RADARSEMARANG.COM – Talas termasuk tanaman umbi-umbian. Tanaman ini dinilai mengandung asam sianida (HCN) yang dapat mengakibatkan keracunan sampai dengan kematian. Namun di tangan Agus Subekti, tanaman talas diolah sebagai pengganti tembakau yang menghasilkan pundi-pundi dolar.
Agus Subekti tinggal di Dusun Kalangan, Desa Sukoharjo, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang. Sejak pertengahan 2019, ia berhasil mengolah dan melakukan inovasi daun talas menjadi campuran rokok. Di mana biasanya rokok menggunakan campuran tembakau dan cengkih.
Kepada RADARSEMARANG.COM, Agus menceritakan ide mengolah daun talas menjadi pengganti tembakau itu bermula saat dirinya memperoleh informasi tentang daun talas yang memiliki banyak potensi disamping sebagai tanaman yang beracun. Informasi tersebut ia dapatkan dari salah satu warga Pandeglang, Banten. “Saya pun menemui warga Pandeglang itu dan bertanya langsung, Mas. Dan memang benar, tanaman talas bisa diolah menjadi pengganti tembakau untuk rokok,” katanya.
Setelah kepulangannya dari Pandeglang, rasa penasarannya tentang potensi tanaman talas tersebut semakin tinggi. Dan dicarilah tanaman tersebut yang kebetulan tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tanaman tersebut biasanya dikenal dengan Talas Beneng.
Talas Beneng sendiri berasal dari singkatan besar dan koneng, karena ukuran yang besar dan berwarna kuning. Tanaman ini memiliki karakteristik berbeda dengan talas yang tumbuh di daerah lain. Talas ini tumbuh liar di wilayah lereng gunung yang memiliki suhu dingin. Memiliki batang yang besar serta panjang dan di bagian akar terdapat umbi-umbi kecil yang bergerombol.
“Kalau ciri-ciri yang paling kelihatan pada daunnya. Biasanya yang digunakan untuk rokok memiliki bentuk daun yang rapat atasnya seperti huruf V,” ujarnya.
Agus mengungkapkan, setelah dirinya melakukan cek verifikasi tentang Talas Beneng tersebut, ia mendapatkan informasi bahwa tanaman tersebut mudah ditanam dan tidak memerlukan perawatan yang susah. Namun ia tidak menyarankan untuk ditanam di lahan produktif karena masih merupakan usaha rintisan. “Saat itu belum terdapat market yang belum pasti. Kemudian kami orientasikan penanaman lahan yang tidak produktif,” katanya.
Selain itu, dirinya baru mengetahui peluang daun talas untuk bahan rokok, vapor, maupun shisha. Dengan mengombinasikan bahan baku yang ada waktu itu, ia berhasil membuat racikan untuk rokok.
Menurut Agus, proses pengolahan daun Talas Beneng pun hampir mirip dengan tembakau. Hanya saja daun yang sudah dipetik perlu didiamkan selama dua hari terlebih dahulu untuk menghilangkan getahnya hingga berwarna kuning.
“Prosesnya kurang lebih sama seperti mengolah tembakau. Namun untuk mendapatkan hasil yang sangat menyerupai tembakau, daun talas yang telah didiamkan selama dua hari tadi disortir untuk mencari daun yang bagus. Kemudian daun talas tersebut dipotong lembut dan dikeringkan layaknya tembakau,” bebernya.
Ia menjelaskan, 10 kilogram daun talas basah jika dikeringkan bisa menghasilkan satu kilogram daun talas. Jika diekspor ke luar negeri, harganya di kisaran Rp 30.000 per kilogram. Sementara untuk pasar dalam negeri, harganya berkisar antara Rp 20.000 – Rp 26.000 per kilogram bergantung kualitas.
“Saya sudah pernah kirim ke Australia pada awal pandemi lalu sebanyak empat kontainer besar dan satu kontainer kecil. Ke depan rencananya juga akan dieskpor ke Dubai dan Kanada,” jelas Agus.
Ia mengatakan, saat ini akan menjual hasil olahan talas tersebut ke salah satu produsen rokok nasional. Harapannya, petani talas nanti bisa mendapatkan dan menikmati hasilnya. “Saat ini kami sedang berkomunikasi dengan pabrik rokok nasional terkait kepastian kuota dan harga,” tambahnya.
Tidak hanya berhenti pada inovasi olahan daun talas menjadi pengganti tembakau untuk rokok, Agus juga melakukan inovasi yang saat ini masih dalam tahap riset, yakni inovasi daun talas menjadi teh daun talas dan shisha. Ia juga melakukan kolaborasi riset dengan perusahaan yang ada di Kanada dan Dubai untuk riset teh daun talas dan shisha tersebut. “Ini nantinya akan menambah inovasi yang kita ciptakan yang berbahan baku daun talas. Sebisa mungkin untuk memaksimalkan potensi yang ada,” katanya.
Saat ini, dalam produksi, ia dibantu tiga pekerja untuk merajang daun talas. Ia memulai produksi dari pukul tiga dinihari hingga siang agar rajangan daun talas tersebut bisa langsung dijemur. Produksi rajangan daun talas ini bisa setiap hari. Berbeda dengan tembakau yang ada musimnya.
“Ini belum begitu banyak produksinya. Nanti kalau sudah jalan dan cukup tahu arahnya, saya akan sebarkan pada petani-petani lainnya yang berminat,” ujarnya. (nun/aro)