31.4 C
Semarang
Wednesday, 8 October 2025

Difabel Harus Diberi Kesempatan Bergabung di Sekolah Umum

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Meski menjadi penyandang tunanetra, Ujang Kamaludin menjadi guru di sekolah umum. Dia mengajar mata pelajaran agama di SMKN 1 Salam, Kabupaten Magelang.

Ditemui RADARSEMARANG.COM di ruang kerjanya Jumat (30/4/2021), Ujang mengaku bercita-cita menjadi guru sejak belia. Menurut Ujang, menjadi guru rasanya nikmat.  “Menjadi guru kan strategi untuk memelihara agar ilmu tidak hilang,” tuturnya.

Terhitung sejak Januari 2014, ia dipercaya menjadi guru di SMKN 1 Salam. Dia nglaju dari tempat tinggalnya di Sleman, Jogjakarta. Sang anak yang biasa mengantarnya sampai sekolah.

Ujang tidak merasa kesulitan mengajar di sekolah umum. Malah, lebih sulit mengajar di sekolah luar biasa.  “Mengajar di SLB malah sulit karena saya tidak bisa berkomunikasi dengan teman tuli,” ujar pria yang pernah mengajar di SLB Maarif ini.

Hanya saja, di masa pandemi Covid-19 ini Ujang memiliki tantangan baru. Dia harus beradaptasi dengan teknologi untuk melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Beruntung, di zaman yang teknologinya serba canggih ini, semua terasa lebih mudah.

Di masa awal PJJ, Ujang hanya bisa berkomunikasi melalui WhatsApp. Namun lambat laun, pria asal Bandung ini bisa menggunakan berbagai platform. Misalnya, Google Form dan Google Meet.

Sejauh ini, Ujang tidak menemukan kesulitan berati. Paling hanya terkendala  perkara aksesbilitas. Sebab setiap platform aksesbilitasnya tidak sama. Namun baginya, itu hanya persoalan bagaimana beradaptasi dengan teknologi. Hanya perkara jam terbang.

Meski kini bisa menggunakan berbagai media pembelajaran, Ujang tetap menggunakan WA sebagai sarana PJJ. Sebab, tidak semua siswanya memiliki akses teknologi yang lebih mumpuni. Ujang tidak ingin keterbatasan teknologi menghambat proses belajar anak didiknya.

Ujang memiliki mimpi terkait pendidikan inklusif. “Pendidikan itu tidak perlu eksklusif,” ujarnya. Menurutnya, pendidikan harus bisa dirasakan semua kalangan. Terlebih para difabel. Mereka harus diberi kesempatan. Kesempatan bagi difabel untuk bergabung di sekolah umum pun seharusnya tidak dimaknai hanya untuk siswa. Tetapi juga tenaga pendidik.“Lembaga pendidikan adalah miniatur masyarakat. Sangat plural. Kita harus saling menghargai dan saling mengerti perbedaan,” ujarnya mantap. (rhy/lis)

 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya