RADARSEMARANG.COM – Pembangunan flyover di Ganefo, Mranggen menjadi harapan baru bagi warga Mranggen dan sekitarnya. Jika flyover itu selesai dibangun, diharapkan tidak ada lagi kemacetan arus lalulintas yang hampir terjadi setiap hari. Utamanya, di perlintasan rel kereta api (KA) double track yang menghubungkan Jakarta-Surabaya tersebut.
Keberadaan rel KA yang berdekatan dengan Stasiun Brumbung ini sudah lama menjadi perhatian pemerintah daerah lantaran menjadi titik macet jalan raya Mranggen-Karangawen atau jalur tengah antara Semarang-Grobogan itu. Kini, Pemprov Jateng tengah bersiap memulai pekerjaan untuk membangun flyover tersebut.
Camat Mranggen Wiwin Edi Widodo mengatakan, kawasan Pasar Ganefo Mranggen yang kini menjadi titik konsentrasi pembangunan flyover memiliki sepenggal sejarah bagi masyarakat sekitar. Dulu, kata dia, kawasan Ganefo hanyalah perlintasan KA. Namun sejak 1965 wilayah itu mulai ramai dengan aktivitas penduduk. Keramaian itu mulai muncul setelah dijadikan tempat transit estafet pembawa obor Pekan Olahraga Nasional (PON). Api PON biasanya diambil dari sumber api abadi Mrapen, Manggar Mas, Grobogan. Di tempat titik transit itupula, banyak pedagang es dawet yang menjadi ampiran minum bagi peserta estafet api PON tersebut. Juga makin banyak warga yang memanfaatkan untuk lokasi nongkrong karena banyak warung makan.
Lama-kelamaan, kawasan Ganefo muncul menjadi tempat lesehan untuk berjualan sayur-sayuran. Pemasok dan pembeli datang dari berbagai daerah. Bahkan lintas provinsi. Ada yang dari Jatim, Purwodadi, Bandungan maupun Kota Semarang. Kemudian, berkembang lagi menjadi kios-kios yang disewakan untuk pedagang. Adapun besaran uang sewa sesuai yang diatur dalam surat edaran Kementerian Perhubungan dengan variasi harga. Antara Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per meter per tahun. “Sejak dijadikan tempat jualan sayuran, kawasan rel KA itu dikenal menjadi Pasar Ganefo,” jelas Wiwin, kemarin.
Setidaknya, di Pasar Ganefo yang menempati lahan di sekitar rel KA itu sebelumnya ada sekitar 200 lebih lapak pedagang. Namun sekarang sebagian besar telah dibersihkan untuk kepentingan pembangunan flyover tersebut. Semula kios-kios itu dibangun oleh perorangan di atas tanah PT PJKA (PT KAI) yang kemudian disewakan ke padagang. Lantaran disewakan perorangan, maka Pasar Ganefo tidak memiliki kontribusi untuk pendapatan pemerintah desa atau pemerintah daerah. Pasar itu juga tidak di bawah kewenangan Dinas Perdagangan Demak, karena dikelola swasta atau perorangan.
“Karena itu, kita telah mengusulkan agar PJKA memberi kesempatan pemerintah desa untuk bisa kerja sama agar Pasar Ganefo nantinya bisa dikembangkan menjadi Pasar Desa Kembangarum, agar ada kontribusi untuk desa terkait,”harapnya.
Di sisi lain, kawasan Pasar Ganefo juga dikenal sebagai salah satu titik lokalisasi liar bagi Pekerja Seks Komersial (PSK). Karena itupula, tempat itu kerap menjadi sasaran operasi yustisi petugas Satpol PP Pemkab Demak. Setiap operasi digelar, petugas biasanya mendapati PSK dari luar daerah yang sedang melayani pelanggan serta mendapatkan hasil operasi lain berupa penjualan minuman keras (miras).
Kini, lantaran sering dioperasi Satpol PP dan tempat mangkal PSK ditutup, para PSK yang masih nekat beroperasi pindah ke tempat lain di kawasan areal persawahan dan tegalan yang ada di sekitar kawasan Ganefo tersebut. “Bedeng-bedeng tempat praktik mereka (PSK) sudah tidak ada. Sudah dibersihkan oleh PJKA. Mereka pindah di sawah dan tegalan,”kataya. (hib/aro/bas)