RADARSEMARANG.COM, Kuliah sambil bisnis bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dijalankan. Hal ini yang dilakukan Grahardika Kusuma. Mahasiswa jurusan ilmu sejarah ini kuliah sambil menjadi petani anggrek di Desa Sidomulyo, Kecamatan Candimulyo, Kabupaten Magelang.
ROFIK SYARIF GP, Magelang, Radar Semarang
GREENHOUSE itu terlihat penuh tanaman hijau. Di sela-selanya juga tampak bunga warna-warni bermekaran. Indah sekali. Ratusan tanaman anggrek berbagai ukuran dan jenis itu memanjakan mata yang melihatnya.
Ada anggrek jenis Dendrobium (bulat dan keriting), anggrek Bulan dan Cattleya memenuhi greenhouse. Tanaman anggrek itu dibudidayakan oleh Grahardika Kusuma sejak 2019. Ia memberi nama “Serumpun Orchid.”
Dika –sapaan akrabnya–mengatakan, awalnya ia hanya ingin mencoba memanfaatkan waktu luang saat kuliah online selama pandemi beberapa tahun lalu. Dengan memanfaatkan lahan kosong, dia mencoba menanam anggrek.
“Alasan saya memilih menanam anggrek karena banyak masyarakat di Sidomulyo yang membudidayakan anggrek,” ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Waktu itu, saat kali pertama salah seorang warga membudidayakan anggrek, hasilnya terlihat menjanjikan. Sehingga diikuti warga lainnya. “Dari sini saya juga ikut mencoba. Namun awal-awal hanya sedikit dan belum berani berspekulasi banyak,” ungkapnya.
Ia mengaku, saat awal pandemi Covid-19, anggrek yang dibudidayakan siap dijual. Namun saat itu tanaman anggreknya tidak diterima di pasar. Sebab, kondisi ekonomi selama pandemi sedang lesu. Anggrek juga bukan menjadi kebutuhan primer.
Menurutnya, dalam usaha anggrek ini perlu kesabaran, karena tidak sekali tanam langsung panen.
“Selain itu, modal dan biaya operasional juga tidak sedikit,” katanya.
Dika mengatakan, anggrek yang dibudidayakan jenis Dendrobium, Bulan, dan Cattleya. Pemilihan tiga jenis anggrek ini karena pasarnya mudah, cepat, dan banyak peminat. Proses pembudidayaan antara ketiganya hampir sama. Namun anggrek Dendrobium membutuhkan sinar matahari lebih banyak sekitar 60 persen, sedangkan anggrek Bulan hanya 35 persen.
Ia mengaku, di usianya yang masih muda bisa kenal orang-orang yang berada di pemerintahan berkat bisnis anggrek. Salah satunya pejabat Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jateng. “Dari situ tukar kontak, terus komunikasi. Itu menurut saya titik positif budidaya anggrek. Mereka datengin kita, jadi bisa ketemu orang-orang di sana dan terjalin hubungan,” tuturnya.
Selain itu, ia juga pernah didatangi Lapak Ganjar, sehingga banyak orang tahu anggreknya.
Diakui, perlu waktu kurang lebih tiga tahun untuk menunggu bunga anggrek mekar. Proses Panjang diawali dari pemindahan bibit bunga anggrek yang telah tumbuh di botol ke media tanam (pot).
Dika mengungkapkan, setiap botol yang dibelinya berisi sekitar 20 bibit dan membutuhkan proses khusus. Ia tidak menyemai biji anggrek, karena prosesnya lama kurang lebih satu tahun dalam botol. “Juga membutuhkan bahan dan alat khusus serta sterilisasi,” terangnya.
Pemindahan anggrek dari pot seedling (bibit) ke pot dewasa membutuhkan waktu sekitar delapan bulan. Anggrek akan berbunga kira-kira empat bulan lagi, kemudian dipindah ke kebun display untuk penjualan.
Tak hanya anggrek yang telah berbunga, ia juga menjual anggrek seedling, anggrek remaja, dan anggrek dewasa. Pembeli dapat memilih sesuai kebutuhan, karena ada orang yang ingin merasakan tantangan merawat dari bibit. Sehingga terdapat kepuasan tersendiri ketika anggreknya mekar.
Selain datang langsung ke Greenhouse Serumpun Orchid, konsumen dapat membeli secara online di marketplace dan di akun Instagram-nya. Tak heran jika jangkauan pemasarannya hingga seluruh Indonesia. Anggrek Dendrobium yang mekar dibanderol dengan harga Rp 45 ribu-Rp 65 ribu per pot. Sedangkan anggrek Bulan dari harga Rp 80 ribu-Rp 120 ribu dan Anggrek Cattleya hingga Rp 520 ribu per pot.
Dika mengaku pernah menjual anggrek Dendrobium di kelas koleksi seharga Rp 1,5 juta. Semakin gelap warna dan unik pola warnanya (mutasi), maka harga akan semakin tinggi.
Kini Dika memiliki empat greenhouse. Melihat usaha budidaya anggreknya yang semakin berkembang, Dika pun mengajak beberapa warga sekitarnya menjadi reseller anggrek. Cukup memposting anggrek di akun medsos, mereka akan memperoleh 25 persen keuntungan tanpa harus bersusah payah menanam.
“Daripada hanya nongkrong dan ngobrol masalah gak jelas, mendingan jadi reseller. Mereka datang ke sini memfoto bunga, lalu kita kasih deskripsi dan posting di Facebook. Saya menjadi terbantu dan mereka juga dapat untung,” jelasnya.
Ia menyatakan jika kuliah itu penting, dan bagi anak muda harus tetap menuntut ilmu. Tapi dengan kuliah harus bisa membuka lapangan pekerjaan. Bukan mencari pekerjaan.
“Jadi kuliah atau mencari ilmu untuk menambah wawasan dan mindset supaya lebih luas. Ketika wawasan lebih luas, maka kita bisa menghasilkan uang dengan pemikiran yang lebih luas pula,” katanya. (*/aro)