RADARSEMARANG.COM – Ratusan manuskrip naskah kuno telah berhasil diselamatkan oleh Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah (Arpusda) Kabupaten Wonosobo. Namun sayangnya, dari ratusan manuskrip yang ada itu belum ada satupun catatan yang menyinggung soal Dieng.
Manuskrip adalah tulisan tangan asli yang berumur minimal 50 tahun dan punya arti penting bagi peradaban, sejarah, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Dalam beberapa tahun terakhir, bidang kearsipan Arpusda Kabupaten Wonosobo tengah disibukkan untuk mengumpulkan naskah-naskah kuno tersebut yang tersebar di beberapa wilayah. Jumlahnya sendiri cukup besar. Lantaran saat ini sudah ada 138 manuskrip naskah kuno yang telah diarsipkan.
Disebut sebagai naskah kuno, karena naskah tersebut dianggap telah berusia lebih dari 50 tahun. Naskah tersebut rata-rata merupakan hasil tulisan tangan seseorang yang berhasil dicatat dalam buku maupun benda lain pada zamannya.
“Usia dari buku yang kita kumpulkan juga beragam. Mulai dari 60 tahun sampai ratusan tahun,” kata Kepala Dinas Arpusda Wonosobo Musofa kepada RADARSEMARANG.COM saat ditemui di kantornya, Senin (31/10).
Namun dari 138 naskah kuno yang berhasil Arpusda simpan itu, belum ada naskah mengenai cerita Dieng. Mayoritas dari naskah kuno yang berhasil disimpan itu catatan berbahasa Arab. Spesifiknya pada ajaran agama Islam.
“Iya, dominasinya masih pembahasan seputar pesantren. Sebenarnya ada satu manuskrip Bahasa Belanda dan dua Bahasa Jawa, yang lainnya Bahasa Arab,” ujarnya.
Menurutnya, catatan soal Dieng ini memang butuh penelusuran lebih jauh dan mendalam. Meski pihaknya menyebut jika dalam relief candi itu ada beberapa catatan yang ditulis menggunakan aksara Palawa. Namun, menurutnya, hal tersebut membutuhkan tim khusus untuk melakukan penelitian. “Karena memang sejauh ini catatan yang berbentuk tulisan itu belum ada,” katanya.
Khusus untuk tiga naskah yang berasal dari Bahasa Belanda dan Jawa sendiri, saat ini masih dalam proses alih bahasa. Pihaknya telah bekerja sama dengan mahasiswa sejarah UGM untuk mencoba mengalihbahasakan catatan tersebut.
“Jadi, naskah-naskah ini kan sebagai sumber informasi, agar bisa bermanfaat dan diketahui banyak orang, maka tugas kita mengalihbahasakan catatan-catatan tersebut,” ujarnya.
Hal ini penting dilakukan, agar catatan tersebut bisa diselamatkan. Selain sebagai sumber informasi dan pengetahun, naskah ini diharapkan tetap memberi manfaat pada generasi mendatang.
“Salah satu langkahnya kita alihkan ke digital. Kita khawatir kalau naskah ini tidak kita alihkan ke bentuk digital, suatu saat bisa hilang atau rusak. Karena yang penting dari naskah ini kan informasi dan kemanfaatan dari buku tersebut,” katanya.
Ia juga mengakui jika sebenarnya masih banyak naskah kuno yang masih ditelusuri oleh Arpusda. Yang hingga saat ini masih dipegang oleh masyarakat di Wonosobo.
“Syukur ada yang menyerahkan ke sini. Tapi, kalau pun tidak, minimal daftarkan dulu ke pusat agar terarsipkan melalui Arpusda,” ujarnya.
Pihak Arpusda sendiri mengaku akan memfasilitasi pendaftaran tersebut. Sehingga naskah kuno ini bisa terdaftar sebagai catatan penting perjalanan bangsa ini.
“Karena ini sebagai kekayaan dan khasanah bangsa ini. Semakin banyak naskah yang terdokumentasikan itu akan semakin baik,” katanya. (git/aro)