RADARSEMARANG.COM – Sampah di mata sebagian orang mungkin tidak punya nilai apa-apa. Namun tidak demikian dengan Siti Tazus Salimah. Warga Kabupaten Batang ini berhasil membuat berbagai macam kerajinan tangan dengan menggunakan sampah. Bisa berupa koran bekas, kain, pakaian, plastik, tali rafia, dan lainnya.
Siti Tazus Salimah, 49, sehari-hari menjadi guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa Terban, Kecamatan Warungasem, Kabupaten Batang. Ia punya kebiasaan menyimpan barang-barang bekas. Itu karena dirinya punya kepedulian terhadap lingkungan. Sampah-sampah yang dikumpulkan kemudian disulap menjadi berbagai macam kerajinan tangan.
Beberapa barang produksinya, seperti, tempat tisu, miniatur kendaraan, lampu hias, jam dinding, toples, vas bunga, kursi ecobrick, hingga batik ecoprint. Limbah yang biasa dikumpulkan berupa koran bekas, kain, handuk hingga pakaian bekas, plastik kresek, juga tali rafia.
Hobi yang berbuah cuan ini berasal dari kegiatan parenting tiap dua bulan sekali yang disisipi dengan keterampilan. Masuk dalam agenda pengajaran PAUD. Penekanannya yaitu penggunaan bahan limbah dengan prinsip 3R atau Reuse, Reduce, dan Recycle.
Kegiatan itu tidak semata-mata hanya menggunakan barang bekas yang tidak punya nilai seni. Jadi, barang yang dipilih harus punya nilai seni dan nilai jual. “Otomatis kita harus membentuk barang bekas menjadi cantik dan unik,” terangnya.
Melalui kegiatan parenting itu, Tazus melihat banyak peluang. Karena barang-barang yang dibuat ternyata punya nilai jual dan peminat. Berawal dari iseng, Tazus mencoba memposting hasil kerajinan ke media sosial pada 2019. Ternyata banyak yang tertarik membeli.
“Ide awalnya karena saya senang seni melipat kertas. Saya ikut komunitas, ternyata anggotanya crafter se-Indonesia, dan membuka peluang belajar gratis di situ. Sedikit demi sedikit akhirnya berkembang,” ucapnya.
Salah satu kerajinan yang sering dibuat adalah dari koran bekas. Koran dipisahkan per lembar untuk kemudian digulung. Harus berukuran kecil dan simetris. Butuh waktu seharian untuk menyelesaikan satu produk kecil. Sementara produk besar, butuh waktu hingga tiga hari. Hasilnya bisa menjadi tempat tisu, miniatur kendaraan, lampu hias, jam dinding, toples makanan, vas bunga, dan lainnya.
Sementara kain ecoprint buatannya juga menjadi perhatian khalayak umum. Kain polos ditempelkan dengan dedaunan dan bunga hingga membentuk motif tertentu. Pewarnaannya menggunakan pewarna alam. Produk ecoprint ini dijual mulai Rp 300 ribu.
Berbagai pameran telah diikuti, seperti Inacraft di Jakarta, pameran di pusat-pusat perbelanjaan di Jawa Tengah, dan lainnya. Produknya sudah dipasarkan ke berbagai daerah, seperti Solo, Bandung, dan lainnya. Pihaknya juga telah mengirimkan sampel ke beberapa negara, seperti Italia, Filipina, dan Arab Saudi agar mendapatkan pasar di sana. Pengiriman itu merupakan program dari Disperindag Provinsi Jawa Tengah.
“Saya juga membina teman-teman warga sini. Jadi kalau ada produk yang bagus juga dibawa pameran. Biar masyarakat tahu, ini lho sampah yang dipandang sebelah mata ternyata bisa dijual dan dipajang di mal-mal. Mengajak orang peduli dengan limbah itu susah,” tegasnya.
Saat ini, Tazus sudah punya 13 orang yang menjadi binaannya. Kebanyakan warga sekitar. Produk-produknya dikenalkan dengan brand Stazuss. Singkatan dari namanya sendiri. Sebelumnya, brand yang dibawanya adalah Aulia Nabila Craft, nama anak perempuannya. Karena nama itu tidak bisa dipatenkan, akhirnya berganti menjadi Stazuss. (yan/aro)