RADARSEMARANG.COM – Hutan kini tak selalu jadi tempat yang sepi. Sejumlah hutan dikelola jadi tempat wisata oleh masyarakat sekitarnya. Jadi jujukan tempat kuliner dan pelancongan baru.
Di tengah perbukitan hutan pinus Kecamatan Blado, Kabupaten Batang, ada kedai kopi tersembunyi. Lokasinya berada di balik rimbun pepohonan hutan pinus. Tak ada papan nama penunjuk jalan.
Pengelola pun tak mempromosikan tempat itu secara masif. Sehingga hanya segelintir orang saja yang mengetahui. Terutama penikmat kopi dan pencari kedamaian. Bagi yang pertama kali berkunjung, ibarat menemukan surga di tengah perbukitan hutan pinus yang menjulang.
Lokasinya berada di tepi jalan menuju Curug Genting. Wartawan RADARSEMARANG.COM menuju lokasi itu menggunakan rute arah Bandar menuju Kembanglangit. Mengikuti petunjuk dari Google Map, berbelok melintasi jembatan hijau yang telah termakan usia. Perjalanan berlanjut melewati jalan kecil perkampungan dan area sawah terasering.
Sunyi mulai terasa saat memasuki kawasan hutan pinus. Jalannya menanjak, suara kicau burung terdengar lantang. Pohon-pohon pinus menjulang gagah menyambut. Satu bangunan betap daun kering terlihat sesekali dari balik bukit. Tak terlihat papan nama, ataupun petunjuk jalan menuju bangunan itu.
Petunjuk arah dari ponsel berhenti di gerbang loket. Koran ini tak menaruh rasa curiga, beranggapan lokasinya masuk area Curug Genting. Namun, bangunan tadi tidak terlihat lagi. Pandangan benar-benar teralihkan oleh pohon pinus yang berjajar. Tak terasa telah jauh terlewat.
Kami memutuskan putar balik. Setelah tidak menemukan tempat yang dimaksud, kami bertanya pada penjaga loket. Ternyata Sapta Wening berada di dekat gerbang loket, sebelum memasukinya. Ia menunjukkan, dari loket itu tempat parkir berada di kiri jalan sekitar 50 meter. Sementara akses masuk Sapta Wening di seberangnya.
Tak disangka, jalan setapak melewati anak tangga adalah jalan menuju Sapta Wening. Tak terlihat bangunan kedai, hanya bukit dan pohon-pohon pinus. Kaki mulai melangkah naik. Sesampainya di atas, seperti menemukan surga di ujung anak tangga. Tempat duduk, dan bangunan didekor secara asri.
“Orang yang ke sini benar-benar dapat rekomendasi dari temannya. Ibarat labirin, harus berputar-putar menemukan jalan keluar. Setelah ketemu, semua terbayarkan lunas,” ujar Taufik, 25, salah satu pengelola Sapta Wening saat berbincang dengan koran ini.
Taufik menjelaskan, kedai yang dibuka sejak 2019 tersebut ditata dengan konsep alam. Meja, kursi, dekorasi dan yang lainnya, bahannya diperoleh dari alam. Mengambil di hutan. Seperti kayu, bambu, hingga akar gantung. Benar-benar memanfaatkan hasil alam.
Sangking naturalnya, tupai pun sering lalu lalang di kedai dengan konsep terbuka itu. Siapapun bisa berinteraksi dengan hewan tersebut. Baik mengambil gambar atau sekedar memberi makan. Kera liar juga sesekali terlihat di pepohonan tepi jurang di ujung kedai. Di sana tertata bangku-bangku untuk bersantai. Memandangi alam perbukitan dan persawahan. “Tupai ini dikira peliharaan, padahal saya yang numpang di sini,” kata pria berambut gondrong itu.
Area itu dibangun oleh sekelompok pemuda dari Desa Bawang, Kecamatan Blado. Mereka menamakan diri sebagai Gapoktan Sapta Wening. Mereka mengelola kedai, area camping, sanggar, dan kopi. Kopi yang disajikan di kedai Sapta Wening merupakan produksi lokal petani desa setempat.
Kopi unggulannya berjenis Arabika dan Robusta Curug Genting. Kualitasnya tidak perlu diragukan lagi, kopi jenis lokal itu berhasil menembus pasar ekspor Belanda. Taufik menyeduhkan dua jenis kopi unggulan itu pada wartawan koran ini. Penyeduhan dilakukan secara sederhana. Biji kopi digiling menggunakan grinder tangan manual. Tempat itu tidak mempunyai aliran listrik.
Konsep kedai kopi tengah hutan juga bisa dinikmati di Kampung Atas Kopi yang berada dekat dengan Curug Semirang. Tepatnya di Desa Gogik, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Kedai kopi ini terlihat menyatu dengan alam. Suasana yang sejuk dikelilingi pohon-pohon pinus yang menjulang tinggi, dan terdapat kolam renang memberikan suasana asri di lokasi kampung atas kopi.
Lokasi Kampung Atas Kopi bisa ditempuh sekitar 40 menit perjalanan. Melalui jalanan yang naik turun dan berkelok-kelok. Jalur menuju Desa Gogik cukup sempit, jika menggunakan kendaraan roda 4, jalannya harus bergantian. Loket masuk ke coffe shop yang satu lokasi dengan Curug Semirang menarik biaya Rp 10 ribu per orang. “Kedai kopi ini sudah 3 bulan beroperasi tepatnya dibuka pada akhir bulan Januari 2021 kemarin,” kata Penanggung Jawab Kampung Atas Kopi Luthfi Dinandra.
Fasilitas yang disediakan kampung atas kopi cukup lengkap. Mulai dari area parkir, toilet, akses wifi, musala, dan fasilitas protokol kesehatan selama beroperasi di masa pandemi. Suasana di malam hari dengan lampu-lampu yang digantung diantara pohon-pohon memberikan nuansa estetik dan romantis.
Salah satu pengunjung asal Boja, Semarang Ayu Artan, 30, bersama dengan suami dan anaknya yang sedang asyik berfoto, “Fasilitas yang disediakan bagus, view nya menarik, bersih tempatnya. Kampung atas ini sangat rekomendasi untuk para pengunjung,” ungkapnya. (yan/mg5/ton)