuah gairah dan keinginan kuat untuk mengekspresikan potensi yang ada agar tersalurkan dengan baik. Menulis baginya memiliki fungsi rekreatif. Menulis ibarat minuman berenergi yang mengandung multivitamin dosis tinggi.
Dulu, ia suka menulis roman dan puisi. Bahkan, beberapa tulisan ia terbitkan dalam kumpulan puisi dan cerita. “Dulu saya sempat berhenti menulis karena fokus menata ekonomi keluarga. Namun, ketika anak kuliah dan suka menulis, saya tidak mau kalah. Akhirnya, saya terpacu untuk menulis lagi sampai sekarang,” papar Murti yang mengawali karirnya sebagai guru SMA Mranggen 1 dan SMA Pembangunan Mranggen sejak Juli 1996 ini.
Sebagai guru yang memegang jabatan di bagian perpustakaan sekolah, ia berharap siswa mampu menulis dengan baik. Dengan demikian, perpustakaan sekolah akan dipenuhi oleh karya para siswa dan guru guru yang produktif menulis. Gerakan literasi ini akan terus digelorakan termasuk melalui pelatihan pelatihan. “Kita akan berkolaborasi dengan guru yang lain untuk kebih produktif menulis buku,” ujar pengelola Pustaka Kalijaga Smanda Demak ini. (wahib.pribadi/ton)