26 C
Semarang
Saturday, 21 December 2024

Usung Batik Khas Semarangan, Siti Ruslina Ciptakan Lima Motif Batik Terdaftar Hak Cipta

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Berawal dari mengikuti pelatihan membatik yang dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah, mengantarkan Siti Ruslina untuk terus berkarya. Tak hanya membatik, ia mampu menciptakan lima motif batik yang hak ciptanya telah terdaftar.

Siti Ruslina memulai bisnis UMKM pada 2019. Berawal dari keikutsertaannya mengikuti pelatihan membatik yang dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jateng membuatnya merasa tertantang. Wanita 47 tahun ini merintis bisnis UMKM dengan fokus memproduksi batik khas Semarangan. Ruslina Batik namanya. Berpusat di Kelurahan Plalangan, Gunungpati.

Setiap karya seni yang tercipta dari tangan seseorang memiliki nilai estetika dan filosofi tersendiri. Begitu pun hasil olahan batik tulis miliknya. Motif batik ciptaannya mengandung pesan dan makna mendalam. Ruslina menceritakan, ada 25 orang yang mengikuti pelatihan. Namun hanya dirinya yang bisa bertahan.

“Di situ saya dilatih membatik satu minggu full. Satu kelompok 25 peserta, namun yang masih berjalan sampai sekarang cuma saya,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM.

Dalam prosesnya hingga kini, Ruslina berhasil menciptakan lima motif batik yang terinspirasi dari keadaan di lingkungan sekitarnya. Bahkan masing-masing motif mengandung makna dan filosofi tersendiri. “Contohnya ceblok mawar, itu sesuai dengan nama saya Ruslina. Rose kan artinya mawar. Maknanya di situ ada keindahan dan akan tumbuh suatu kesadaran,” jelasnya.

Saat ditemui Ruslina sedang mengikuti pameran UMKM di Gunungpati. Ia memajang seluruh hasil karyanya. Ruslina menceritakan motif kedua kreasinya adalah segoro penyu. Motif ini menggambarkan kesabaran. Katanya, penyu merupakan hewan yang dilindungi dan dilestarikan. Sementara di tempurungnya terdapat gunungan yang dipagari dengan garis-garis.

Segoro (samudra) itu kan luas, menandakan kesabaran. Sementara gunungan saya ibaratkan pagar yang membatasinya. Filosofinya agar selalu diberi kesabaran yang luas,” bebernya.

Ketiga, motif karas sinom. Ruslina mengatakan, karas berarti pegangan dan sinom adalah daun. Maknanya, setiap hidup di masyarakat, seseorang akan bertempat tinggal di suatu tempat dan harus beradaptasi dengan lingkungannya masing-masing.

“Saya ambil filosofi itu dari lingkungan sekitar saya. Pasti di situ tumbuh lingkungan yang ada tanaman dan pasti ada daunnya. Jadi, saya hidup dengan lingkungan,” akunya.

Selanjutnya, motif kerang gemintang. Kerang adalah hewan penghasil mutiara. Sementara untuk menghasilkan mutiara yang indah, kerang yang bertempat di dasar lautan harus bertahan menghadapi derasnya gelombang. Menurutnya, dari sini kegigihan seseorang ini menjadi yang terpenting. Seperti kerang yang  rela kesakitan selalu dihantam gelombang, selanjutnya ia akan menghasilkan mutiara yang indah. “Maknanya, orang kalau mau sukses harus bersusah payah terlebih dahulu, ibaratnya seperti itu bahasa saya,” katanya.

Terakhir, motif karas galasem yang terinspirasi dari suatu nama kampung di wilayahnya. Namanya Tegal Asem. Di kampung tersebut terdapat pohon asam besar. Motif ini menonjolkan pohon asam yang menjadi sejarah bagi nama Kota Semarang. “Itu sekelumit cerita motif batik saya. Saya ciptakan sendiri dan semua ada filosofinya,” ujarnya.

Ruslina mengaku, kelima motif batik tulis andalannya itu sudah terdaftar hak cipta di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) RI. Untuk bisa mencapai titik ini, proses menjadi kunci utamanya. Baginya, jika bersabar dan tekun menggeluti dunia batik lama-kelamaan akan terasa mudah. Jatuh-bangun ia berjuang hingga berhasil mempunyai motif dan hak paten tersendiri.

“Banyak motif sebenarnya, namun lainnya belum dipatenkan. Hanya lima motif yang sudah terdaftar, yang lain tetap saya produksi meskipun belum saya hak ciptanya,” tambahnya.

Menurutnya, membatik merupakan pekerjaan yang menantang. Banyak pelajaran yang didapatkan dari proses pembuatan batik. Termasuk melatih kesabaran dan ketelitian. Motif batik miliknya juga sudah dipasarkan di beberapa wilayah Semarang. “Kalau mau, prosesnya ditekuni semua jadi mudah. Hidup itu berjuang. Tidak semata-mata langsung di atas. Ada prosesnya. Saya ngalamin sendiri jatuh-bangunnya,” ujar Ruslina.

Tak hanya memproduksi batik secara individu. Ia juga memiliki komitmen memberdayakan perekonomian masyarakat setempat. Khususnya ibu-ibu dengan membentuk kelompok batik Sekar Arum. Dalam wadah itulah ibu-ibu di Kelurahan Plalangan Kecamatan Gunungpati berkreativitas memproduksi batik. Di kelompok batik Sekar Arum pula, mereka bisa berdaya dengan keringatnya sendiri.

Ruslina mengaku, satu pcs batik tulis bisa diproduksi dalam waktu satu hingga dua minggu. Harganya juga beragam. Mulai Rp 250 ribu – Rp 300 ribu dan Rp 400 ribu – Rp 600 ribu. Tergantung dengan permintaan pembeli.

Menurutnya, masih ada kendala yang dihadapi. Yakni, SDM yang belum bisa maksimal. Kendalanya ada pada ibu-ibu yang harus membagi waktu dengan aktivitas dan pekerjaan lain. Namun Ruslina tetap optimistis bahwa kelompoknya bisa terus berkembang. Sehingga diharapkan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat.

Ruslina berharap agar pemerintah bisa memberikan bantuan pada pelaku UMKM. Menurutnya, tanpa dukungan pemerintah, UMKM akan sulit berkembang.  “Harapannya kalau suatu usaha itu butuh support, terutama yang tidak punya modal. Dan juga pemasaran, kalau produksi gak ada muaranya, gimana? Kita bisa berjalan kalau diberdayakan agar naik kelas,” katanya. (kap/aro)

Reporter:
Khafifah Arini Putri

Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya