RADARSEMARANG.COM – Manusia dengan tubuh berwarna perak akhir-akhir ini berseliweran mengamen di jalanan Kota Semarang. Di Kota Lama, manusia silver menjadi salah satu objek foto pengunjung. Seharian harus betah dengan lumuran pewarna di wajah dan tangan.
Setiap pagi, Achmat Minarto duduk di bawah rindangnya pohon Taman Sri Gunting, Kota Lama Semarang. Ia mengenakan baju, celana dan sepatu berwarna silver. Kaca spion yang sudah patah digunakan untuk mengaca ketika ia mengoleskan serbuk silver di wajah. Tak lupa tangan juga dilumuri serbuk serupa.
Setelah selesai berdandan, ia yang berbusana mirip pejuang tempo dulu lantas berdiri dan mematung. Bisa berjam-jam tak bergerak. Di dekatnya ada sebuah kotak. Wisatawan Kota Lama yang ingin berfoto bareng Achmat bisa menaruh uang seikhlasnya dalam kotak tersebut.
Achmat adalah salah satu manusia silver atau manusia milenium yang setiap hari mangkal di Kota Lama. Bisa dikatakan ia generasi pertama manusia silver di Semarang.
“Saya di sini (Kota Lama, red) sudah sekitar empat tahun mas, sebelumnya setahun di Simpang Lima. Kalau di sini kan kita sudah mendapatkan izin serta kartu tanda anggota dari BPK2L (Badan Pengelola Kawasan Kota Lama),” ujar Achmat saat ditemui oleh RADARSEMARANG.COM.
Sebelum menjadi manusia silver, Achmat biasa jadi badut. Namun ia akhirnya banting setir meninggalkan dunia badut karena jarang yang menyewa untuk menghibur pada sebuah acara. Harga sewa yang tinggi biasanya menjadi alasan calon konsumen membatalkan menyewa badut.
“Di Kota Tua Jakarta, manusia milenium sudah banyak bahkan ada komunitasnya. Di Bandung ada, di Solo juga ada. Namun di Semarang yang belum ada, nah saya inisiatif yang menggalakkan manusia milenium di Semarang,” ungkapnya.
Achmat mengungkapkan, berbagai model sudah ia perankan. Tapi yang paling sering berdandan ala pejuang kemerdekaan. Model ini sesuai dengan tema kawasan Kota Lama.
Banyak pengalaman yang didapatkan Achmat selama jadi manusia silver di Semarang. Ada duka, ada suka. Di awal-awal menjadi manusia silver, ia sering diusir karena dianggap ilegal dan mengganggu lingkungan. Tapi setelah mendapatkan izin BPK2L untuk mencari nafkah di Kota Lama, ia tak lagi khawatir diusir.
Ada juga mengalaman lucu yang selalu diingatnya. Yakni ketika seorang wisatawan perempuan tiba-tiba memeluknya. Achmat yang diam tak bergerak di taman, rupanya dikira patung beneran. Perempuan muda tersebut ingin berfoto dengan posisi memeluk patung.
“Awalnya gak sadar main peluk-peluk aja dikira patung. Pas dipegang, tangannya ternyata orang beneran, terus mbaknya lari,” ujar pria asal Pucang Gading, Kabupaten Demak ini sambal menahan tawa.
Tak banyak waktu yang digunakannya untuk berdandan. Hanya sekitar lima menit. Bagian tubuh yang dilumuri memakai serbuk bedak silver ini hanya di kepala serta tangan. Ia biasanya berada di Taman Sri Gunting sejak pukul 08.00 hingga 19.00 WIB, tergantung kondisi kesehatannya. “Ini yang saya pakai hanya serbuk bedak dan hanya dioleskan saja. Nanti kalau bersihinnya pakai sabun atau diusap dengan tisu basah juga hilang sendiri,” jelasnya.
Achmat tak mau menggunakan cat seperti yang lazim digunakan manusia silver di sejumlah tempat. Sebab zat kimia cat memiliki efek samping seperti gatal-gatal, pori-pori kulit menjadi tertutup sampai menyebabkan iritasi pada kulit. “Saya dapat ilmu dari Babe, orang Jakarta yang di PRPP, 4 sampai 5 tahunan saya dapat job di situ. Saya dikasih tahu untuk membeli serbuk bedak tadi,” tuturnya. (mg18/mg19/ton)