RADARSEMARANG.COM – Menjadi loper koran sejak 1995, Abdul Rozak justru baru memiliki pengalaman berkesan tiga tahun lalu. Mengendari sepeda menembus banjir untuk mengantar koran ke pelanggan, Rozak terjatuh. Koran pun ikut basah kuyup dan tak jadi diantar ke pelanggan.
Biasanya Rozak mengantar koran ke pelanggan dengan sepeda motor. Tapi hari itu hampir seluruh wilayah Kota Pekalongan banjir. Termasuk wilayah tempat tinggal Rozak, Kelurahan Bandengan, Kecamatan Pekalongan Utara.
“Saat itu saya lewat Jalan Hayam Wuruk. Banjir besar. Saya tidak tahu ada lubang jalan. Jatuhlah saya ke air. Koran otomatis basah semuanya,” kenang pria 49 tahun ini.
Koran-koran basah itu tentu tak jadi Rozak antar ke pelanggan. Ia bawa pulang dan jemur sampai kering. Keesokan harinya koran itu tetap ia tunjukan ke pelanggan sebagai bukti. Pelanggan pun ia beri koran baru.
“Ya, Alhamdulillah mereka memaklumi. Paham kalah Pekalongan memang sedang banjir,” katanya kepada Jawa Pos Radar Semarang.
Rozak boleh dibilang langgeng jadi penjaja koran berbagai nama, termasuk Jawa Pos Radar Semarang. Tahun 1995, dulu ia mengasong dari bus ke bus. Lalu bisa membeli sepeda, dan sekarang sepeda motor.
“Dulu Jawa Pos itu sampai Pekalongan pukul 11.00. Sekarang pukul 06.00 pun sudah datang. Bisa langsung saya antar pagi-pagi,” ujarnya.
Dulu, kata Rozak, sebelum lahir Radar Semarang, Jawa Pos di Pekalongan kurang dilirik. Lantaran orang menganggap Jawa Pos merupakan koran Jawa Timuran.
“Sejak ada Radar Semarang, saya lebih mudah meyakinkan ke orang bahwa Jawa Pos sudah mencakup berita Pekalongan dan sekitarnya juga,” ujarnya.
Menurut Rozak, para pelanggan masih setia dengan koran Jawa Pos Radar Semarang karena berita-berita olahraganya. Rozak kerap mendapat testimoni positif soal pemberitaan olahraga Jawa Pos. Banyak yang sengaja membeli untuk memburu berita olahraga di Jawa Pos.
“Katanya sih berita olahraganya lengkap dan update,” kata Rozak.
Ia punya harapan besar terhadap eksisnya koran. Meski ia mengakui, realitanya semakin ke sini pelanggan koran semakin berkurang. Para pelanggannya rata-rata berhenti berlangganan karena sudah membaca media online.
“Kalau bukan yang benar-benar suka baca koran, saya susah meyakinkan,” ujarnya. (nra/aro)