RADARSEMARANG.COM – Hesti Marlina, warga Genuk merasa bersyukur, kini anaknya yang menerima donor air susu ibu (ASI) dari saudaranya justru semakin akrab dengan anak pendonor. Karena memang jadi saudara sepersusuan.
Hesti mengaku pernah menerima donor ASI dari kerabatnya yang tinggal di Gunungpati, Kota Semarang. Kejadian itu sekitar tahun 2017 silam, saat anaknya bernama Gilang masih berusia 4 bulan.
Ketika itu, ia terpaksa dirawat di rumah sakit (RS) karena kecelakaan atau tabrakan ringan. Namun tangan dan dadanya lebam, sehingga cukup susah kalau harus memberikan ASI untuk bayinya. “Saat saya dirawat di RS, anak saya menangis terus minta ASI. Dikasih susu formula menolak,” tuturnya.
Waktu itu, suami kerabat saya jenguk ke RS. Karena anak saya menangis terus, tidak tega. Akhirnya menawarkan ASI dari istrinya. “Men disusuni mak ne Angga (mengatakan biar di susu ibunya Angga, red). Dari situ suami saya juga tidak masalah,” sebutnya.
Setelah suaminya mengizinkan dan suami kerabatnya menawarkan, Gilang akhirnya minum ASI kerabat saya sekitar satu minggu lamanya. “Kerabat saya juga punya bayi, tapi waktu lahirannya lebih dulu 4 bulanan. Duluan kerabat saya yang memiliki anak ketiga. Jadi Gilang sempat minum ASI, cuma semingguan dan tidak rutin,” kenang Hesti kepada RADARSEMARANG.COM.
Hesti sendiri mengaku awalnya tidak menduga peristiwa kecelakaan yang menimpanya. Namun karena dua hari berturut-turut menangis sehingga bersedia diberikan ASI dari kerabatnya.
“Jadi menerima tawaran donor ASI itu reflek karena anak menangis terus. Saya berterima kasih dengan kerabat saya yang memberikan ASI selama satu minggu. Tapi sekitar 5 kali,” tuturnya.
Hesti juga tak merasa khawatir dengan anaknya menjadi saudara sepersusuan anak kerabatnya. Bahkan, Angga dan Gilang sama-sama pria. Sehingga tidak mungkin menikah. “Karena sama-sama cowok tidak mungkin menikah. Kalau dalam agama satu susu dilarang menikah, toh itu anak bulek sendiri. Sampai sekarang justru Angga dan Gilang sangat akrab,” akunya.
MUI Bolehkan Donor ASI, Tapi Harus Mengenyangkan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan Fatwa No 28 Tahun 2013 Tentang Seputar Masalah Donor Air Susu Ibu (Istirdla’).
SESEORANG boleh memberikan ASI kepada anak yang bukan anak kandungnya. Demikian juga sebaliknya, seorang anak boleh menerima ASI dari ibu yang bukan ibu kandungnya sepanjang memenuhi ketentuan syar’i.
“Dengan catatan Ibu yang memberikan ASI harus sehat, baik fisik maupun mental dan ibu tidak sedang hamil,” isi fatwa yang ditandatangani Ketua MUI Komisi Fatwa Prof Dr H Hasanuddin Af.
Seorang muslimah bahkan boleh memberikan ASI kepada bayi non muslim. Karena pemberian ASI bagi bayi yang membutuhkan ASI tersebut adalah bagian dari kebaikan antarumat manusia. Sementara untuk pemberian imbalan atau hadiah bagi ibu pendonor ASI untuk bayi juga diperbolehkan. “Dengan catatan, tidak untuk komersialisasi atau diperjualbelikan dan ujrah (upah) diperoleh sebagai jasa pengasuhan anak, bukan sebagai bentuk jual beli ASI,” ujarnya.
Meski begitu, bagi yang memutuskan memberikan donor atau menerima donor ASI harus mempertimbangkan berbagai hal. Sebab, konsekuensinya yakni terkait dengan hubungan mahram. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda bahwa satu persusuan bisa menyebabkan hubungan mahram. Persusuan itu menyebabkan terjadinya hubungan mahram, sama seperti mahram karena nasab.
Saat ini, memberikan ASI untuk bayi dilakukan dan diperoleh dengan alternatif dari ASI para donor. Pada dasarnya, dalam kaidah syariah, hal itu diperbolehkan. Sedangkan masalah kemahramannya, maka itu masuk ke dalam ranah khilafiyah, atau ada perbedaan pendapat.
Dalam Fatwa MUI nomor 28 tahun 2013 menyebutkan mahram (haramnya terjadi pernikahan) akibat radla’ (persusuan, red). Di antaranya usia anak yang menerima susuan maksimal dua tahun qamariyah; ibu pendonor ASI diketahui identitasnya secara jelas; jumlah ASI yang dikonsumsi sebanyak minimal lima kali persusuan serta cara penyusunannya dilakukan baik secara langsung ke puting susu ibu (imtishash) maupun melalui perahan. “Selain itu, ASI yang dikonsumsi anak tersebut mengenyangkan,” tambahnya.
MUI juga mengeluarkan rekomendasi agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan aturan mengenai donor ASI dengan berpedoman pada fatwa ini. Selain itu, pelaku, aktivis, dan relawan yang bergerak di bidang donor ASI serta komunitas yang peduli pada upaya berbagi ASI agar dalam menjalankan aktivitasnya senantiasa menjaga ketentuan agama dan berpedoman pada fatwa yang dikeluarkan MUI. (fth/jks/ida)