RADARSEMARANG.COM – Mansur Saeroji sudah lama berkecimpung di dunia koran. Pada 1993 ia menjadi loper dan 1997 menjadi agen koran, sejak koran masih dijual dengan harga Rp 500 per eksemplar.
Banyak kisah yang didapat Mansur selama menjadi agen koran. “Suka dukanya, Jawa Pos ini kan tidak pernah libur. Artinya berangkat terus meskipun tanggal merah,” katanya saat ditemui di rumahnya di Gedawang Permai Rabu (29/3).
Salah satu kisah pahitnya adalah ketika ada loper yang tidak setoran ketika sudah mengambil koran. Bahkan akumulasi piutang mencapai Rp 2 juta. Sampai saat ini tetap tak tertagih. “Kalau dicari, orangnya tidak ada,” katanya.
Meski demikian, ia juga memiliki cerita indah dari hasil berjualan koran. Mansur mampu memiliki rumah yang sekarang didiami bersama keluarga. “Alhamdulillah rizki berkah, manfaat bisa mencicil rumah sampai lunas,” jelas Mansur.
Setiap hari, sekitar jam 03.30 ia sudah berangkat dari rumah menunggu kiriman koran dari percetakan datang. Ia juga membagi-bagi koran sesuai jatah setiap loper. Selain menjadi agen, Mansur juga ikut mengantarkan koran ke pelanggan.
Dengan mengendarai sepeda motor, ia mendatangi rumah para pelanggan. Setiap hari, setidaknya 100 eksemplar Jawa Pos ia ambil dan dibagikan ke loper, pengecer, asongan mau diantar sendiri ke rumah pelanggan. Bahkan ketika libur nasional, ia bisa menjual sampai 350 eksemplar.
Di tengah gempuran media online, dirinya tetap optimis koran cetak masih bertahan eksis. Buktinya, ia masih memiliki pelanggan loyal yang sudah bertahun-tahun meminta dikirimi Jawa Pos. “(Pelanggan) yang paling lama sejak saya loper 1993 atau bujang, sampai sekarang. (Pelanggan) juga ada (anggota) DPR,” jelasnya.
Ia berharap penerbit koran bisa meningkatkan pelayanan dengan bagus. Koran harus diisi berita yang lebih menarik supaya masyarakat bisa penasaran. “Kalau bisa, tidak naik harganya, seperti koran sebelah. Itu hancur, karena ekonomi sekarang kan masih merangkak dan belum stabil,” katanya.
Dibandingkan media online, Mansur lebih suka membaca berita dari koran cetak. Karena media online banyak bercampur dengan iklan. Selain itu, matanya pedih ketika terlalu lama membaca lewat ponsel. “Kalau online kan biasanya berita lama dibahas kembali. Kalau koran ini kan baru dan bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Salah satu daya tarik Jawa Pos, menurut Mansur, adalah berita olahraganya. Lebih baik dibandingkan koran-koran lain. Beritanya lengkap, bahasanya mudah dipahami. Penyajiannya juga bagus. “Di koran lain tidak membahas seperti itu,” jelasnya. (fgr/ton)