RADARSEMARANG.COM, Didik Nini Thowok, penari kondang kelahiran Temanggung mengajak masyarakat untuk menghargai tradisi agar orang-orang memiliki kepekaan rasa.
ADDIN ALFATH, Temanggung, Radar Semarang
SENIMAN asal Temanggung Didik Nini Thowok menyampaikan, orang-orang yang selalu menghargai tradisi dan ritual akan memiliki kepekaan rasa.
Menurut dia, dengan seni budaya itu menusia mengasah rasa sebetulnya. Kalau sudah memiliki rasa peka, menjadi toleransinya tinggi. Menghargai sesama. Memiliki sopan santun dan etika.
“Orang Jawa hilang Jawanya ya sekarang ini. Rasa yang dimilikinya tidak terasah. Generasi muda itu harus belajar, belajar dan belajar. Tentang sejarah ini penting. Dengan begitu, mereka akan mendapatkan banyak hal. Jadi, jangan terbebani oleh macam-macam,” katanya ketika menghadiri tradisi Sadran Kali di Dusun Lamuk, Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung.
Dikatakan, tradisi lokal seperti Sadran Kali penting untuk dilestarikan. Misalnya, mau tanam ada upacaranya, dan mau panen juga ada upacaranya.
“Semua ini merupakan bentuk simbol berterima kasih kepada Tuhan. Kepada alam semesta melalui bentuk-bentuk kesenian. Makanya seni itu bagian dari ritual awalnya,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM.
Didik menilai budaya di Dusun Legok ini perkembangannya luar biasa dibanding waktu dirinya masih kecil. Untuk menyaksikan tradisi tersebut, dulu dia harus naik sepeda onthel atau bahkan jalan kaki.
Dia mengaku belajar seni ke mana-mana, dan selalu mengingatkan tradisi itu adalah warisan dari nenek moyang, yang tidak boleh menghilangkannya. Tradisi merupakan salah satu bentuk kearifan lokal.
“Saya itu belajar seni budaya di manapun. Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sumatera, Kalimantan, bahkan Sulawesi. Pernah juga ke Jepang dan negara lainnya. Ritual itu bagian dari kesenian yang sudah dilupakan. Jarang seniman yang mau melakukan ritual. Itu sah-sah saja dan hak mereka. Tapi, kalau saya tidak. Saya tetap menghargai peninggalan nenek moyang kita. Jadi, saya belajar Tari Beskalan Putri Malang juga ada ritualnya. Belajar Tari Bali apalagi, kita harus sembahyang di pura, harus melekat,” terangnya.
Dia mengaku, tahun kemarin pergi ke Bali. Dari enam orang yang diizinkan mencoba topeng emas peninggalan Majapahit, dia salah satunya. Sedangkan lima orang lainnya adalah orang asli Bali. Dia mengaku kebetulan diterima di sana dan mempelajari seni Bali sejak 1974. Bagi dia, hal semacam ini semua adalah masalah rasa dan tidak perlu banyak omong.
“Kalau hatinya sudah klik, kita rasanya sudah seperti saudara, di manapun, dengan komunitas manapun, Dayak, Banyuwangi yang ada alas Purwonya. Pokoknya di mana-mana itu indah semuanya. Pokoknya temen-temen seniman itu belajar seni itu luar biasa,” ungkapnya.
Dia berharap, mudah-mudahan tradisi seperti ini tetap lestari. “Pesan kami kalau mau mengolaborasikan dengan budaya lain harus belajar dengan benar lewat guru yang benar. Sebab, sentuhan guru kepada murid merupakan transfer energi. Jangan lewat Youtube deh, soul-nya tidak akan kena. Soul atau roh dari tari itu ada. Nah, soul itu bisa muncul dengan belajar lewat guru,” katanya. (*/aro)