32 C
Semarang
Tuesday, 14 October 2025

Reksa Dana Jadi Alternatif, Jeli Melihat Potensi Saham

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Generasi milenial identik dengan gaya hidup yang konsumtif dan instan. Namun jika terus mengikuti arus semacam ini, sebanyak apapun penghasilan akan cepat habis. Untuk itu, sudah saatnya generasi muda baik yang masih kuliah maupun sudah bekerja harus memikirkan bisnis investasi jangka panjang.

Menyongsong masa depan perlu kesiapan diri. Termasuk kesiapan dari segi materi. Investasi harus dipersiapkan sejak dini. Bagaimana kita bisa membeli barang-barang impian ataupun berlibur bersama keluarga kalau tak memiliki simpanan uang? Karena itu, kita harus bisa menyisihkan sebagian dana yang dimiliki untuk bisa berinvestasi.

Ada banyak jenis investasi yang patut dijajal kaum milenial, salah satunya reksa dana. Investasi model ini merupakan wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari pemodal, kemudian dana tersebut diinvestasikan oleh manajer investasi.

Model ini diciptakan untuk pemodal kecil yang hanya memiliki sedikit waktu serta keahlian terbatas untuk berinvestasi. Adapun manajer investasi akan menginvestasikan lagi modal tersebut dalam bentuk portofolio efek. Yakni, surat-surat berharga seperti saham, obligasi, pengakuan utang, tanda bukti utang atau surat berharga komersial yang dimiliki perusahaan.

Jenis reksa dana yakni reksa dana pasar uang (money market fund), reksa dana pendapatan tetap (fixed income fund), dan reksa dana campuran (balance mutual fund). Bisnis ini berjenis liquid, artinya dapat dicairkan kapan saja.

Agus Yayan, salah seorang yang terjun di bisnis reksa dana mengungkapkan, hal pertama harus dipastikan adalah jenis investasi yang sesuai dengan tujuan. Namun yang harus diperhatikan juga yakni kemampuan dalam memilih instrumen atau produk investasi yang sesuai.

Penting untuk diingat, pemodal harus mengetahui jenis atau produk investasi. Apakah ada lembaga pengawasnya atau tidak. “Selain itu kita perlu juga mengetahui risiko yang muncul dari investasi yang telah kita pilih itu. Kenapa kita perlu tahu lembaga yang mengawasinnya, karena sekarang kan banyak penawaran-penawaran investasi ilegal,” ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM.

Meski semuanya basic-nya online, namun ada pilihan untuk yang belum terbiasa menggunakan aplikasi atau platform  sistem yang disediakan di smartphone oleh perusahaan sekuritas, dapat menggunakan layanan produk reksa dana yang ditawarkan oleh perbankan.

Memang, beberapa reksa dana yang dijual perbankan pun ada yang sudah menggunakan sistem atau aplikasi di smartphone yang bisa diakses langsung. Tapi ada juga yang masih harus datang ke cabang-cabang perbankan apabila ingin membeli atau menjual reksa dana.

“Semua ada plus minusnya. Kalau menggunakan aplikasi yang bisa diakses melalui smartphone, kita bisa melakukan proses transaksi jual dan beli setiap saat. Namun untuk yang belum memiliki aplikasi, biasanya kita harus datang ke bank yang menjual produk reksadana tersebut,” imbuhnya.

Dikatakan, investasi ini kurang lebih sama dengan jenis investasi lainnya, baik potensi untung dan rugi. Bagi Agus, reksa dana bisa menjadi alternatif. Menurutnya, pemodal tidak terlalu diribetkan dengan harus menerka-nerka pasar atau melihat informasi keuangan seperti halnya bermain saham. Hal itu dikarenakan dana tersebut dikelola oleh manajer investasi. Dengan begitu, akan menempatkan dana kelolaannya pada instrumen investasi yang dimungkinkan mendatangkan keuntungan.

Sementara itu, bagi generasi milenial yang saat ini lebih sering berinteraksi dan menggunakan gadget atau smartphone, milenial diuntungkan dengan bisa melihat tren reksa dana apa saja yang sedang profit atau banyak dibeli orang.

Menurut Agus, hal itu lebih menguntungkan, khususnya bagi milenial. Dengan terbukanya informasi di genggaman milenial tersebut, seharusnya bisa dipergunakan lebih positif dengan mencari informasi seputar keuangan.

“Yang terpenting bagi milenial kemungkinan masih memiliki masa hidup yang panjang, reksa dana bisa jadi alternatifnya karena merupakan instrumen investasi jangka panjang,” tuturnya.

Jeli Melihat Potensi Saham

Selain reksa dana, investasi yang kini dilirik kalangan milenial adalah saham. Banyak dari mereka yang mencoba peruntungannya di pasar saham. Menanti laju serta naik turunnya grafik menjadi rutinitas yang sudah biasa. Namun milenial lupa jika bermain saham berbuntut pada high risk dan high return. Terlebih bagi kaum milenial yang baru terjun tanpa skill dan pengalaman mumpuni. Karenanya, butuh wadah berupa komunitas yang dinilai tepat sasaran.

Seperti yang dilakukan Bayu Bogiantoro, pendiri Komunitas Trading Eltoro Indonesia. Pria 31 tahun ini ketika kali pertama terjun di investasi saham, ia memilih Forex atau perdagangan mata uang. Bagi pemula, ilmu dasar yang wajib dimiliki adalah memilih komunitas yang tepat. Harus jeli memilih keberlangsungan perusahaan yang menjadi sasaran target.

“Jeli melihat keberlangsungan perusahaan. Masa depan perusahaan itu, pantas untuk dibeli atau tidak sahamnya? Jika saya membeli saham perusahaan tersebut, risikonya seperti apa? Pandai melihat harga naik turunnya saham,”bebernya kepada RADARSEMARANG.COM, Jumat (12/6/2020).

Baginya, investasi saham adalah dunia yang berkembang. Bisa mengelola uang sendiri meski tidak berbentuk fisik. Prinsipnya adalah minimal bisa mengalahkan inflasi. Baginya, dunia saham tidak memiliki high risk atau risiko tinggi.

“Karena rata-rata orang kaya dan berduit apalagi yang melek investasi. Mereka menyimpan uang tidak di bank. Tetapi untuk dibelikan saham atau untuk memutar saham. Prinsip mereka, uang tidak boleh tidur,”paparnya.

Uang harus diputar dengan membeli saham. High risk dan high return itu tergantung diri kita sendiri. Ia memilih berinvestasi di Forex (perdagangan mata uang) dikarenakan likuiditas lebih tinggi. Anggaplah, trader (pemain Forex) membeli saham perusahaan lima menit yang lalu. Sepuluh menit kemudian, kita sudah bisa mengetahui untung atau ruginya pasar saham kita.

Dijelaskan Bogi, Forex cakupannya lebih ke perdagangan mata uang. Namun ada juga yang membahas cakupan gold atau emas, dan oil atau minyak. Di dalam Forex, ada Bitcoin (mata uang). Biasanya digunakan untuk transaksi seperti negara maju, seperti Singapura dan Dubai. Alurnya di saham perusahaan yang biasa berada pada platform metatrader. “Tapi kita harus daftarkan diri ke broker terlebih dahulu. Baru bisa kita download metatrader. Buat akun virtual,” jelasnya.

Bogi menambahkan, perdagangan Forex lazimnya mirip seperti perdagangan konvensional. Hanya saja aksesnya sudah teknologi virtual cepat. Saham Forex dan Bitcoin memakai grafik yang sewaktu-waktu secara cepat bisa berubah. “Misalnya beli mata uang EUR USD atau Euro Dollar, artinya saya membeli Euro lalu menjual USD. Ketika USD itu saya beli, dan harga sedang naik berarti saya untung di situ. Ketika harga Euro lagi murah-murahnya saya beli. Simplenya supply and demand atau kuantitas dan komoditas masih stabil,”paparnya.

Bogi mengungkapkan, tren pasar saham di Kota Semarang tak jauh berbeda secara lingkup nasional. Kompetisi trader dinilainya sudah bagus. Hanya saja, terkadang masih terjebak mainset. Mainset yang dimaksud adalah masuk dengan modal kecil, tetapi ingin untung besar. “Di mana-mana kalau sudah mengerti high risk, artinya harus siap kehilangan uang. Kalau kita ingin dapat hasil besar, maka modalnya juga harus besar. Bukan modalnya yang diperkecil. Kalau di Semarang pasar saham spesifiknya lebih senang berdagang mata uang atau Forex, dan mata uang Inggris atau Poundsterling,”terang Bogi.

Disebutkan, kelebihan investasi saham antara lain transaksi bisa dilakukan setiap saat. Ketika saat pandemi seperti ini, waktunya lebih fleksibel. Namun kelebihan tersebut tidak berguna jika tidak diimbangi dengan skill edukasi. Terlebih jika berhadapan dengan saham perusahaan di bank berupa deposito. Harus jeli melihat keuntungan deposito jika ingin memilih saham pada bank konvensional maupun komersil.

“Karena prinsip awalnya, mereka masuk karena melihat deposito. Ambil contoh, Bank Indonesia mengeluarkan deposito maksimal 8 persen per tahun. Bank BCA dan Mandiri hanya 6 persen per tahun. Nominal deposito keseluruhan, kita ambil satu persen saja per bulan. Berarti setahun bisa 12 persen. Seharusnya sudah lebih dari deposito Bank Indonesia,”ungkap Bogi.

Untuk regulasi, bagi para pemula disarankan melihat berbagai broker yang terdaftar secara resmi. Di Indonesia, broker yang sudah terverifikasi atau regulasi resmi adalah yang terdaftar di BAPPEBTI. Selain itu, berita pasar di media massa atau televisi juga bisa menjadi rujukan.

“Jadi sangat wajib mencari komunitas yang tepat. Di sana akan ada tecnical yang digunakan secara tepat sasaran. Trader atau orang yang terjun di pasar saham wajib melakukan tecnical analisis dan fundamental. Melihat harga secara jangka panjang,”paparnya.

Meski terbilang tertinggal, antusias milenial untuk memulai investasi saham patut diapresiasi. Menurutnya, ada beberapa faktor Indonesia bisa disebut tertinggal untuk urusan investasi saham. Masyarakat cenderung masih konvensional. Katakanlah, punya tabungan Rp 100 juta tak tanggung-tanggung langsung dimasukkan ke deposito. “Kalau sekarang harus dimasukkan saham. Perputaran uang di paperasset seperti saham Forex sangat besar,”beber Bogi.

Untuk komunitasnya. Bogi biasa berbagi lazimnya menceritakan transaksi harga. Saat transaksi tetap mengalami kerugian dan mencoba meraba hargasaham ke depan seperti apa. Teknikal bersama teman-temannya berupa tecnical analisis dan fundamental. “Alhamdulillah-nya, pandemi tidak berdampak banyak. Meski saham lokal sempat turun. BRI sempat turun. Disamping ada saham yang anjlok, tapi di sisi lain ada saham yang diuntungkan. Sebut saja industri Farmasi, Fujifilm, dan Gojek.

Modal Bermain Saham mulai Rp 100 Ribu

Tren bisnis investasi saat ini lebih diminati oleh kalangan milenial. Pasalnya bisnis ini dianggap lebih praktis dan fleksibel atau tidak terikat waktu. Juga ditambah dengan berbagai kemudahan teknologi saat ini seperti online trading.

Kepala Bursa Efek Indonesia (BEI) Semarang Fanny Rifqi mengatakan, jika kalangan milenial saat ini mulai berani bermain saham. Hal ini dikarenakan dukungan yang besar dari teknologi yang menawarkan berbagai kemudahan.

“Bagi kalangan milenial, investasi saham lebih praktis, bisa dilakukan di mana saja hanya melalui handphone dengan sistem online trading. Kelebihan lainnya adalah tidak membutuhkan modal yang banyak,”jelas Fanny kepada RADARSEMARANG.COM.

Menurut dia, kalangan tua saat ini pun perlahan digeser oleh kalangan milenial yang lebih berani mengambil risiko. Sementara untuk profile risiko sendiri, meski masuk dalam golongan menengah atau minim risiko, tetaplah menjadi tren.

Kebanyakan milenial ini bermain saham, melalui perusahaan sekuritas. Kalau modalnya bisa yang terkecil Rp 100 ribu ini pun sudah bisa, yang jelas trennya bergeser di mana kalangan milenial mulai melek investasi” tambahnya.

Dari data yang dimiliki BEI Semarang, pada tahun lalu jumlah investor di Kota Semarang di angka 24 ribu investor. Sementara jumlah investor pada tahun ini di Kota Semarang telah mencapai 25.636 investor. Target penambahan investor di Kota Semarang sekitar 2.400 investor baru.

“Melihat angka pertumbuhan 7 persen atau bertambah 1.573 investor baru, mayoritas adalah kalangan milenial,” jelasnya.

BEI Semarang, lanjut dia, sering melakukan edukasi kepada kalangan milenial untuk berani mencoba melakukan investasi. Salah satunya adalah dengan membuka kelas online dan virtual melalui media sosial yang bisa diikuti siapa saja.

Ia menjelaskan maksud sekolah pasar modal ini adalah memberikan pengertian kepada milenial mempersiapkan keuangan di kemudian hari. Bedanya dengan asuransi adalah melindungi aset, namun pasar modal cenderung sebagai cara mengembangkan aset. Dalam sekolah modal, para peserta yang mayoritas kalangan milenial ini juga langsung diajari oleh trainer dari BEI pusat.

“Materi yang diajarkan seperti pengenalan pasar modal, pengenalan saham, obligasi, reksa dana dan analiasi fundamental serta teknikal hingga simulasi perdagangan di BEI,” jelasnya.

Pria lulusan S1 dan S2 UGM dengan basic ilmu ekonomi ini juga membeberkan pengalamannya kali pertama terjun ke dunia investasi pasar modal. Alasannya simple, yakni ingin mengaplikasikan ilmu yang didapat saat kuliah. “Setelah lulus saya langsung bekerja di BEI Jakarta tahun 2005, lalu BEI Semarang sejak tahun 2011 lalu,” tuturnya.

Menurut dia, saat ini masih banyak masyarakat awam yang belum mengenal apa itu pasar saham. Ia mengakui jika industri tersebut belum banyak dikenal seperti industri perbankan. Selain itu, pemberdayaan manusia atau sumber daya manusia di industri investasi juga bisa dibilang masih langka.

“Padahal pasar modal ini unik, banyak potensi yang bisa dikembangkan ataupun dimaksimalkan. Mulai dari sisi sumber daya manusia, sampai peningkatan pasar, jumlah investor dan emiten,” katanya. (ifa/avi/den/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya