RADARSEMARANG.COM – Pandemi Covid-19 tidak menghalangi para seniman untuk berkreasi. Bahkan, Paduan Suara Gita Bahana Spedusa bisa mengukir prestasi, meraih medali emas pada Kompetisi World Virtual Choir Festival.
Pandemi Covid-19 memang membuat frustasi. Berbagai aktivitas dibatasi. Dengan dalih untuk menjaga kesehatan diri. Orang dewasa pun bosan. Apalagi anak-anak yang seharusnya memiliki waktu banyak berinteraksi dengan teman. Keluhan dilontarkan. Namun tetap saja, virus tidak bisa dilawan.
Hal tersebut yang akhirnya membuat banyak orang tersadar. Harus berdamai dengan keadaan. Hal inilah yang coba dilakukan oleh kelompok paduan suara milik SMP Negeri 21 Semarang, Gita Bahana Spedusa.
Kelompok ini terbentuk dari kegiatan ekstrakuriluer sekolah. Semua siswa yang memiliki bakat dan suka menyanyi dapat masuk di dalamnya. Mereka sering mengadakan latihan. Bahkan ikut kejuaraan. Namun keadaan saat ini membuat kegiatan tersebut sementara dihentikan. Hal ini membuat anak tidak memiliki aktivitas untuk menyalurkan hobi dan kesenangan.
Melihat hal tersebut, pihak sekolah dan koordinator orang tua siswa memutar otak. Berupaya menjadikan anak tetap produktif, meski di rumah saja. Lalu pada suatu hari, terdengarlah kabar adanya kompetisi paduan suara yang dilakukan secara virtual. World Virtual Choir Festival namanya.
“Dari situ saya bersama orang tua siswa lainnya menghubungi sekolah. Kami berkoordinasi bagaimana jika mau mengikuti kompetisi ini. Akhirnya kami sepakat mengikuti kompetisi virtual ini,” ujar salah satu wali siswa, Heni Sulistyowati.
Kemudian dirinya yang juga wakil koordinator wali siswa mulai melakukan persiapan. Bersama dengan sekolah, pihaknya mulai memberi tahu anggota kelompok bahwa mereka akan mengikuti kompetisi. Hal ini mengharuskan untuk latihan kembali. Namun di saat pandemi, berkumpul menjadi sesuatu yang mustahil. Alhasil latihan pun dilakukan secara virtual dari rumah masing-masing. “Ini jauh lebih sulit daripada latihan offline. Karena banyak trial error saat prosesnya,” lanjutnya.
Dipandu Bagas Gangsar Wibisono, 36 anak yang tergabung dalam tim mulai menjalani latihan secara online. Dibagi menjadi tiga kelompok, masing-masing mendapat waktu 10 menit untuk berdiskusi dengan sang konduktor. Mulai dari latihan suara, gerakan hingga ekspresi dilakukan secara virtual. Sulit memang. Apalagi tidak semua siswa memiliki handphone dan koneksi internet yang sama. Namun di tangan Bagas, semua hal tersebut dapat teratasi. Dan anak dapat latihan dengan baik.
“Butuh waktu kira-kira dua bulanan, dari awal sampai anak siap lomba. Untung pelatihnya hebat. Jadi mereka tetap bisa latihan dengan lancar,” lanjut ibu dari salah satu anggota kelompok, Candra Dewanti tersebut.
Hingga tiba saatnya melakukan perekaman lagu dan visual untuk dikirimkan pada panitia kompetisi. Kendala kembali dihadapi. Ketika anak akan merekam suara mereka, banyak sekali yang menginterupsi. Seperti suara saudaranya, motor, jangkrik, bahkan hingga tukang bakso. Belum lagi ketika merekam visual dan gerakan.
“Niatnya pakai background tembok putih dan ruangan luas di rumah. Namun keadaan ekonomi orang tua siswa kan berbeda. Jadi kalau rumahnya sempit kadang kalau menari anak jadi terbentur lemari meja dan sebagainya,” katanya sambil tertawa.
Namun hal tersebut bisa teratasi. Setelah semua proses rekaman dan editing selesai, video pun dikirim ke panitia perlombaan. Perasaan dag dig dug menyelimuti seluruh anggota. Menang atau tidak. Mengingat ini pengalaman pertama lomba paduan suara melalui virtual.
Hingga pada 27 Juli, rangkaian acara perlombaan dimulai. Anak-anak diperkenankan bergabung dalam konser dan web seminar virtual bersama dengan peserta lainnya. Baru tanggal 31 Juli pemenang diumumkan. Tidak ada yang menyangka, berkat lagu daerah Bungong Jeumpa yang mereka bawakan, berhasil memperoleh skor tertinggi. Yakni 85. Hal ini sekaligus mengantarkan medali emas bagi mereka dari kategori folklore choir.
“Alhamdulillah sekali. Padahal saingannya ada dari Telkom University yang biasa langganan grand prix. Namun kami bisa unggul empat angka dari mereka,” ujarnya terharu.
Dengan prestasi ini, ia mengaku bangga. Anak-anaknya dapat bekerja keras untuk membuktikan bahwa mereka bisa. Walau di tengah pandemi, mereka tetap mampu berprestasi.
Sementara itu, Kepala SMPN 21 Semarang Suwarno Agung Nugroho berterimakasih kepada pelatih dan orang tua yang terus mendukung. Bersama-sama dengan sekolah, membantu menjaga prestasi siswa walaupun saat pandemi ini. Dirinya bangga, anak didiknya sanggup berprestasi. Apalagi dalam kejuaraan yang jurinya kelas internasional. Seperti dari Malaysia, Filipina, Afrika Selatan, Singapura dan Indonesia. “Bangga sekali paduan suara kami bisa meraih gold medal pada kompetisi internasional. Sungguh pencapaian luar biasa,” katanya.
Dirinya berharap hal ini dapat menjadi contoh. Tidak hanya siswanya yang lain, namun juga sekolah lain. Untuk dapat terus bekerja sama dengan orang tua, mendorong siswa agar terus produktif, kreatif dan inovatif selama masa pembelajaran jarak jauh seperti ini. “Meskipun tetap di rumah saja, namun kita tetap bisa berkegiatan positif dan tentu saja berprestasi,” pungkasnya.
Berikan Donasi untuk Seniman Sepuh
Masih ingat dengan Panggung Kahanan yang digelar di rumah dinas Gubernur Jateng Puri Gedeh Mei 2020 lalu. Adalah panggung pementasan untuk memberikan ruang kepada para seniman Jateng agar bisa tetap berkreasi di tengah pandemi Covid-19.
Adalah Komunitas Rawa Pening yang sangat bergembira bisa kembali menghiasi dunia hiburan secara virtual zsetelah manggung di Panggung Kahanan tersebut. Ketua sekaligus pendiri Komunitas Rawa Pening, Heru Sulistyo mengatakan pada awalnya mereka tampil dari panggung ke panggung, namun tidak di-upload di media sosial. Setelah dari Panggung Kahanan, kini berani unjuk gigi di hadapan penonton melalui daring. Bahkan, komunitas ini menggandeng para seniman di Kabupaten Semarang.
“Manggung virtual jadi obat rindu berkarya. Kami lakukan koordinasi dengan Lembaga Kesenian Kecamatan (LKK) untuk bisa tampil kembali,” ujarnya pada RADARSEMARANG.COM.
Tak sekedar ingin kembali menghibur, komunitas ini sangat peduli dengan kondisi sosial. Pihaknya menyisihkan bantuan hasil manggung, untuk para seniman yang sudah sepuh atau senior. Sebab, banyak dari mereka yang tak memiliki penghasilan lain.
“Sambatan pentas virtual sekalian mencari donasi. 100 persen diberikan kepada seniman yang sudah sepuh. Tujuannya membantu sesama terutama yang kondisinya kekurangan. Alhamdulillah bisa membantu beberapa,” imbuhnya.
Pentas ini dilakukan setiap Minggu malam pukul 20.00-22.00 melalui akun Youtube Budaya Nusantara Channel. Penampilan yang disuguhkan yaitu Jaran Kepang, Sendratari, Campursari, Wayang Kancil, Drama Komedi Guyon Maton, Kubro Siswo, Angklung, Solo Orgen, dan Band.
Secara teknis sama dengan sebelumnya. Namun kali ini, meniru konsep Panggung Kahanan. Karena virtual, donasi melalui virtual atau transfer. Pelaksanaan manggung muter di Kecamatan Bawen ada 7 desa dan 2 kelurahan. Untuk keperluan anjangsana, tidak lepas dari LKK Bawen. Tentunya didukung aparat pemerintah Forkomincam.
Sedangkan Koordinator Panggung Kahanan Anton Sudibyo menjelaskan kali pertama dilaksanakan saat minggu kedua Ramadan, tepatnya 4 Mei 2020. “Sebenarnya idenya sudah masuk karena beberapa seniman menghubungi Pak Ganjar minta bantuan untuk keberlangsungan hidup mereka,” ujar Anton, kemarin.
Akhirnya muncul ide pertunjukan berkonsep daring yang dilakukan live streaming melalui akun media sosial Ganjar Pranowo. Pementasan pertama, acara diselenggarakan penuh keterbatasan. Peralatannya pinjam dari para donatur dan panggungnya kecil. Sound system disumbang anggota DPRD Kota Semarang Supriyadi.
Seniman yang diundang untuk mengisi acara masih terbatas. Acara dilaksanakan mulai pukul 15.00 sampai menjelang waktu berbuka puasa. Konsep acaranya variatif, tidak satu jenis seni saja yang ditampilkan dalam satu hari.
Donasi yang terkumpul, selain digunakan untuk konsumsi berbuka puasa para panitia dan seniman maupun sastrawan yang pentas, juga untuk mengganti transport para seniman yang pentas. Untuk penampil perorangan memeroleh uang bantuan Rp 500 ribu. Penampil group mendapatkan Rp 750 ribu. “Namun yang penampil kelompok kami batasi maksimal satu kelompok 5 orang,” katanya.
Hari pertama hanya diisi stand up comedy Si Upin, pelukis Mas Konde, lalu musikalisasi puisi dari Band Paradox, orasi budaya oleh Adin Histerya. Selain dapat uang, pengisi acara juga dapat bantuan sembako. Meski dilakukan dengan persiapan seadanya, namun animo penonton di akun media sosial Ganjar Pranowo sangat banyak. Penampilan perdana jumlah penonton mencapai 1,8 juta akun.
Itu baru dari jumlah penonton melalui akun facebook saja. Jumlah penonton youtube mencapai 15 ribu pada penampilan perdana. “Itu luar biasa karena anggaran terbatas dan dana sangat minim,” katanya.
Pada pementasan pertama, total anggaran yang dikeluarkan oleh panitia hanya Rp 4 juta. Untuk mengulang sukses, digelar pementasan kedua dengan konsep yang lebih matang. Bahkan, bebarengan dengan peristiwa meninggalnya penyanyi campursari legendaris Didi Kempot. Otomatis pagelaran kedua langsung diangkat dengan tajuk Tribute To Didi Kempot. “Itu untuk menghormati sang maestro Didi Kempot,” ujarnya.
Ribuan seniman se-Jateng ramai-ramai menghubungi kontak person panitia untuk bisa ikut tampil di acara tersebut. Meski belum bisa mengakomodasi semuanya, panitia tetap mengupayakan partisipasi para seniman tersebut.
Alhasil, tidak hanya seni musik kontemporer dan sastra yang tampil, banyak seni kontemporer lainnya. Seperti monolog, seni tari, bahkan wayang orang dari Ngesti Pandowo Semarang. “Dana bantuan tetap besarannya sama,” tuturnya.
Jadi hampir semua jenis ditampilkan, termasuk kroncong. Wayang ada beberapa seperti Wayang Ritan Jepara, hingga Wayang Suket. “Yang tidak bisa memang wayang kulit karena persiapannya lama,” katanya.
Lalu, mulai pertunjukan ke-6 panitia mulai berpikir penggalangan donasi melalui acara. Melalui rekening Bank Jateng atas nama Panggung Kahanan, akhirnya dibuka. Sampai pertunjukan terakhir yaitu kesembila,njumlah penggalangan dana melalui rekening mencapai Rp 423 juta.
Bahkan menurut panitia inti acara Vikki Rohman Aulia, pentas paling spesial yaitu di pagelaran kedelapan, ada budayawan Gus Mus. Tepatnya 20 Mei 2020. Dalam penampilannya, Gus Mus membaca cerpen bertajuk ‘Wabah’. “Menurut saya, itu pertunjukan spesial,” katanya.
Terpisah, Gubenur Ganjar Pranowo menambahkan agar dalam penyaluran dana bantuan yang terkumpul melalui rekening Panggung Kahanan tersebut haruslah tepat sasaran, dilakukan melalui tiga acara. Pertama, para seniman yang ingin memeroleh donasi harus membuat film dokumenter tentang kegiatannya dan di-upload di Instagram. “Saat itu peserta yang terpilih khusus untuk perseorangan memeroleh Rp 500 ribu dan kelompok memeroleh Rp 1 juta,” kata Ganjar.
Melalui cara pertama, terpilih 96 penerima manfaat. Cara kedua, melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT). BLT diberikan kepada seniman yang sakit, terdampak bencana, dan yang terpapar Covid–19.
Besaran bantuan yaitu Rp 600 ribu, diberikan kepada 40 orang. Cara ketiga melalui pengajuan proposal program kegiatan dari seniman. Proposal dikirim melalui email kemudian diseleksi. “Dari situ sampai terakhir, ada 50 penerima manfaat perorangan maupun kelompok. Rata-rata proposal menerima uang Rp 1,5 juta sampai Rp 3,5 juta,” ujarnya.
Dikatakan Ganjar, sebelumnya memang sudah direncanakan untuk melanjutkan pagelaran panggung kahanan. Namun karena kurva Covid–19 terus meningkat, hal itu mulai diurungkan. “Khawatirkan bisa memunculkan klaster baru Covid–19. Jadi untuk sementara diurungkan,” katanya. (akm/ifa/ewb/ida/bas)