28 C
Semarang
Sunday, 6 April 2025

Rampungkan Revitalisasi, Hidupkan Jalur Rempah

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COMPemkot Semarang mengubah tema usulan Kota Lama Semarang menuju World Heritage Unesco 2020. Semula mengambil tema pengembangan Kota Lama Semarang sebagai bagian dari Jalur Gula, kini diganti menjadi Jalur Rempah Nusantara.

Jalur rempah nusantara tak bisa dilepaskan dari perusahaan jasa kargo kapal. Pengiriman rempah-rempah dari nusantara ke Eropa maupun belahan dunia lainnya pada masa lalu masih mengandalkan transportasi jalur laut.

Dua bangunan kuno di Jalan Mpu Tantular Kawasan Kota Lama Semarang menyimpan sejarah perdagangan. Gedung PT Djakarta Lloyd dan PT Pelni yang berdiri berdekatan. Hanya dipisahkan oleh Jalan Kutilang.

PT Djakarta Lloyd memang baru berdiri pada 1950. Tapi perusahaan ini menempati bekas gedung NV Stoomvaart Maatschappij Nederland (SMN), sebuah perusahaan pelayaran besar asal Belanda. Gedung ini hasil rancangan arsitek Thomas Karsten pada 1930. Bangunan berfacade tunggal ini terlihat terdiri dari 2 lantai, tapi ada bagian yang berlantai 3. Jumlah trafe pada bagian barat 5 dan pada bagian utara 14 dengan modul utama sepanjang 3 meter.

Meski sudah berumur 90 tahun, bangunan PT Djakarta Llloyd ini masih tegak berdiri, meski meninggalkan kesan vintage di sana-sini. Seperti warna cat yang dibiarkan menguning serta lantai marmer yang sengaja tak diganti. Namun sayang, tegak berdirinya bangunan tak selaras dengan kemajuan yang didapatkan. Kini, gedung besar tersebut hanya didiami dua karyawan saja.

Arianto Sulistiyo Budi, 50, kepala PT Djakarta Lloyd Semarang pun berkisah mengenai pasang surut usaha pelayaran PT Djakarta Lloyd. Dulu, perusahaan adalah perseorangan yang banyak memiliki kantor di Indonesia. Bergerak di bidang pelayaran nasional dan internasional dalam pendistribusian hasil bumi berupa kopi dan cokelat.

Pada tahun 1950 sampai 1980, PT Djakarta Lloyd mengalami era kejayaan yang luar biasa. Hasil bumi Indonesia seluruhnya diangkut menggunakan carrier atau pengangkutan dengan bendera Indonesia. Baik untuk ekspor maupun impor.

Namun seiring berjalannya waktu, terdapat pergeseran tatanan dunia yang berdampak besar terhadap usaha pelayaran. Banyaknya kelonggaran izin usaha di Indonesia, PT Djakarta Lloyd kalah saing. Dari situlah kemudian terjadi penurunan produktivitas pengangkutan.

Tak jauh dari gedung PT Djakarta Lloyd, tampak berdiri sebuah gedung yang tak kalah kunonya. Gedung tersebut ialah milik PT Pelni. Dulunya, gedung ini merupakan kantor Koninklijke Paketvaart Maatschappjjij (KPM). Bangunan berarsitektur Ar Deco Indies ini merupakan rancangan arsitek F.J.L. Ghijsels yang didirikan pada 1917-1918. KPM merupakan kantor ekspedisi dengan kapal api antarbenua dan pulau-pulau di daerah kekuasaan Hindia Belanda.

Dua gedung milik perusahaan pelayaran tersebut berdiri di dekat Kali Semarang. Tak jauh dari gardu pandang Sleko yang dulu menjadi kantor syahbandar dan gerbang masuk jalur perdagangan air ke pusat Kota Semarang.

Pada masa dibangunnya gedung tersebut, sungai di Kota Semarang cukup dalam dan lebar sehingga dapat dilayari kapal-kapal dengan ukuran yang cukup besar. Kapal juga bisa merapat dan bongkar muat di depan kantor secara langsung.

Kini, meski di bagian depan bangunan sempat dilakukan perbaikan, namun bangunan-bangunan di dalam serta di sampingnya masih tampak lawas. Kepala PT Pelni Cabang Semarang, Suprihatin mengungkapkan gedung Pelni sendiri telah dipugar pada 2018 silam. Pemugaran ini memang mendapatkan perhatian khusus dari Wakil Wali Kota Semarang sekaligus Ketua BPK2L Hevearita Gunaryanti Rahayu yang menilai bangunan terdahulu sudah rapuh.

Perdagangan rempah dan hasil bumi di Hindia Belanda juga tak bisa dipisahkan dengan keberadaan Kwan Gian Concern yang didirikan Oei Tjie Sien. Kemudian diteruskan putranya, Oei Tiong Ham. Kwan Gian Concern yang selanjutnya bertransformasi menjadi Oei Tiong Ham Concern bisa dikatakan menguasai perdagangan hasil bumi di Semarang maupun Hindia Belanda.

Oei Tiong Ham memulai bisnis pertamanya dengan hasil bumi, seperti kopi, karet, kapuk, gambir, tapioka, serta opium. Puncaknya ketika ia mengakuisisi 5 pabrik gula yang akan bangkrut, yaitu pabrik gula Pakis di Pati, Rejoagung di Madiun, Ponen di Jombang, Tanggulangin di Sidoarjo, dan Krebet di Malang.

Gula telah menjadi salah satu komoditas unggulan nusantara. Posisi Pulau Banda Neira sebagai penghasil rempah utama dunia tergeser oleh Pulau Jawa sebagai salah satu penghasil gula terbaik saat itu. Pada rentang tahun 1800 – 1930, gula menjadi produk olahan alam terpenting di dunia.

Kerajaan bisnis Oei Tiong Ham yang juga dikenal sebagai Raja Gula ini berpusat di Jalan Kepodang Kota Lama Semarang. Kantor Kwan Gian Concern maupun Oei Tiong Ham Concern berada di kawasan ini. Kwan Gian Concern saat ini digunakan sebagai Rumah Makam (RM) Pringsewu. Sedangkan Oei Tiong Ham Concern menjadi kantor PT Rajawali Nusantara Indonesia.

Satukan Jalur Gula dan Jalur Rempah

Ketua Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BP2KL) Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu mengaku menuju World Heritage 2020 Unesco, Pemkot Semarang mengubah tema. Sebelumnya tema yang diangkat adalah jalur gula. Namun sesuai dengan arahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tema pengembangan Kota Lama diganti menjadi jalur rempah.

“Dari Kemendikbud, arahannya disatukan ke jalur rempah. Karena dari sisi histori dulu, Semarang memiliki pelabuhan besar pada zaman dulu. Selain itu, kalau hanya mengangkat jalur gula, hanya satu sisi saja,” kata Mbak Ita –sapaan akrab Hevearita Gunaryanti Rahayu yang juga Wakil Wali Kota Semarang.

Semarang, lanjut dia, memang tidak menghasilkan rempah. Kepulauan Buton, dan Pulau Buru dahulu menjadi wilayah dengan hasil rempah terbesar. Hasil rempah di sekitar Semarang sendiri berasal dari wilayah Ungaran, berupa pala dan lainnya. “Setelah di Batavia, Semarang dulu ada kantor Gubernur Jenderal dari Belanda. Ini karena Semarang dinilai strategis menghubungkan Banda sampai Sumatera,” jelasnya.

Alasan itulah yang membuat Pemkot Semarang mengamini arahan Kemendikbud. Pasalnya dari sisi historis atau story telling sangat kental. Namun, dari sisi cagar budaya nasional lebih mengangkat Semarang Lama ketimbang Kota Lama.

“Kalau bicara Kota Lama, kita kalah dengan peninggalan yang ada di Eropa. Namun dari sisi story telling tentunya lebih menarik dan kental akan sisi historis sehingga perlu ditonjolkan. Bagaimana Semarang Lama ini jadi, mulai dari awal mula Kauman, Kampung Melayu dan Pecinan,” tuturnya.

Sesuai arahan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, setelah revitalisasi Kota Lama rampung, Pemkot Semarang akan menghidupkan kawasan Semarang Lama yang terdiri atas Kauman, Melayu, dan Pecinan. Tiga kawasan ini terintegrasi dengan Kota Lama.

“Tiga daerah ini akan dihidupkan. Apalagi Semarang mendapatkan bantuan berupa dana dari Kementerian PUPR dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf),” tambahnya.

Kemenparekraf akan membantu melakukan penataan kawasan Pecinan. Bahkan tertarik mengembangkan kawasan kuliner Kampung Semawis. Sementara itu Kementerian PUPR akan fokus kepada perbaikan wilayah yang kumuh, dengan membantu pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana. Wilayah yang disasar adalah, daerah Dadapsari dan Bandarharjo. Dua wilayah ini masuk dalam kawasan Melayu. “Anggarannya sekitar Rp 40 miliar. Penataan akan dilakukan seperti pembangunan Masjid Layur. Master plan dan anggaran sudah ada. Akan dikerjakan Kementerian PUPR,” ujarnya.

Dirinya memaparkan, daerah Mercusuar Willem juga akan dilakukan revitalisasi. Tempat itu, dulu terintegrasi dengan Kota Lama. Pun dengan Kali Semarang yang dahulu terintegrasi dengan Kauman, Melayu dan Pecinan serta Kota Lama. Detail Engineering Desain (DED) dibantu oleh PT SMI guna membuat master plan. Sementara DED untuk Kali Semarang dibuat oleh Distaru, sehingga keduanya diintegrasikan.

“Kali Semarang ini nggak bisa ditinggalkan. Dulu kapal besar dari dan menuju pelabuhan lewat Kali Semarang dan menghubungkan sebagai jalur transportasi air, Semarang Lama serta Kota Lama. Makanya akan diintegrasikan dan akan berusaha menghidupkan transportasi air,” katanya.

Kauman dan Kota Lama, lanjut Mbak Ita, juga tidak bisa ditinggalkan. Karena dahulu wilayah Kauman merupakan wilayah cikal bakal Islam di Kota Semarang. Bahkan gedung tempat santri mengaji pada zaman dulu, masih ada sampai sekarang.

Bahkan tidak banyak orang yang tahu, embarkasi haji pertama di Indonesia adalah Semarang. Kemudian berkembang, maka datanglah orang Melayu, China hingga membuat kawasan sendiri-sendiri. Anggaran yang digelontorkan sendiri sebesar Rp 60 miliar guna revitalisasi luar wilayah Kota Lama, pembangunan rumah pompa Jembatan Berok dan Museum Bubakan.

“Pelabuhan Semarang dulu menjadi embarkasi haji pertama. Karena ada gerakan ekonomi, otomatis banyak orang datang. Misal dari Bugis Makassar atau orang Melayu hingga akhirnya membangun tempat peribadatan yakni Masjid Layur. Setelahnya orang China datang, merapat di dekat kawasan Melayu dan membangun Klenteng Dewa Bumi yang dekat dengan Masjid Layur,” paparnya.

Dulu Pelabuhan Semarang punya potensi besar, akhirnya Belanda datang dan menggeser keturunan Tionghoa saat itu ke daerah Pecinan saat ini. Kemudian membangun Klenteng Tay Kak Sie. Batas wilayahnya adalah Kali Semarang yang justru menjadi jantung perekonomian saat itu.

“Alasan dari sisi historis inilah, akhirnya kami coba mengangkat Semarang lama dan melakukan pembenahan. Nanti transportasi air di Kali Semarang coba kami buat, tentunya akan menarik dari segi pariwisata,” tambahnya.

Terkait kendala, Mbak Ita menegaskan soal limbah. Apalagi rumah-rumah di sekitar bantaran Kali Semarang, kebanyakan membelakangi sungai. Padahal seharusnya menghadap ke sungai, sehingga dari sisi estetika akan lebih tertata dan indah.

“Agar bisa digunakan untuk transportasi air, limbah rumah tangga ini harus ditampung dulu. Setidaknya air yang mengalir di Kali Semarang akan lebih bersih,” ucapnya.

Untuk progres ke Unesco, Mbak Ita menjelaskan saat ini terganjal adanya pandemi covid-19 sehingga belum berproses lagi. Pemkot Semarang, lanjut dia, terus mendorong agar bisa berjalan.

“Terakhir kami dipandu oleh Kemendikbud. Sudah memasukkan beberapa list juga dari wilayah lain. Namun kami meminta dorongan agar mendapatkan dukungan. Memang saat pandemi ini tidak jalan, mungkin prosesnya akan mundur,” pungkasnya.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Indriyasari menjelaskan, berubahnya konsep awal jalur gula menjadi jalur rempah nusantara memang disengaja pemerintah pusat melalui Kemendikbud. Sampai saat ini, Pemkot Semarang terus berkomunikasi dengan Kemendikbud, meksipun saat ini vakum karena pandemi. Iin yakin program tersebut akan dilanjutkan pada tahun depan setelah pandemi usai. “Tapi programnya masih ada, dan akan dilanjutkan tahun depan,” tambahnya.

Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Negeri Semarang (Unnes) Wasino menegaskan tepat, jika Kota Lama Semarang diusulkan sebagai jalur rempah ke Unesco. Sebab, sejak menjadi jalur rempat, posisi Kota Semarang menjadi vital pada zaman kolonial Belanda.

Setelah sebelumnya VOC lebih memilih Pelabuhan Jepara sebagai bagian jalur rempah, kemudian beralih ke Semarang. Dan Semarang merupakan salahsatu wilayah yang dikelola oleh VOC, atas hadiah dari Raja Mataram, Amangkurat 2. Kemudian Pelabuhan Kota Lama (dekat Jembatan Berok) menjadi titik strategis untuk mengirim rempah ke Surabaya dan wilayah sekitarnya. “Saya kira dengan diusulkannya sebagai warisan dunia, khususnya dari jalur rempah, memang sudah semestinya,” kata Wasino.

Sejak didirikannya pelabuhan pertama yaitu di Kota Lama, nama Semarang semakin dikenal masyarakat internasional. Dimana pembangunan pelabuhan pertama yang terjadi pada abad 18 tersebut sebagai tonggak awal munculnya kawasan Kota Lama.

Harus Imbangi Temuan Sejarah Jalur Rempah

Untuk masuk ke dalam jalur rempah, sebaiknya harus diimbangi temuan-temuan. Dengan demkian ada justifikasi bahwa Semarang memang bisa masuk ke dalam jalur rempah. Sebab, selama ini banyak yang tahu Kota Lama Semarang ini sebagai jalur gula.

Hal tersebut dinyatakan pengamat Heritage Semarang, Anastasia Dwirahmi. Anastasia menilai, perubahan tema dari jalur gula menjadi jalur rempah menuju World Heritage Unesco 2020 merupakan bagian dari strategi. Supaya Kota Semarang bisa masuk ke dalam narasi besar jalur rempah yang sedang dibuat Dirjen Kebudayaan di bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.

“Ketika di Jakarta sudah ribut merangkai jalur rempah, Semarang salah satu strateginya memang harus mencoba menyelipkan diri ke dalam narasi tersebut. Walaupun ini sebenarnya masih dicari tahu lagi. Bisa apa nggak, ada atau nggak rempahnya ini yang di Semarang,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM.

Dia tegaskan, tahunya banyak orang, Semarang ini jalur gula. Dan gula tidak termasuk rempah. Jadinya memang harus digali lagi, kenapa bisa menjustifikasi Semarang ini bisa masuk ke dalam jalur rempah. “Kalau dibandingkan dengan daerah lain, jelas kurang kuat. Misalnya di Maluku, sudah banyak sejarah rempah disana,” ujarnya.

Kalaupun mengangkat jalur gula, katanya, alangkah baiknya jika menghubungkan dengan perkebunan-perkebunan gula yang ada di Jawa Tengah. Alasannya, Kota lama itu sendiri tidak melakukan pengolahan gula, hanya kantor-kantor dan gudang-gudang dari perusahaan pengekspor gula.

“Jadi kalau menurut saya pribadi, lebih bagus kalau dihubungkan dengan situs-situs lain yaitu pabrik-pabrik atau perkebunan-perkebunan gula yang ada di pedalaman Jawa Tengah,” terangnya.

Maka Semarang bisa mengajukan sendiri bahwa Kota Lama ke narasi jalur gula sebagai pusat pengendali perdagangan gula di abad 19.

“Cuma saya tidak tahu, karena Kemendikbud sendiri punya kota-kota yang sudah diunggulkan. Nah Semarang ini masuk apa enggak, kaya gitu saja. Karena mereka menilai dari kesiapan. Berkas nominasinya sudah siap apa belum sekarang?” ungkapnya.

Begitu juga terkait apakah Semarang sudah siap dalam rencana jalur rempah tersebut, pihaknya menegaskan belum siap. “Semarang belum siap. Karena selama ini belum pernah ada temuan. Bahkan, masih banyak yang meragukan,” tegasnya.

Menurutnya, sangat susah manakala tempat tersebut dipaksakan sebagai jalur rempah, bila Semarang belum menemukan alur sejarahnya. Jadi pertama kali yang harus dilakukan ya harus menemukan cerita sejarahnya.

“Karena untuk dinominasikan sebagai Word Heritage Unesco itu, yang penting bukan hanya situs Kota Lama ada bangunan-bangunannya. Tetapi ceritanya apa. Tapi kalau Kota Lama mau dimasukkan ke dalam narasi jalur rempah, harus bisa membuktikan bahwa memang benar dulu di Kota Lama ini pernah terjadi perdagangan atau di kantor-kantor yang memperdagangkan rempah,” katanya.

Anastasia juga membeberkan, sejarahnya Kota Lama memang dulunya terkenal dengan pusat kantor-kantor perdagangan gula. Salah satunya Oei Tiong Ham. Menurut sejarahnya, Oei Tiong Ham bisa disebut satu-satunya orang terkaya di Asia, karena perdagangan gula.

“Dia punya banyak aset di Kota Lama. Ada perusahaan ekspor impor lain yang juga bergerak di perdagangan gula. Ada kantor-kantor dan gudang-gudang itu untuk menyimpan barang sebelum dibawa ke pelabuhan untuk dikirim,” jelasnya.

Bahkan, Kota Lama berdekatan dengan Stasiun Kereta Api (KA) Tawang yang dibangun oleh Belanda. Sejarah kereta api ini juga tidak lepas dari perdagangan gula juga. “Kalau untuk gula masih bagus banget. Tapi kalau untuk rempah, saya rasa harus dicari lagi dulu untuk menggali sejarahnya,” ujarnya.

Perempuan tamatan S2 World Heritage dari Jerman ini mengakui, sempat menjadi pendamping tim dosier untuk Unnesco yang dibentuk oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang terkait jalur-jalur gula. Hanya saja, narasi dari pusat maunya dimasukkan semua ke jalur rempah.

“Dan Semarang mau masuk kesitu. Kemudian strateginya dimasukkan ke dalam jalur rempah. Sebenarnya itu sudah ada tim baru yang langsung disusun oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng, yang SKT-nya dari provinsi langsung. Itu sudah dibentuk,” bebernya.

Pihaknya menghimbau, tim yang penyusun harus benar-benar mengetahui standar penyusunan nominasi warisan dunia Unesco. Sebab, untuk menyusun nominasi warisan dunia tidak sama dengan menulis buku sejarah atau sekedar penulisan sejarah. Di situ harus punya argumentasi yang menyatakan bahwa Semarang memiliki nilai universal luar biasa sehingga layak bisa menjadi warisan dunia.

Kalau cerita sejarah mengenai gula, mungkin di kota-kota lain di dunia sudah banyak yang kuat di dalam industri dan perdagangan gulanya. Tapi kalau Semarang apa nilai keunggulan yang tidak ada dari kota-kota lain di dunia. Walaupun sama-sama penting, tapi tidaklah cukup kalau hanya menuliskan sejarah Semarang. “Harus menemukan nilai pentingnya Semarang bagi dunia itu apa. Nah itu yang harus diolah,” pungkasnya. (nor/den/ewb/mha/ida)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya