31 C
Semarang
Tuesday, 15 April 2025

Suka Angkat Tema Perempuan dan Anak

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Menulis buku bagi Ikha Mayashofa Arifiyanti adalah sebuah talenta yang dicita-citakan. Sejak SMP ia telah rajin membaca dan menulis. Kisah-kisah atau cerita lawas beraroma roman pun dilahap, seperti cerita atau kisah Siti Nurbaya. Perempuan kelahiran Demak, 14 Mei 1980 ini mulai mengasah potensinya dengan menulis puisi.

Awalnya, ia teringat saat diminta temannya untuk membantu membuatkan puisi untuk pacar temannya itu. Saat itu pula potensi menulis terus diasah sampai sekarang. Sejumlah buku telah dihasilkan sebagai karya monumental. Sudah lebih dari 10 buku ia tulis. Ada yang ditulis sendiri. Ada pula yang ditulis bersama penulis lain.

Antara lain, buku antologi karya bersama Selendang Mayang, Short Stories from Around the World (2017). Kemudian, Sketsa Wajah Ibu: Canvas of Unconditional Love (2017). Dzikir Ilalang (2017), Afeksi Candu (2017), Musikalisasi Katak dan Rintik Hujan (2017), Esensi (2017), Repertoar Perempuan (2018), Melodi Tak Bersuara (2018), Ini Bangsa juga Punya Saya: Antologi Cerpen Kebangsaan (2019), Pekasam (2020), Mengeja Semesta: Perempuan, Bumi, dan Cakrawala (2020).

Buku lain, Kisah Para Munshi : Antologi Cerpen Agupenda (2020), Antologi Esai JIlid 2 (2021). Selain antologi bersama, dua buku single yang ditulisnya adalah kumpulan puisi Yang Terhimpun dari Yang Terserak (2019) dan novel berjudul Cahaya untuk Aditya (2019) dan tulisan artikel lainnya.

“Saat kuliah S1 di jurusan pendidikan sastra saya mulai menulis esai. Di antaranya esai tentang karya Umar Kayam yang berjudul Para Priyayi. Mulai itupula, saya makin percaya diri suka menulis. Meskipun tulisan saya tidak berhasil masuk media, tapi saya tetap senang menulis,” ujar guru Bahasa Indonesia MTsN 3 Demak penerima beasiswa S2 yang aktif dalam Perkumpulan Guru Madrasah Penulis (Pergumapi) dan Asosiasi Guru Penulis Kabupaten Demak (Agupenda) ini.

Tekadnya menekuni kepenulisan juga berkat dorongan atau motivasi dari temannya saat kuliah S2 Studi Ilmu Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada (UGM), Jogjakarta di 2011. Enung namanya. Asal Jawa Barat. “Dia minta agar saya mau menulis,” kata Ikha yang tinggal bersama keluarga di Kampung Sampangan, Kelurahan Bintoro, Kota Demak ini. Dua tulisan cerpen pun dikirim ke ASEAN Women Writers Association (AWWA). Tulisannya diterima setelah dilakukan seleksi ketat.

Ikha cenderung lebih suka menulis tema-tema perempuan dan anak. Tulisan itu ia kemas ala bahasa sastrawi. Misalnya, ia menulis tentang Abi Praya yang mengisahkan anaknya penyandang disabilitas dan lahir prematur. Anak tersebut mengalami cacat bawaan sejak lahir. “Saya pun akhirnya suka menulis yang melow melow seperti itu,” kata penerima penghargaan sebagai pegiat literasi Kabupaten Demak ini. Buku lain yang ditulis adalah Rengsa. Berkisah tentang ibu yang ditinggalkan anaknya karena bekerja di luar kota.

Ikha menambahkan, menulis baginya yang berprofesi sebagai guru, satu sisi memang sebuah kebutuhan untuk pengembangan kompetensi, termasuk syarat kenaikan pangkat atau jabatan. Namun, di sisi yang lain, menulis itu sebuah kesukaan atau hobi. “Saya ini kalau mengungkapkan bahasa verbal ada kesulitan sehingga lebih banyak saya ungkapkan melalui tulisan,” ujar fasilitator pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) Kementerian Agama (Kemenag) RI ini.

Berkat ketekunan Ikha dalam dunia tulis menulis dan selaku guru, setidaknya patut dibanggakan. Sebab, ia berhasil membimbing dan mengantarkan anaknya, Giza Arifka Putri, memenangi beberapa even lomba karya tulis ilmiah. Di antaranya, juara 1 nasional lomba menulis cerita pada 2013. (wahib.pribadi/ton)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya