RADARSEMARANG.COM, SD Negeri Karangjompo, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan, tak bisa digunakan karena terendam rob. Akhirnya, sekolah menumpang di rumah warga untuk kegiatan belajar-mengajar (KBM). Warga pun rela tak beraktivitas di dalam rumah selama KBM berlangsung.
NANANG RENDI AHMAD, Pekalongan, Radar Semarang
SUDAH hampir tiga pekan semua siswa SD Negeri Karangjompo tak belajar di ruang kelas gara-gara rob menggenangi sekolah. Satu sekolah pindah tempat belajar ke rumah-rumah warga. KBM pun hanya beralas tikar, tanpa meja dan kursi.
Total ada empat rumah warga yang mendadak menjadi ruang kelas. Satu rumah ada yang untuk menampung siswa dua kelas. Tak ada alasan lain, warga rela rumahnya jadi sekolah karena murni merasa miris dan kasihan terhadap para siswa dan guru.
“Kalau Anda jadi orang sini, yang betul-betul melihat kondisi sekolah begitu, tak akan mungkin membiarkan mereka telantar. Kecuali Anda tak punya hati,” kata Maesaroh, 30, salah seorang warga yang rumahnya digunakan untuk belajar siswa kelas V SD Negeri Karangjompo.
Dulu, kata Maesaroh, bangunan SD Negeri Karangjompo bagus dan gagah. Punya lapangan dan halaman yang luas.
Tiap sore digunakan untuk sepakbola pemuda dari desa-desa sebelah. Pernah pula untuk gelaran turnamen sepakbola. Dulu merupakan salah satu SD idaman pada masanya.
Tapi semua itu kini tinggal kenangan. Lapangan dan halaman sekolah sudah tidak berwujud. Pemandangannya berganti alang-alang tinggi dan air, bak rawa.
Jika dari jalan utama, SD ini hanya terlihat atapnya, tertutup alang-alang itu. Padahal Pemkab Pekalongan pernah meninggikan permukaan sekolah beberapa kali.
“Iya, rob menerjang sejak 2012. Perlahan SD itu pun kekurangan siswa. Sekarang total cuma 67 siswa,” ucapnya.
Media telah banyak memuat berita soal fenomena SD Negeri Karangjompo belakangan ini. Tapi belum ada yang menyorot sisi warga yang merelakan rumahnya untuk tumpangan.
“Ya, sebelum siswa datang, saya bersihkan rumah dulu. Saat KBM berlangsung, ya saya harus ngerti, keluar rumah dulu. Apalagi saya punya anak balita, kalau di dalam rumah nanti malah mengganggu,” ujar Maesaroh.
Tak jauh beda dengan Maesaroh, Isromah juga demikian. Ia menata ruang tamu rumahnya sebelum para siswa dan guru datang. Ia menggelarkan tikar hingga memastikan tempat bersih dan rapi. Begitu KBM selesai, ia pun bersih-bersih.
“Rumah saya digunakan untuk kelas I dan II. Pernah kemarin hujan, yang kelas VI kan belajar di teras rumah sebelah, akhirnya saya suruh pindah ke sini. Waktu itu yang kelas I dan II sudah pulang. Kasihan lah pokoknya,” kata Isromah.
Baik Maesaroh dan Isromah, tak pernah mengharap balasan apa-apa dari pihak sekolah. Mereka bersedia rumahnya terus digunakan untuk belajar selama sekolah belum bisa digunakan.
“Saya melihat anak-anak mau belajar saja kok sengsara begitu, tidak tega. Saya tidak mengharap imbalan apa-apa. Lihat mereka tetap semangat sekolah saja sudah senang,” ujar Maesaroh.
Jamal, siswa kelas VI SD Negeri Karangjompo mengaku ingin kembali belajar di ruang kelas. Alasannya, karena di rumah warga tak ada meja dan kursi.
“Susah pas mau nulis. Kalau ada meja gak sulit,” ungkapnya. (*/aro)