RADARSEMARANG.COM – Melihat dilema sampah yang menjadi persoalan menahun membuat istri Bupati Kabupaten Batang Uni Kuslantasih Wihaji tergerak mengurainya. Angannya berkata, persoalan sampah harus tertangani sejak di tingkat keluarga. Sebagai Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kabupaten Batang, Uni pun menggerakkan instansinya secara masif.
Sejak awal mendampingi suaminya menjabat, Uni acap kali melihat di pinggir jalan banyak bak sampah kosong. Sedangkan sampahnya berceceran di sekitarnya. Semula ia berpikiran positif, saat lewat sampah itu belum diangkut petugas kebersihan. “Ternyata pagi sampah masih ada, siang juga begitu, sore pun tetap ada,” ujarnya pada RADARSEMARANG.COM saat berbincang di Rumah Dinas Bupati Batang.
Menurutnya, sampah itu persoalan klise. Selalu dibahas dari tahun ke tahun, namun tidak ada penyelesaian yang benar-benar efektif. Sebagai ketua TP-PKK, ia merasa punya kesempatan menggerakkan ibu-ibu. Mereka dimobilisasi dari tingkat keluarga bersama-sama menangani sampah.
“Ini harus betul-betul berangkat dari rumah, menyadarkan dulu keluarga untuk pembiasaan melakukan pilah sampah. Harapannya bisa memunculkan perilaku buang sampah pada tempatnya, dengan gol perilaku peduli lingkungan,” imbuhnya.
Berawal dari keterbatasan dana untuk membuat taman pada program halaman asri, teratur, indah dan nyaman (Hatinya PKK). Ia berpikir, apa kira-kira yang bisa lebih cantik, lebih bagus, tetapi tidak memakan biaya lebih banyak. Akhirnya muncul ide membuat ecobrick.
Agustus 2020, ibu-ibu PKK se-Kabupaten Batang membuat 25.800 ecobrick, dikumpulkan dalam waktu dua bulan. Tiap kecamatan dijatah membuat 100 ecobrick. Puluhan ribu botol plastik tersebut disusun rapi menjadi kantin terbuka di kompleks Setda Batang. Kantin itu dilengkapi taman sayur-mayur dan tanaman obat tersebut disebut menjadi yang pertama di Jawa Tengah. “Saya safari ke 15 kecamatan untuk menyampaikan niatan membuat ecobrick itu. Kalau di desa ibu-ibu diberikan secara teori saja, mereka oh nggih, inggih, tapi tidak kepanggih. Saya berikan stimulus, berupa lomba ecobrick,” kata Uni.
Perlombaan yang dibuat tidak mengedepankan hadiahnya. Tapi keguyuban melakukan sesuatu bersama-sama. Itu dianggap akan memicu semangat tersendiri. Perlombaan dibuat dengan konsep berbagai macam bentuk hewan dari ecobrick. Juara ditentukan pada Oktober 2020. Pemenangnya adalah PKK dari Kecamatan Tersono. “Tahap berikutnya, saya meminta setiap kecamatan untuk membuat dua gapura dan taman dengan ecobrick. Pesertanya masih terbatas satu kecamatan maksimal dua desa yang mengikuti. Pemenang ditentukan pada akhir 2020,” ujarnya.
Tahun ini lomba ecobrick kembali digelar. Satu kecamatan diminta menggerakkan lima desa sebagai wakilnya. Mereka berlomba membuat gapura dan taman dari ecobrick. Dari tiga perlombaan itu, total 105 desa di Kabupaten Batang bergerak membuat ecobrick. Ibu-ibu diberdayakan secara maksimal. Mereka juga diedukasi memilah-milah sampah yang bisa digunakan.
Dari 105 desa itu, ada sekitar 70 ton sampah plastik termanfaatkan. Uni pun menargetkan tahun 2022 semua desa tergerak membuat ecobrick. Sementara desa di Kabupaten Batang ada 248 desa. “Ada juga desa yang ikut berinisiatif melombakan ecobrick hingga tingkat RT. Kegiatan itu dilakukan di Desa Kutisari, Kecamatan Gringsing. Total 29 RT mengikuti perlombaan tingkat desa tersebut,” terangnya.
Semangat ibu-ibu ternyata melebihi ekspektasinya. Ia tidak memasang target yang memberangkatkan. Yaitu satu rumah satu botol dalam sebulan. Ternyata malah ada yang membuat 10 sampai 12 botol ecobrick. Ia mengkalkulasi, 70 persen sampah keluarga bisa ditekan berkat pembuatan ecobrick.
Ke depan, Uni masih memikirkan cara agar ecobrick itu bisa bernilai jual. Misalnya, bentuk hewan bisa dijadikan hiasan, dan kursi dari ecobrick bisa dipasarkan. Harapannya ada inovasi lagi supaya ecobrick bisa bernilai jual lebih. Saat ecobrick sudah memiliki nilai jual, ibu-ibu akan lebih semangat. Bisa menghasilkan, menambahkan penghasilan keluarga. “Ini jadi PR, saya harus putar otak lagi, ini jangan sampai berhenti. Semangat Kartini bisa terimplementasi dengan semangat ibu-ibu untuk memperbaiki lingkungan,” tegasnya.
Selain dengan ibu-ibu PKK, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud). Agar menambah materi terkait ecobrick. Siswa bisa mengumpulkan sampah plastik bekas jajan, satu anak satu botol. “Pak camat itu sekarang kalau bersih-bersih, ada sampah plastik mau dibuang, ojo-ojo singkerke, buat ibuk,” guraunya. (yan/ton)