RADARSEMARANG.COM – Bagi para pecinta bonsai, pasti tak asing dengan Kampung Bonsai Pongangan Gunungpati. Kampung yang berlokasi di Jalan Kuwasen Rejo RT 6 RW 4 ini, terkenal sebagai penyedia bibit unggulan. Bahkan kerap menjadi rujukan, tidak hanya di Semarang, namun dari berbagai daerah lainnya.
Banyak petani bonsai yang ada di kampung tersebut. Sebab, hampir satu RW memiliki mata pencaharian sama, melakukan pembibitan bonsai. Jika bibit berhasil tumbuh, biasanya langsung dibeli para pecinta bonsai untuk dikembangkan dan dibentuk sesuai keinginan masing-masing.
“Saat ini sudah banyak yang jadi petani bonsai. Kalau dulu pertama kali cuma tiga orang saja termasuk saya,” ujar salah satu pembudidaya bonsai di Kampung Pongangan, Rustam.
Pada awalnya untuk mendapatkan bibit bonsai, Rustam dan kawan-kawan harus mencari langsung di kawasan hutan yang tersedia berbagai jenis tanaman yang cocok untuk bonsai. Tidak hanya hutan sekitar, mereka menjelajah hutan di berbagai daerah lain. Bahkan impor. Demi menemukan pohon indukan bonsai yang diinginkan.
“Kalau paham bonsai, begitu masuk hutan langsung mengetahui pohon apa saja yang bisa digunakan untuk indukan bonsai,” ujarnya.
Untuk menjadi pembudidaya bonsai tidak mudah. Butuh belajar intensif agar menguasai pengetahuan mendalam mengenai tanaman. Sebab pengetahuan tersebut yang akan menjadikan pembudidaya bijak dalam mengambil indukan. Sehingga tidak semua tanaman diambil secara tidak bertanggung jawab.
Dirinya mengaku sering melihat pembudidaya dan pecinta bonsai pemula yang tidak cukup ilmu mengambil indukan secara membabi buta. Justru pada akhirnya merusak dan membuat hutan jadi gundul. “Ini yang bahaya. Hutan bisa gundul dan malah longsor,” katanya.
Guna meminimalisasi maraknya hal tersebut, ia dan warga kampung mulai terpikir untuk membudidayakan bibit bonsai. Sehingga ia tidak perlu lagi mencari indukan lagi di hutan. Namun cukup dikembangkan dengan sistem cangkok. Dengan satu indukan, bisa menghasilkan bibit yang banyak. Bahkan, dapat dijual kepada pecinta bonsai.
“Jadi kalau sudah ada indukan yang kita tanam, kemudian kita cangkok. Ini juga sebagai upaya menghentikan eksploitasi berlebihan ke hutan dengan dalih mencari indukan bonsai,” tuturnya.
Untuk harga bibit bonsai hasil cangkokan sendiri sangat terjangkau. Yakni kisaran Rp 75-100 ribu saja. Harga tersebut mengejutkan. Sebab banyak orang berpikir harga bibit bonsai tidak akan jauh dari harga bonsai jadi. Yang biasanya mencapai jutaan rupiah.
“Bibit bonsai memang murah. Karena memang kami hanya membuatkan kerangkanya. Sedangkan perwatannya ditangani langsung oleh pembeli,” lanjutnya.
Meskipun harga bonsai jadi jauh lebih mahal bahkan ratusan juta rupiah, pihaknya sama sekali tidak tertarik untuk beralih dari menjual bibit bonsai. Meski bias menjual mahal, namun merawat bonsai dari bibit sampai jadi butuh waktu yang sangat lama. Hal ini tidak bisa dijadikan mata pencaharian.
Lebih baik warga kampung membudidaya bibit bonsai. Dengan harga terjangkau, banyak orang yang membeli. Terpenting, dapat menjadi sumber pendapatan. “Walau hanya jual bibit, tapi bibit berkualitas. Terbukti bonsai dari bibit kami tidak sedikit yang sudah menang kontes dan jadi jutaan harganya,” pungkasnya. (akm/ida/bas)