Mudzakir semakin tertantang dengan mencoba meretas untuk mencari bug yang ada di Google. Percobaan pertama selalu ditolak setiap laporan yang dikirimkan ke pihak Google. Setelah beberapa kali percobaan, ia pun menemukan sebuah bug yang tidak biasa. Namun laporan yang dikirim, masih ditolak oleh Google. “Sempat kita debat sampai beberapa hari, akhirnya diterima laporan yang saya kirimkan. Nemu bug-nya di tahun 2020, dan laporan diterima awal tahun 2021. Saya dikasih reward USD 5.000 beserta hall of fame,” ujarnya.
Setelah menemukan bug atau kerentanan sistem, Mudzakir tercatat pada peringkat 367 dunia dalam Google Bug Hunter. Itu menurutnya hasil dari melakukan peretasan yang tidak sembarangan. Ia menegasakan, dalam peretasan tersebut bukan untuk menguasai website ataupun aplikasi tersebut, melainkan hanya untuk menemukan bug yang ada.
“Kira-kira dalam empat tahun ini, banyak website yang sudah saya temukan kerentanannya. Bahkan ada pengalaman, saya hampir dilaporkan ke polisi karena meretas situs tanpa izin,” ceritanya.
Namun tidak semua perusahaan membukan bug bounty tersebut. Sehingga peretasan yang dilakukan Mudzakir saat itu termasuk ilegal dan bisa dikenakan pasal perlindungan data pribadi. Ia bermaksud menemukan bug dan melaporkan ke perusahaan tersebut agar melakukan perbaikan. Namun yang ia lakukan tanpa persetujuan dari perusahaan tersebut.
Setelah kejadian itu, ia mencari perusahaan yang membuka bug bounty, terutama pada perusahaan luar negeri. Ia sempat meretas website sebuah bank di Timur Tengah, dan mendapatkan uang sebesar USD 4.500 sebagai penghargaan karena sudah menemukan kerentanan pada website bank tersebut. “Sekarang saya lebih memilih perusahaan dari luar negeri. Karena lebih aman dan reward yang diberikan juga lumayan besar,” katanya.
Meski masih berstatus sebagai pelajar, berkat keahliannya itu, Mudzakir sudah bekerja untuk perusahaan yang menyediakan pelayanan sistem keamanan (security system) di Jakarta. Ia masuk dalam divisi pengecekan kerawanan website atau aplikasi.
“Tugasnya melakukan pengecekan atau peretasan sistem. Kalau ada kerentanan, kita laporkan ke divisi maintenance untuk diperbaiki. Kalau untuk bug hunter dan bug bounty juga masih jalan, Mas. Itu hitungannya freelance aja,” ungkapnya.
Mudzakir membeberkan, saat ini rata-rata penghasilannya mencapai Rp 10 juta per bulan. Sebab, ia masih mengerjakan pekerjaan tersebut di sela-sela waktu sekolahnya. “Kalau mau langsung dapet banyak uang bisa, Mas. Hacker yang hitam itu ambil data atau sedot rekening. Tapi saya memilih yang halal aja, Mas,” ucapnya.
Atas prestasi Mudzakir, Kepala SMK Negeri 8 Kota Semarang Harti mengaku bangga dengan capaian anak didiknya. Terutama, prestasi terakhirnya sudah mencapai skala internasional.
Ia mengatakan, Mudzakir adalah siswa yang punya banyak bakat dan menjadi panutan bagi siswa lainnya.
“Anak ini multitalenta, karena Mudzakir juga aktif di kegiatan religi. Jadi pemain inti hadroh sebagai vokalis, lalu tahfidz juga masuk, pernah ikut beberapa lomba lainnya. Memang santun anaknya, maka kami jadikan ikonnya siswa,” katanya.
Pihak sekolah juga mendukung Mudzakir dalam menjalankan pekerjaannya. Dukungan itu berupa kebebasan tugas dan tuntutan bagi siswa berprestasi seperti Mudzakir. “Sistem sekolah saat ini sudah mencakup kecakapan abad 21. Kami juga fleksibel, anak-anak bisa belajar di rumah. Sehingga anak-anak spesial macam ini tidak terbelenggu dengan tugas yang sebetulnya tidak dibutuhkan. Sehingga, dia bisa besar dan berkembang di bidangnya,” jelas Harti. (nun/aro)