RADARSEMARANG.COM – Terinspirasi dari kedua kakaknya, sejak duduk di bangku SD, Haryadi sudah menjadi loper koran. Bahkan ia rela tak melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP demi pekerjaannya. Usaha tak mengkhianati hasil. Dari hasil jualan koran, dua dari tiga anaknya berhasil lulus kuliah dengan predikat cumlaude.
Pukul 01.30 dini hari di saat semua masih terlelap, Haryadi sudah bangun. Ia bersiap berangkat mengambil koran. Dengan motor Honda Vario, dia tancap gas menuju lokasi pengambilan koran.
Jarak rumahnya di Pilangsari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak ke Kota Semarang sekitar 23 km. Salah satu koran yang diambil adalah Jawa Pos Radar Semarang. Biasanya pukul 02.30, bapak tiga anak ini sudah stand by di halaman kantor koran ini di Jalan Veteran 55 Lempongsari.
Begitu mobil ekspedisi datang, Haryadi langsung mengambil jatahnya. Ia juga mengambilkan koran dari agen lain. Tidak heran, setiap kali mengambil koran, bisa sampai 500 eksemplar. Koran itu ditumpuk di bagian tengah motornya. Bahkan, terkadang sampai setinggi dadanya.
Saat ditemui di agen koran Erlangga selepas mengantar koran, Haryadi menceritakan suka dukanya menjadi loper koran. Menurut dia, bekerja menjadi loper koran di era sekarang yang serbadigital menjadi tantangan tersendiri.
Ia menyebut banyak perbedaan yang dialami. Di era tahun 2000-an, media cetak masih mengalami kejayaan. Sedangkan di era sekarang, orang-orang mulai terbiasa dengan gadget. Ia harus bergelut dengan koran yang mulai ditinggalkan. Namun Haryadi tak patah arang.
Ia tetap setia dengan pekerjaannya. Bahkan Haryadi tetap setia menunggu koran Jawa Pos yang dulu masih dikirim dari Surabaya. Meski datangnya pukul 09.00 pagi, ia akan tetap mengantar satu persatu koran ke tangan pelanggan.
“Di era tahun 2000 koran laku keras. Saya bisa jual sendiri. Sekarang kan beda. Kalau sekarang, saya ikut penerbit langsung. Misalnya, ngloper punya Jawa Pos Radar Semarang, jadi ada titipan dari pihak penerbitnya,” jelasnya kepada Jawa Pos Radar Semarang.