RADARSEMARANG.COM – Pandemi Covid-19 tidak membuat Umar Chusaeni berhenti berkarya. Tangannya masih terus memainkan kuas. Menggoreskan cat pada kanvas.
Selama pandemi, Umar mengaku punya ide-ide baru. Punya lebih banyak waktu luang pula. Karyanya selama setahun pandemi pun, lebih banyak ketimbang setahun sebelumnya.
“Setahun saya paling bikin 15-20 lukisan. Tapi pas pandemi lebih dari 20,” kata Umar ketika ditemui Jawa Pos Radar Magelang di Limanjawi Art House, galeri lukisan miliknya, Senin (18/4/2021) siang.
Umar sempat bikin pameran di galerinya pada 20 Desember 2020 hingga 20 Februari 2021. Pameran bertajuk “New World” itu diikuti 22 seniman dan menjadi momen pembuktian bahwa mereka tetap berkarya di masa pandemi.
Kini, Umar juga sedang ikut pameran di Jakarta. Dia mengirim dua lukisan. Umar tak ikut ke sana, masih pandemi. Dia tetap di rumah dan membuat lukisan lagi.
Ketika wartawan koran ini datang, Umar menunjukkan dua contoh lukisan yang belum rampung. Salah satunya, lukisan yang menggambarkan protokol jaga jarak pengunjung Candi Borobudur.
Sembari melukis, pria berkacamata ini bercerita banyak. Sebagai seniman, Umar mengaku tidak setiap saat bisa melukis. Ketika sedang tidak mood, dia tidak bisa menghasilkan karya.
Bagi Umar, seniman harus kreatif dalam berkarya. Melukis bukan sekadar memindahkan objek. Namun, harus menciptakan karya yang tidak semua orang bisa membuatnya. Pelukis harus punya ciri khas. Untuk itu, berkarya bukan soal kuantitas atau mengejar waktu. Bukan pula soal mengejar laku. “Melukis harus dari hati,” tutur Umar.
“Kalau nanti laku, itu artinya jodoh. Kalau melukis yang dipikirkan laku mahal, nanti kalau nggak laku malah bisa stres. Ketika lukisan laku, anggap itu bonus,” imbuhnya.
Lanjut dia, seniman juga harus terus mau mengembangkan diri. Mau terus belajar. Membaca buku, berdiskusi, mengikuti perkembangan teknologi. Seniman pun harus berwawasan luas. Salah satunya, agar tidak gagap ketika ikut pameran dengan tema tertentu.
Pemikiran itulah yang membuat Umar tidak berhenti berkarya. Bahkan, ketika penjualan lukisannya anjlok sekitar 80 persen akibat pandemi Covid-19. Dia tidak putus asa. Warga Desa Wanurejo, Borobudur ini justru berusaha mencari celah. Sembari terus berkarya, dia berusaha memasarkannya melalui media daring. “Ya alhamdulillah, tetap ada yang laku,” kata Umar. (rhy/lis)