“Mbah, mbah! Bukain,” kata cucu Surtini memecah obrolan dengan suara cemprengnya.
Dengan lembut, tangannya membukakan plastik permen untuk cucu semata wayangnya itu. Memang sedekat itu Surtini dengan cucunya.
Bahkan meski ibu dari anak itu tak ikut mudik ke kampung halaman ibunya, si bocah kecil itu tetap ingin ikut dengan Surtini.
“Malah dia yang heboh banget mau ikut mudik. Ya emang sering ikut, kemarin juga ikut. Sering nginep di rumah juga,” jelasnya.

Soal anak, untuk Surtini memang selalu nomor satu. Suatu hari di tahun 2020, ia bahkan tak peduli dengan ancaman Covid-19.
Anaknya yang saat itu di pesantren diminta untuk pulang oleh para pengurus pesantren, karena pandemi mulai merebak.
Anak itu hanya dapat pulang jika dijemput oleh orang tuanya. Oleh karena itu, meski dengan segala risiko dan aturan persyaratan perjalanan yang susah saat angkat Covid-19 mengalami kenaikan tinggi di Jakarta, Surtini tetap penuhi semua itu.
Minta surat keterangan dari RT-RW, kemudian mesti ke kelurahan, surat sehat dari dokter, bahkan hingga mesti melakukan tes Swab.
Belum lagi, tiket bus yang menaik tajam hingga Rp 800 ribu dari yang biasa hanya Rp 200 ribu. Surtini tak mempermasalahkannya. Harga itu, bagi Surtini tak seberapa dibanding anaknya.