30.5 C
Semarang
Thursday, 9 October 2025

Awalnya Anggap Barang Biasa, Ternyata Laku Puluhan Juta

Menengok Gudang Barang Antik Fauzi Hidayat di Kota Pekalongan

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Hobi mengoleksi barang-barang antik baru muncul setelah orang tua Fauzi Hidayat tiada. Ia makin menggeluti setelah tahu satu item barang kuno bisa laku hingga puluhan juta rupiah.

Fauzi Hidayat sedang ada acara penting ketika RADARSEMARANG.COM menyambangi gudang barang antik koleksinya di Medono Gang 6 Nomor 86, Kota Pekalongan. Di sanalah Yayat –sapaan akrabnya– menyimpan dan mereparasi barang antik sebelum dijual.

“Silakan datang saja, Mas. Ada Pak Sugi di sana,” tulis Yayat dalam pesan WhatsApp kepada wartawan RADARSEMARANG.COM.

Sugi yang Yayat maksud adalah tukang kepercayaannya. Saat RADARSEMARANG.COM tiba, ia sedang sibuk memberesi bongkahan-bongkahan kayu. Di sekelilingnya banyak sekali barang-barang furnitur. Dari wujudnya, jelas terlihat itu barang kuno.

“Semua yang di sini kuno, Mas. Termasuk saya, dan kecuali Masnya,” canda Sugi sambil mempersilakan duduk.

Dari beranda, gudang milik Yayat sudah menampilkan kesan antik. Gapura masuk dibalut gebyok ukiran. Sugi kurang tahu Yayat mendapatkan itu dari mana.

“Gebyok yang dijual di sini, harganya tergantung ukuran dan nilai antiknya. Ada yang mencapai Rp 35 juta meski tidak besar,” kata Sugi.

Begitu masuk ke gudang, penuh dengan macam-macam barang kuno. Di ruang pertama, penuh dengan barang furnitur kuno seperti almari, kabin, meja, dan kursi. Sebagian sudah terbungkus kardus.

“Yang dibungkus ini siap kirim. Yang ini ke Jakarta, yang lainnya saya lupa. Pernah juga ada bule juga yang mampir ke sini,” ucap Sugi.

Di ruang kedua, masih ada barang furnitur kuno. Tapi lebih banyak barang kuno lain, seperti setrika, penggiling kopi, alat penyemprot cat, lampu gantung, lampu minyak, dan hiasan-hiasan dinding kuno.

Di ruang ketiga, lebih bervariasi. Ada cangkir kuno bermotif Tiongkok, cawan, teko, tempat nasi, hingga piring. Ada pula radio, televisi, mesin ketik, dan guci.

“Setahu saya, Pak Haji (Fauzi Hidayat, Red) paling banyak dapat dari berburu di sekitar Pekalongan saja,” ucap Sugi.

Sugi sehari-hari selalu di gudang itu. Tugasnya mereparasi atau memoles barang pesanan. Sebab, kata dia, terkadang ada pemesan yang meminta barang dipernis ulang. Sesuai pesanan.

“Ada yang meminta enggak diapa-apain. Kadang Pak Haji mendesain sendiri dari bekas-bekas barang. Bisa jadi lemari, bisa jadi meja, lalu dijual,” jelasnya.

Karena masih dalam acara, Yayat hanya bisa melakukan wawancara via telepon. Ia bercerita, semasa muda sama sekali tak melirik barang-barang antik. Sebab, ia lahir dan hidup di keluarga yang mengoleksi dan bisnis barang-barang kuno.

“Karena sering lihat, jadi saya anggap itu barang biasa. Kesukaan baru muncul ketika orang tua meninggal dan saya diminta melanjutkan bisnis itu,” ceritanya.

Bisnis barang-barang antik, menurut Yayat, susah. Sebab, kata dia, segmen pasarnya terbatas dan perputaran uangnya lama. “Makanya harus jadi bagian dari hobi, kalau pure bisnis, mungkin akan sulit,” katanya.

Barang-barang antik milik Yayat sudah pernah dipesan berbagai daerah di Indonesia, bahkan ke luar negeri. Paling jauh pernah mengirim barang ke Spanyol. Hingga kini  Yayat menyebut dirinya bukan kolektor, melainkan ‘kolekdol’. “Iya, karena saya koleksi lalu didol (dijual). Jadi kolekdol ,” ucapnya sambil tersenyum. (nra/aro) 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya