26 C
Semarang
Saturday, 21 December 2024

Dirikan Rumah RJ Serap Aspirasi Warga dan Penyelesaian Perkara Hukum

Hari Bhakti Adhyaksa Ke-62

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Demak – Rumah Restorative Justice (RJ) di Desa Kalikondang, Kecamatan Demak Kota, telah didirikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Demak bekerjasama dengan Bagian Hukum Pemkab Demak dan Pemerintahan Desa (Pemdes) Kalikondang. Setidaknya, Rumah RJ ini menjadi simbol sekaligus sarana menyerap aspirasi warga dalam penyelesaian masalah hukum.

Meski sudah berdiri Rumah RJ, hingga kini belum menangani perkara RJ. Sejauh ini, masih belum ada warga yang mengadu ke rumah RJ tersebut. “Untuk yang di rumah RJ Kalikondang, belum ada yang ditangani. Karena ini pilot project yang akan menjadi percontohan. Tapi, memang belum menangani perkara di situ (rumah RJ),” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Demak Andri Kurniawan SH MH kepada RADARSEMARANG.COM di kantornya.

Jika suatu saat ada perkara yang ditangani di Rumah RJ ini, tetap melibatkan tokoh masyarakat, termasuk pemerintahan desa (pemdes). “Terkait Rumah RJ ini, ada petugas dari kejaksaan yang piket. Namun, karena personel terbatas, petugas akan turun bila ada persoalan,” katanya.

Meski begitu, Kajari Andri menyampaikan, ada beberapa kasus di kejaksaan yang kini diusulkan untuk diselesaikan secara RJ. “Pada prinsipnya, konsep RJ ini kami kembalikan pada kearifan lokal. Dulu, ada yang namanya mahkamah desa. Maka, kita harapkan rumah RJ ini bisa menyelesaikan kasus yang ringan sebagaimana yang diharapkan,” katanya.

Menurutnya, ada beberapa perkara yang diajukan RJ. Di antaranya, kasus kecelakaan lalulintas (lakalantas). Kemudian, perkara pencurian ikan bandeng senilai Rp 700 ribu, penganiayaan santri, perkara utang piutang, dan lainnya. “Soal RJ ini kami tidak mau main-main. Meski banyak yang mengajukan RJ, tapi kami tetap sesuai aturan yang berlaku. Artinya, semua tetap melalui kajian dan pertimbangan yang matang,” katanya.

Dia menambahkan, perkara ringan yang bisa memperoleh RJ antara lain, dibatasi yang kerugiannya di bawah Rp 2,5 juta. Kemudian, ancaman pidananya maksimal 5 tahun, dan baru pertama melakukan tindak pidana. “Jadi, kalau dilihat memang banyak perkara yang diajukan dapat RJ terasa unik-unik. Tapi, sekali lagi kami tidak memutuskan RJ karena aturannya ketat. Sehingga tidak semua perkara bisa di RJ kan,” ujarnya.

Kajari Andri mengatakan, perkara yang dapat diselesaikan melalui RJ adalah perkara yang layak. Jika tidak memenuhi syarat tidak dapat di-RJ-kan. “Sekarang ini banyak kuasa hukum yang mengajukan RJ,” katanya.

Andri mengungkapkan, soal RJ ini, pihaknya tidak semata-mata melihat dari sisi pelakunya saja. Namun, terpenting dari RJ adalah dari aspek korbannya, termasuk aspek sosial ekonominya. Yaitu, adanya pemulihan korban. Misalnya, dalam kasus tertentu, korban sudah dapat pengobatan atau dirawat, dan lainnya.

Artinya, pelaku bertanggung jawab penuh. Ada iktikad baik dan ada proses perdamaian. Niat pelaku juga menjadi pertimbangan. “Karena itu, nasib korban harus diperhatikan. Pelaku dan korban kondisinya sama-sama bisa damai,” katanya.

Untuk dapat RJ, tidak semudah yang dibayangkan. Sebab, sesuai mekanisme harus dapat persetujuan berjenjang sesuai kewenangan. Yaitu, diputuskan melalui koordinasi antara kajari, forum kajati dan jampidum. “Kami ajukan permohonan dulu ke kejati. Kemudian dilakukan ekspose perkara yang diteruskan ke jampidum,” katanya.

Kasus yang dapat RJ antara lain, kasus pencurian sepeda motor dengan motif utang piutang. Kasus ini dilakukan seorang perempuan warga Kecamatan Karanganyar. Perkara ini melibatkan anak mantan kepala desa (kades) dengan penjual es klamut (kelapa muda).

Atas perkara ini, pelaku mendapat ancaman hukuman 5 tahun penjara dengan pasal 362 KUHP lantaran dilaporkan mencuri motor tetangga.

Semula, korban atau pemilik motor utang Rp 5 juta ke pelaku. Pelaku sebagai pihak yang meminjami kemudian menagih utang ke korban. Namun, korban sementara hanya bisa memberikan atau mengembalikan Rp 1 juta dari total utangnya itu.

Karena tidak mau pelaku kemudian mengambil paksa motor korban. Tidak terima atas kejadian itu, korban melaporkan kasus itu ke polisi. Dalam perkembangannya, perkara yang dilimpahkan ke kejaksaan itu kemudian diajukan agar dapat RJ.

Adapun, pertimbangannya adalah ibu atau perempuan yang mengambil motor tersebut sedang hamil besar dengan usia kandungan 8 bulan. Karena alasan kemanusiaan, seperti kekhawatitan anaknya setelah lahir tidak ada yang menyusui. Pertimbangan lain, kerugian tidak banyak dan pelaku bukan residivis.

Mempertimbangkan hal itu, Kejari Demak kemudian mengusulkan RJ ke kejati. Lalu di-ekspose. Kejagung pun langsung memberikan tanggapan. Pada intinya, kedua pihak telah berdamai. Ada pengembalian kerugian dari utang piutang itu. Motor juga sudah dikembalikan ke pemiliknya. “Jadi, dasarnya adalah ada perdamaian kedua belah pihak,” katanya.

Terciptanya RJ ini diharapkan hukum tidak hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, tapi semua bisa memperoleh keadilan melalui RJ tersebut.

Terpisah, Sekretaris Desa (Sekdes) Kalikondang, Kecamatan Demak Kota, Lulu Ulbariroh mengatakan, keberadaan rumah RJ yang dibentuk Kejaksaan Negeri (Kejari) Demak sejak diresmikan beberapa bulan lalu hingga kini memang belum ada kasus yang dilaporkan ke posko RJ yang menempati bangunan perpustakaan balai desa tersebut.

“Kalau soal progres memang belum ada laporan dari masyarakat. Artinya, kami melihat tidak ada persoalan, utamanya di wilayah Desa Kalikondang,” katanya. Sejauh ini, kondisi warga baik-baik saja sehingga tidak perlu lapor ke rumah RJ.

“Yang pasti, kami sudah menindaklanjuti dengan pelaksanaan sosialisasi serta telah menyusun peraturan desa (perdes) khusus tentang RJ ini,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM.

Dalam sosialisasi ke masyarakat, memang lebih ditekankan jika ada masalah bisa diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dulu sebelum diadukan ke pemerintah desa atau ke Rumah RJ.

“Meski demikian, ketika ada laporan kejadian yang perlu mendapatkan RJ, maka akan ada pendampingan dari kejaksaan. Jadi, jika ada persoalan, petugas kejaksaan baru akan datang kesini (rumah RJ),” katanya.

Bila ada RJ, proses mediasi pun akan tetap melibatkan kepala desa, perangkat desa, badan permusyawaratan desa (BPD), tokoh agama, tokoh masyarakat dan pihak lainya yang terkait. Sekdes Lulu menambahkan, terkadang masalah yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan tidak perlu dibawa ke Rumah RJ.

“Kalau dibawa ke Rumah RJ, namanya warga kadang ada perasaan malu. Karena itu, lebih baik diselesaikan sendiri di tingkat keluarga. Jika tidak bisa, diselesaikan di tingkat dusun. Baru, setelah dusun tidak bisa mengatasi, maka dibawa ke desa. Apalagi, masalah di masyarakat juga berbeda-beda latar belakang dan motifnya.

“Harapan kami sih tidak terjadi masalah di desa ini. Dengan demikian, itu akan menjadi indikator bahwa masyarakat hidup aman, makmur, dan sejahtera. Buktinya, tidak ada masalah yang terjadi,” ujarnya. (hib/ida)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya