26 C
Semarang
Monday, 23 December 2024

Budidaya Jamur Tiram, hingga Buka Angkringan

Santri-Santri Belajar Mengaji Plus Entrepreneur

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Selain mengaji ilmu agama, di sejumlah pondok pesantren (ponpes) juga mengajarkan ilmu tentang wirausaha atau entrepreneur. Harapannya, selepas dari ponpes, santri tak hanya menguasai ilmu agama, tapi juga pandai berbisnis.

 Sore kemarin (21/10/2020), usai menunaikan ibadah salat asar, Aminudin, salah satu santri Ponpes Al Ma’rufiyyah Bringin, Ngaliyan, Kota Semarang, dengan begitu cekatan menata ratusan log jamur tiram di sebuah gubug di lingkungan ponpes. Sudah tiga tahun ini, selain sibuk belajar agama, ia juga mengelola usaha jamur tiram milik Ponpes Al Ma’rufiyyah.

“Sejak usaha ini berdiri tahun 2017 saya yang dipasrahi oleh Pak Kiai untuk mengelola jamur tiram,” ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM.

Amin –panggilan akrabnya—menuturkan, ide membudidayakan jamur tiram berasal dari beberapa santri, termasuk dirinya. Ide itu pun mendapat dukungan dari pengasuh Ponpes Al Ma’rufiyyah dengan memberikan dana maupun lahan sebagai modal usaha.

Dengan kegigihan santri dan dukungan dari ponpes, usaha jamur yang dirintis perlahan mulai menghasilkan pundi-pundi rupiah. Santri pun menjadi lebih mandiri tanpa bergantung dengan pengasuh setiap kali mengadakan acara yang membutuhkan biaya.

Menurut Adi Sucipto, lurah di Ponpes Al Ma’rufiyyah, keuntungan dari penjualan jamur tiram bisa digunakan untuk membantu beberapa santri yang kurang mampu secara ekonomi.  “Selain digunakan untuk kegiatan santri, keuntungan penjualan jamur juga untuk membantu santri yang kurang mampu,” katanya.

Dikatakan, keuntungan bersih dari membudidayakan jamur tiram sebulan mencapai Rp 1,5 juta.  Diakui, selain tidak memerlukan tenaga yang banyak, menanam jamur tiram juga tidak terlalu sulit.

Menurutnya, usaha jamur tiram di lingkungan ponpes bisa menunjang kemampuan santri supaya siap secara ilmu agama maupun dunia kerja.”Beberapa alumni yang dulu mengelola jamur di ponpes, sekarang juga membuka usaha jamur di beberapa tempat, seperti Purwodadi maupun Demak” kata Cipto.

Kiai Abbas, Pengasuh Ponpes Al Ma’rufiyyah menjelaskan, usaha jamur tiram membuat santri bisa memanfaatkan waktu luangnya dengan  hal positif. “Adanya usaha jamur tiram biar santri tidak tidur saja ketika waktu luang” ujarnya sambil tersenyum.

Ia memaparkan, usaha jamur tiram itu murni untuk santri, meskipun ia yang memberikan modal. Bahkan ia pun sama sekali tidak mengambil keuntungan dari usaha tersebut.

Meski demikian, Kiai Abbas selalu berpesan kepada santrinya untuk bisa membagi waktu dengan baik antara mengaji dan mengelola usaha jamur tiram.

Jiwa entrepreneurship juga ditanamkan kepada santri Ponpes Asshodiqiyah, Kelurahan Kaligawe, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang. Di ponpes ini terdapat unit usaha sebagai tempat belajar para santri dalam berwirausaha. Di antaranya, Koperasi Asshodiqiyah Mart, kantin, angkringan, jasa pembuatan kaligrafi serta ucapan wisuda atau wedding. Semua unit usaha ini dikelola oleh para santri.

Pengasuh Ponpes Asshodiqiyah KH Sodiq Hamzah mengatakan, santri di ponpesnya dituntut bisa mengembangkan kewirausahaan, selain ilmu agama. Sehingga ketika santri lulus, bisa mengembangkan hobi atau kesibukannya selama di pondok.  “Di pondok ada sejumlah unit usaha yang dikelola para santri. Keuntungan dari usaha itu dirasakan bersama-sama,” katanya.

Di setiap unit usaha, para santri yang mengelola hanya mengambil untung sedikit, tetapi barang cepat laku. “Dengan begitu, perputaran barang cepat. Ketimbang mengambil untung banyak, tetapi perputaran barang lama. Otomatis, perputaran uang juga lama,” paparnya.

Lurah Santri Nevanda Bagus Pratama mengaku, dirinya bersama dua santri lainnya mengelola unit usaha angkringan yang berada di depan ponpes. Angkringan itu menjual nasi kucing, sosis, serta aneka gorengan dan minuman. Angkringan buka pukul 20.30 sampai dengan 00.30.

“Kami bertiga patungan membuka usaha angkringan. Untuk makanan disetori warga, sedangkan untuk minuman buat sendiri,” katanya

Untuk usaha angkringan, dalam sehari bisa mengantongi pendapatan Rp 80 ribu. Ia merintis bisnis ini dengan modal awal Rp 200 ribu.

Lain lagi dengan Eni Faridatum Muhayatun. Santriwati ini mengelola Koperasi Asshodiqiyah Mart. Di koperasi, ia banyak belajar dalam berbisnis. Mulai kulakan barang, penjualan, pencatatan/administrasi,  hingga berbisnis melalui online. “Kami diajari bisnis online agar tidak gaptek,” katanya.

Sementara itu, meski dikenal sebagai pondok penghasil tahfidz Quran, Pondok Pesantren Raudhlotul Quran, Kauman, Semarang Tengah juga memberikan pembelajaran berwirausaha.

Pimpinan Ponpes Raudhatul Quran Semarang KH Khammad Ma’sum mengatakan, tujuan dari pembelajaran wirausaha ini, selain meningkatkan softskill santri, juga diharapkan setelah lulus dari ponpes bisa menjadi pengajar Quran sekaligus bisa berwirausaha.

“Di sini kami memberikan pembelajaran wirausaha berupa kursus membuat roti, kursus salon, kursus make up pengantin, dan menjahit,” ucapnya.

Ia menambahkan, di ponpes ini ada larangan. Yakni, santri tidak boleh sekolah tapi fokus menghafal Alquran. Sejak berdiri pada 1952 sampai sekarang, pihaknya selalu memegang aturan itu. “Di sini tidak akan ditemukan santri yang sedang sekolah, baik itu SMP, SMA maupun kuliah. Sehingga waktu-waktu di pondok difokuskan untuk belajar Alquran dan belajar wirausaha,” katanya.

Diakui, antusias para santri mengikuti kelas wirausaha sangat tinggi. Santri-santri yang telah lulus dari pondok  ini juga banyak yang mengembangkan wirausaha. Seperti ada yang membuka potong rambut, berjualan asesoris hp HP dan pulsa, jualan sepatu, jualan sandal, jualan kerupuk dan ada yang buka salon.

Ma’sum mengatakan, meskipun pondok memberikan pelatihan wirausaha, tapi mereka dilarang untuk mempraktikkan atau berjualan sekarang. Karena jika mereka berjualan sekarang, maka proses belajar mereka akan terganggu.

“Kami sangat melarang santri untuk mencari uang. Kecuali jika mereka sudah lulus atau selesai hafalan Alquran, maka kami perbolehkan untuk menerapkan ilmu wirausahanya,” ujarnya.

Ponpes Raudhatul Quran Semarang juga melakukan kerja sama dengan BLK, Dinas Perdagangan dan Udinus Semarang untuk mengembangkan kewirausahaan para santri.

Sebelumnya, para santri pernah diberikan pelatihan untuk membantu berjualan langsung di kios milik ponpes di Pasar Johar. Akan tetapi, setelah pasar mengalami kebakaran lima tahun lalu, sekarang para santri sudah tidak diizinkan lagi untuk berjualan.

Khoirur Rahmat Miftakhul, santri Ponpes Raudhatul Quran menilai pelatihan wirausaha di ponpes sangat bagus. Karena dengan adanya pelatihan wirausaha dapat menambah bekal setelah lulus nanti.“Perasaan saya sangat senang ketika mengikuti pelatihan wirausaha. Bagi saya, ini sangat bermanfaat bagi masa depan,” ucapnya. (cr1/cr2/hid/aro/bas)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya