30 C
Semarang
Tuesday, 14 October 2025

Siapkan Antologi Puisi Siswa dan Guru

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Lain lagi dengan guru Biologi di SMA Negeri 5 Semarang, Suprihationo. Pemilik antologi puisi tunggal dan tujuh karya antologi puisi komunitas ini, terus mengajak dan mendampingi kalangan milenial untuk terus berpuisi. Ia sendiri selalu mengajarkan puisi di dalam kelasnya. Bahkan, saat ini sedang menyiapkan antologi puisi berjudul “Pandemi Ada Lara dan Rinduku Padamu.”  Di dalamnya ada hampir 100 judul puisi karya siswa dan guru, yang akan terbit Mei 2021 mendatang.

Pemilik nama pena Suprihationo Sardi ini mengatakan untuk mengajak generasi bangsa mencintai puisi sejak dini, menjadi tugas guru Bahasa dan Sastra Indonesia, Inggris, Jawa dan Jepang. “Namun karena saya bukan guru bahasa, tapi ikut berkiprah di dunia sastra, akhirnya meminta izin pada ahlinya dan ikut meramaikan dunia sastra,” tuturnya bersemangat.

Menulis baginya, bisa dipaksa dan bisa juga mengalir begitu saja. Meski begitu, harus ada keberanian menuliskannya. Benar salah, diterima atau ditolak sebuah karya, itu wajar. “Terpenting terus saja berkarya,” kata peraih juara II puisi tingkat nasional yang digelar Komunitas Ngaos Puisi.

Baginya banyak cara untuk mencintai puisi. Seperti di SMA Negeri 5 Semarang ada Komunitas Siswa SMALA Suka Nulis. Tak hanya rajin mengikuti penugasan guru, tapi juga rajin mengikuti lomba pada peringatan bulan bahasa atau peringatan hari penting lainnya. Ia sendiri merasakan dampak mencintai puisi, bisa dengan mudah mengukir peristiwa dengan kata-kata.

“Meski begitu, untuk mencintai puisi harus menumbuhkan dulu pemahaman tentang puisi. Caranya bisa dengan melakukan musikalisasi puisi. Hasilnya, tanpa terasa seseorang sudah bisa menikmati dan mencintai puisi yang dilagukan,” sebutnya.

Baginya, puisi tetap bisa dijadikan sarana untuk menyuarakan aspirasi dan mengkritisi pemerintah. Namun memang tidak seperti era Willibrordus Surendra Broto Rendra atau dikenal dengan WS Rendra. Sudah bergeser.

Kendati begitu, Suprihationo merasa prihatin. Saat ini, melalui media sosial, memang ada kelas-kelas puisi. Itu sebuah keberkahan. Cuma, banyak juga puisi itu berisi hoax yang terbungkus diksi indah. “Kita harus jeli dalam memahami pesan sebuah puisi,” katanya.

Ia juga memiliki cara sendiri untuk mencintai puisi. Salah satunya dengan rutin membaca, menulis, dan pasrahkan kepada Tuhan YME akan takdir puisi yang dia tulis. Baginya menulis puisi ibarat membangun sebuah rumah, harus ada desainnya dulu, ada rencana anggaran, ada izin dan ruh, serta action membangun rumah.

Sebagaimana puisi karya terbaiknya berjudul “Balada Atma Suranta dan Rambutan Seikat.” Puisi ini dia tulis 2 Desember 2020 di Miroto, Semarang. “Hijau daun kamboja meranggas pamerkan bunganya, Saatnya dipetik untuk sesaji doa pagi ini, Hijau kemangi telah lari tinggalkan aromanya, Ramaikan pepesan isi semangkuk nasi, Hijau daun salam melambai-lambai bisikkan doa, Senarai lagu cinta dan pujian Ilahi. (jks/ida)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya