28.6 C
Semarang
Saturday, 21 June 2025

Bayi Jadi Anak Sepersusuan, Harus Tetap Jaga Silaturahmi

Lebih Dekat dengan Pendonor dan Penerima ASI

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Tidak ingin bayinya hanya meminum susu formula, keluarga muda kerap mencari pendonor air susu ibu perah (ASIP) untuk tumbuh kembang bayinya.

Selama lima minggu setelah kelahirannya, anak pertama Kiki Kharisma diharuskan masuk ke dalam inkubator. Tentu saja, perempuan yang intim disapa Kiki ini tak langsung bebas menyusui bayinya sesukanya. Hanya jam-jam tertentu yang diperbolehkan rumah sakit untuk menyusuinya. Tentu saja, ia perlu memerah ASI-nya di rumah dan membawanya ke rumah sakit.

Saat itu pula, ia melihat ibu-ibu lain yang ASI-nya sedikit, menyetok ASIP hasil donor dari orang lain untuk bayinya. “Dari situ aku baru tahu, ternyata donor ASIP memang seumum itu,” ujar Kiki kepada RADARSEMARANG.COM.

Kiki kala itu memiliki ASI cukup banyak. Ia bahkan menyewa satu freezer dan bisa penuh. Ia lantas berpikir untuk mendonorkan ASIP kepada ibu-ibu yang membutuhkan. Apalagi, ASI memiliki jangka waktu yang terbatas. “Kalau sudah lewat batas waktunya, kan sayang. Ternyata sangat memungkinkan untuk mendonorkan ASI. Jadi, ya, kenapa nggak,” katanya.

Meski begitu, Kiki membatasi penerima donor ASIP. Sebab, menurutnya saudara sepersusuan adalah keluarga. Ia sadar, harus terus menjaga komunikasi dengan penerima donor dan tidak boleh putus kontak. Baginya, menjalin silaturahmi dengan banyak keluarga bukan hal yang mudah.

“Selain itu, ada batasan juga kalau saudara sepersusuan tuh nggak bisa nikah. Karena tidak tahu juga nanti jodoh anak kita siapa. Aku berpatokan dengan aturan agama saja,” imbuh wanita yang memiliki satu anak ini.

Selain menjaga silaturahmi, Kiki juga penting adanya keterbukaan antara pendonor dan penerima donor soal riwayat penyakit. Pendonor harus terbuka atas makanan dan nutrisi yang dikonsumsi, sehingga penerima donor mengetahui asupan yang diberikan untuk bayinya.

“Yang penting makan sehat, nggak ada riwayat penyakit apapun, seperti HIV, hepatitis, dan lain-lain. Kalau kita merokok juga harus mengakui bahwa kita merokok,” jelasnya.

Kiki menambahkan, cara merawat ASIP sebenarnya cukup sederhana. Yang terpenting, adalah menjaga suhu ASIP agar tetap stabil. Sebab ASIP akan jauh lebih baik jika tidak mengalami kenaikan atau penurunan suhu yang ekstrim. Untuk pengiriman jarak jauh dianjurkan untuk menggunakan tempat penyimpanan khusus yang menjaganya agar tetap beku. “Usahakan bagi perantara atau pengangkutan ASIP-nya dengan menjaga suhu agar tetap stabil,” tutur wanita berusia 28 tahun ini.

Kiki bersyukur, keluarganya mendukungnya untuk melakukan donor ASIP. Sebab, ia merasa sayang jika memiliki ASI berlebih, namun tidak dimanfaatkan. Menurutnya, ASI jauh lebih baik, ketimbang susu formula termahal sekalipun.

“Di kalangan teman kerjaku juga banyak yang suka kasih susu formula. Aku gemes ngeliat-nya. Rasanya pengen kasih ASI ke anak mereka. Namun kembali ke prinsipku tadi, nanti anaknya akan jadi saudara sepersusuan anakku dan mungkin repot untuk menjalin silaturahmi dengan banyak keluarga,” ucapnya.

Ke depannya, Kiki berharap akan ada suatu lembaga atau organisasi yang memfasilitasi donor ASIP yang terkoordinasi dengan baik. Semua datanya lengkap mulai dari riwayat penyakit pendonor, lalu kemana saja ASIP disalurkan. Ia juga berharap masyarakat Indonesia lebih melek ASI.

“Kalau memang niat untuk mendonorkan, insyallah ada jalan sih. Karena ASI nggak selamanya ada di tubuh kita. Manfaatnya juga sudah disesuaikan dengan kebutuhan tubuh,” tutupnya. (mg1/mg4/ida)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya