RADARSEMARANG.COM – Seni bonsai tak lekang oleh waktu. Pohon yang sengaja dikerdilkan ini selalu menyuguhkan keindahan. Selaras dengan harganya yang terbilang mahal. Itulah yang digeluti kolektor bonsai Arif Rubai.
Ratusan bonsai memadati halaman rumah Arif Rubai di Jalan Kisarino Mangunpranoto nomor 6, Suwaktu, Bandarjo, Kecamatan Ungaran Barat. Sebagian besar pohon yang ia rawat, pernah juara dalam ajang kontes lokal maupun nasional.
Arif -sapaan akrabnya- mulai mengoleksi bonsai sejak 2013 silam. Ia mendapatkan sebagian tanaman itu dari Tuban, ketika mengikuti pameran. Ada Bonsai Sisir, Sancang, Lohansung, Serut, Cemara Udang, dan Phusu Batu.
Menurutnya, bonsai merupakan gabungan ilmu seni dan botani. Untuk membentuk pohon menjadi bonsai membutuhkan waktu tiga hingga lima tahun. Sementara budidaya bibit bisa menghabiskan 20 tahun, barulah memiliki nilai jual.
Bagi Arif, bonsai yang berhasil dalam perlombaan atau bernilai jual tinggi memiliki beberapa kriteria. Yaitu kematangan karakter pohon, anatomi layaknya pohon di alam, dan keserasian antara pot, batang, ranting, dan daun. “Karakter seni itu sama. Semakin bagus bakal semakin naik harganya,” ujarnya.
Merawat bonsai membutuhkan keseriusan, kesabaran, dan konsistensi. Sebab, lama perawatan belum tentu menjamin bonsai bagus. Terpenting adalah pemenuhan kebutuhan bonsai seperti pupuk, air, cahaya, dan penanganan dari penyakit. Tantangan merawat bonsai seperti merawat pohon pada umumnya.
Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore. Pemangkasan dilakukan setiap satu bulan sekali. Penggantian media tanam dan pemupukan dilakukan setahun dua kali yakni pada awal musim panas dan awal musim hujan. Untuk mengatasi hama seperti kutu putih, dilakukan penyemprotan menggunakan pestisida. Sedangkan untuk menghilangkan jamur dilakukan dengan menyikat tanaman.
“Keterlambatan penanganan tanaman akan mengakibatkan kematian. Biasanya terjadi pada proses penggantian media tanam atau pemindahan pot,” imbuhnya.
Kerja keras tak mengkhianati hasil. Kini bonsai itu tak hanya dinikmati pribadi, ia juga menjualnya dengan nama Ungaran Bonsai Society. Mulai dari harga Rp 300 ribu- Rp 150 juta. Tak seperti barang musiman, harga bonsai cenderung konsisten. Bahkan bisa naik empat kali lipat dibanding dua tahun lalu. “Bonsai selalu dipandang eksklusif dan mahal, hingga ratusan juta rupiah. Seperti Anting Putri dulu Rp 60 juta sekarang bisa mencapai Rp 300 juta,” jelasnya.
Untuk mewadahi pecinta bonsai, ia membangun Ganesha Bonsai School yang sudah memiliki lima angkatan. Ia ajarkan menanam dan merawat bonsai. Salah satu pembelajaran adalah menciptakan bonsai seperti aslinya atau tak memiliki jejak rekayasa tangan. Misalnya lekukan batang yang dibentuk dengan kawat harus tidak berbekas. “Di sekolah sini tak ditekankan pakai kawat. Metode ini penting karena menyembuhkan luka bekas kawat membutuhkan waktu yang lama,” jelasnya. (ifa/ida/bas)