RADARSEMARANG.COM – Ade Bhakti Ariawan adalah camat termuda di Kota Semarang. Di usia 35 tahun, dia sudah menjadi orang nomor satu di Kecamatan Gajahmungkur. Ade—sapaan akrabnya—menggunakan TikTok dan Instagram sebagai sarana komunikasi dengan warganya. Seperti apa?
Suatu hari, Ade Bhakti Ariawan mendapat Direct Massager (DM) di akun Instagram-nya @adebhakti. Si pengirim melaporkan adanya serangan monyet liar ke permukiman warga. Ade pun langsung merespon laporan tersebut. Ia datangi lokasi naik sepeda motor.
Dan, setelah terbukti laporan tersebut benar, Ade berkoordinasi dengan Dinas Pemadam Kebakaran, BKSDA Jateng, dan beberapa OPD terkait. Alhasil, tidak butuh waktu lama, monyet-monyet yang menyatroni permukiman warga tersebut berhasil ditangkap, dan dilepaskan kembali di habitatnya.
Apa yang dilakukan Ade ini pun divideokan, dan diposting di Instragram maupun akun TikTok-nya @adebhakti berjudul Kera Liar. Tak diduga, kontennya itu ditonton 2 juta orang, serta mendapat 104.800 like dan 480 komentar.
Pria kelahiran 30 Mei 1987 ini mengatakan, sengaja membuka pengaduan warga melalui media sosial, karena tidak semua warga Gajahmungkur memiliki nomor handphone ataupun nomor WhatsApp–nya.
“Kalau harus menunggu keluhan warga lewat nomor WhatsApp, saya kira nggak maksimal. Ya, kalau punya nomor saya, kalau enggak?” kata Ade saat ditemui RADARSEMARANG.COM di Balai Kota Semarang, kemarin.
Ia bercerita, awalnya akun TikTok dan Instagram itu digunakan untuk melepas stres dan lucu-lucuan saja. Khusus konten TikTok yang dibuat, awalnya dipakai untuk menghibur diri sendiri saat menjalani isolasi mandiri Covid-19. “Dulu sih awalnya (pakai TikTok, Red) buat melepas stres selama isolasi mandiri. Biar nggak bosan, bikin konten lucu-lucuan,” bebernya sambil tersenyum.
Ade mengenang, saat itu ia membuat konten sulap. Ternyata konten tersebut viral. Apalagi ia mengajak dua anaknya ikut adu akting. Setali tiga uang, konten yang di TikTok kemudian di-upload di Instagram yang sudah dikenalnya sejak 2013.
“Nggak nyangka malah viral dan banyak yang nonton. Padahal niatnya melepas stres. Kalau pakai Instagram kan harus follow dulu, tapi kalau di TikTok kan enggak,” ucapnya.
Pria yang sempat menjabat Kabid Kesenian Disbudpar Kota Semarang ini baru dilantik menjadi Camat Gajahmungkur sejak 24 Juni lalu. Ia pun menggunakan sosial medianya sebagai kanal pengaduan bagi warganya.
“Selain itu juga sebagai sarana edukasi ya. Misalnya ada gangguan atau temuan bisa melapor ke OPD terkait, seperti dokumen kependudukan dan lainnya,” jelasnya.
Ketika membuat konten, Ade mengaku mengalir begitu saja. Kadang memang ada kata-kata yang lucu ketika melakukan komunikasi. Nah sisi lucu itulah yang coba ditonjolkan. “Tujuannya sih sebagai bukti kalau jajaran Pak Wali Kota Hendrar Prihadi itu punya respon cepat kalau ada laporan atau masalah di lapangan,” katanya.
Setiap laporan, kata dia, selalui ia selesaikan dengan OPD terkait. Misalnya masalah talut longsor berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan BPBD Kota Semarang, lalu dibuat sebuah konten. Termasuk masalah birokrasi yang dinilai masyarakat ribet, coba ia sosialisasikan agar masyarakat tahu ternyata mudah.
“Yang monyet liar nyasar kemarin sampai 2 juta lebih yang nonton. Ada pula konten yang sudah ditonton sampai 9 juta lebih,” kata Ade, yang kini sudah memiliki 50.400 pengikut di akun TikTok-nya, dan 12.700 pengikuti di akun Instagram-nya.
Selain sebagai kanal pengaduan, komunikasi, informasi dan sosialisasi, menurut Ade, menggunakan media sosial akan membuatnya lebih dikenal warga. Apalagi dengan TikTok, hampir semua lapisan masyarakat menggunakan aplikasi tersebut.
Seperti diketahui wilayah Kecamatan Gajahmungkur sendiri terdiri atas 51 RW dan 345 RT dengan jumlah penduduk 63 ribu jiwa. Selama sebulan lebih menjadi camat, Ade rajin turun ke lapangan untuk menyerap aspirasi ataupun menyelesaikan pemasalahan di wilayahnya.
“Saya setiap hari turun ke lapangan. Nah dengan sosial media kan, mereka bisa kenal dulu. Istilahnya kenal dulu sebelum ketemu, apalagi saya masih baru di birokrasi ya,” tuturnya.
Untuk membuat konten, Ade mengaku punya tim khusus, yakni orang kepercayaannya bernama Dimas alias Dimas Kebo. Ia yang mengambil gambar ataupun ikut dalam konten yang dibuat. Misalnya, di konten plesetan lagu Dangdut Top-Topan sampai di-repost oleh Gus Miftah.
“Ada sih yang buat videonya, tapi editing tetap saya. Termasuk konsep yang akan saya buat, itu lebih ke dadakan ya,” ujarnya.
Meski banyak diapresiasi, Ade mengaku tetap ada yang nyinyir jika kontennya dirasa tidak pas. Misalnya ketika ia blusukan menggunakan sepeda motor meninjau talut yang longsor. Kebetulan dia tidak mengenakan helm. Hal itu sempat mendapat kritikan dari netizen. Namun hal itu dianggap sebagai kritik membangun.
“Ya, meski bisa dibilang lokasinya dekat, tapi ya salah nggak pake helm. Nah nanti saya akan buat konten sosialiasi dengan Pak Babinkamtibmas tentang pentingnya pakai helm,” katanya.
Saking banyaknya follower untuk seorang ASN, Ade mengaku sempat mendapatkan tawaran endorse dari pelaku UMKM di Kota Semarang. Tawaran tersebut ia terima dengan senang hati dan di-support penuh. Ade sendiri enggan dibayar.
“Nggak lah kalau dibayar. Saya juga nggak mau kalau dibayar. Saya niatnya support aja. Apalagi pelaku UMKM di Semarang. Kalau bukan kita yang support siapa lagi?” tegasnya.
Sebagai camat termuda di Kota Lunpia, selain pelayanan dan penyelesaian masalah yang cepat, inovasi harus terus dilakukan, termasuk di sektor pariwisata. Wilayah Gajahmungkur, kata Ade, memiliki kontur yang unik. Lembah dan perbukitan. Karena itu, ia pun menggagas digelarnya event downhill di Kelurahan Bendungan. Selain itu, juga event Lari Obor di Kelurahan Gajahmungkur.
“Inovasi tentu kita lakukan, tinggal eksekusi saja. Kita garap serius potensi yang ada untuk mendukung dan menciptkan daya tarik wisata baru di Kota Semarang. Tujuannya tak lain agar perekonomian masyarakat bisa naik,” harapnya. (den/aro)