RADARSEMARANG.COM – Kerajinan enceng gondok menjadi produk khas Kabupaten Semarang. Apalagi bagi masyarakat yang tinggal di tepian Rawa Pening. Nur Chomsah, salah satunya. Perajin asal Desa Tegaron, Banybiru ini juga menjadi mentor pembuatan kerajinan Enceng gondok kepada UMKM.
Awalnya Nur Chomsah ikut tetangganya yang memiliki usaha kerajinan enceng gondok. Pada 2004, di saat kerajinan enceng gondok masih belum banyak peminatnya, ia bersama pemilik usaha mulai memperkenalkan kerajinan tersebut. Ia memasarkan di tempat-tempat yang ramai pengunjung, seperti objek wisata. Pesanan demi pesanan pun mulai berdatangan. Kali pertama pemesanan datang dari Jogjakarta. Jumlahnya 40 buah. Hal itu membuat Chomsah dan lima karyawan lainnya harus lembur. Sebab, pesananan tersebut , desain dan modelnya belum pernah diproduksi.
“Jadi, kita harus trial and error dulu, Mas. Buat sampel modelnya dulu sesuai yang kita bisa. Baru kita lihat apa yang kurang dari modelnya,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM.
Pada 2006, rumah produksi kerajinan tempatnya bekerja mengalami bangkrut. Hal itu membuatnya harus vakum hingga 2012. Untuk mengisi kekosongan waktu, Chomsah mencoba untuk menggeluti bisnis kuliner makanan ringan. Produknya dipasarkan di dinas-dinas yang sebelumnya sudah mengenal dirinya.
Chomsah menceritakan, ia kembali membuat kerajinan enceng gondok setelah ditanya oleh salah satu pegawai dinas yang ingin memesan kerajinan miliknya. Saat itu, permasalahan yang dihadapi olehnya untuk kerajinan enceng gondok, yakni bisa membuat, tapi tidak bisa menjual.
“Waktu itu, susah untuk melakukan penjualan, Mas. Tidak seperti sekarang. Kemudian kami diberikan pelatihan kewirausahaan dari pemerintah,” kenangnya.
Pelatihan-pelatihan selalu diikutinya, baik yang digelar oleh dinas kabupaten maupun provinsi. Karena prinsipnya, cari relasi terlebih dulu dan dikenal banyak orang. Jika terdapat pelatihan selalu diberi informasi. Selang tiga bulan dari pelatihan-pelatihan tersebut, terdapat event kewirausahaan tingkat internasional, yakni Inacraft di Jakarta.
“Saya dikasih kabar kalau terdapat event itu, Mas, dan disuruh membuat kerajinan enceng gondok sebisa saya. Waktu itu, saya kirim tiga buah tempat sampah kecil dan 12 pot buah. Semuanya habis terjual, Mas,” ujarnya.
Selama dua hari gelaran event tersebut, ia ditelepon pihak dinas yang ikut dalam kegiatan tersebut, dan mengabarkan kalau produk yang dibawa telah habis terjual. Dan ditambah lagi masih ada yang menanyakan stok kerajinan masih atau tidak. Permintaan tersebut berupa tatakan piring.
Chomsah mengatakan, pada saat itu dirinya diminta untuk menghitug seluruh biaya pengerjaan, mulai dari bahan baku hingga lama pengerjaan. “Di tahun 2013 itu saya kasih harga Rp 35 ribu satu set, Mas. Dan dari sampel yang dikirim ke Jakarta tersebut mendapatkan permintaan 100 set,” paparnya.
Ia merasa senang mendapatkan pesanan kali pertama dari Jakarta tersebut. Sejak itu, kerajinan Enceng gondoknya mulai berkembang. Ditambah lagi dengan adanya UMKM Center Kabupaten Semarang yang mewadahi para pelaku UMKM untuk memasarkan dan mempromosikan produknya.
Dengan adanya UMKM Center juga, para pelaku UMKM yang baru terjun atau pemula bisa terangkat produknya dan bisa mulai dikenal. “Jadi, yang pemula bagian produksi biar belajar juga. Yang senior bagian pemasaran,” katanya.
Ia menceritakan, berkat kerajinan enceng gondok, dirinya bisa pergi ke luar pulau. Karena Chomsah sering untuk diminta menjadi mentor para pelaku UMKM di luar Jawa. Seperti Aceh, Sumatera, Riau, dan Jambi. Dalam pelatihan tersebut, biasanya butuh waktu seminggu untuk melakukan mentoring bagi para pelaku UMKM. “Alhamdulillah Mas, bisa naik pesawat tanpa bayar, dan pergi ke luar pulau,” ujarnya bangga.
Banyak pengalaman dan ilmu yang didapat dari kegiatan mentoring tersebut. Chomsah juga bisa mengenal potensi yang ada di wilayah tersebut, dan ikut berbagi pengalaman yang dimiliki. Menurutnya, orang-orang yang ikut kegiatan mentor sudah memiliki bakat untuk membuat kerajinan. Namun masih terdapat beberapa kendala, seperti pemasaran dan inovasi dari kerajinan itu sendiri. “Kita saling sharing, Mas. Apa yang saya tahu, saya ceritakan. Begitupun sama dengan mereka,” katanya. (nun/aro)