RADARSEMARANG.COM, KH Munif Muhammad Zuhri memiliki cara lain dalam merawat hubungan TNI Polri. Di antaranya ikut merayakan Hari Bhayangkara ke-76 di tengah komunitas pengajian Jamaah Muji Nabi (Jamuna) yang digelar Kamis (7/7) malam dihadiri sekitar 20 ribu jamaah.
WAHIB PRIBADI, Demak, Radar Semarang
PELATARAN Masjid Ageng Baitussalam, Kompleks Ponpes Girikusumo, Desa Banyumeneng, Kecamatan Mranggen nyaris tidak pernah sepi. Apalagi jika malam Jumat tiba. Seperti malam Jumat Kliwon kemarin. Ribuan jamaah dengan berbagai macam latar belakang menyemut. Pengajian rutin ini seakan menjadi magnet. Poros tempat bertemunya berbagai kekuatan masyarakat. Sebab, forum pengajian ini menjadi tempat berkumpulnya banyak orang secara lintas sosial. Mulai kalangan bawah hingga kalangan atas.
Dedikasi Kiai Munif Muhammad Zuhri dalam merawat komunitas pengajian Jamuna ini telah berlangsung lama. Sudah menjadi tradisi bertahun-tahun. Berawal dari pengajian santri, kini jamaahnya berkembang pesat datang dari berbagai daerah, termasuk Demak dan sekitarnya.
Tidak hanya para santri saja. Namun mereka yang mengikuti pengajian tiap malam Jumat di Pesantren Girikusumo tersebut juga dari beragam elemen masyarakat. Mulai anak-anak, kalangan pemuda, hingga ibu-ibu dan bapak-bapak lanjut usia. Pun pejabat pemerintahan maupun swasta, TNI/Polri, politisi, dan beragam profesi lain juga turut mengaji yang rangkaian acaranya biasa dimulai sekitar pukul 21.00 hingga berakhir tengah malam tersebut.
Para jamaah dari jauh rela datang ke lokasi pengajian dengan sepenuh hati. Ada yang jalan kaki, naik sepeda onthel, motor hingga mengendarai mobil. Satu hal yang menjadi harapan mereka adalah menanti tausiyah Kiai Munif. Tausiyah kiai kharismatik di kalangan Nahdlatul Ulama (NU) ini biasanya disampaikan usai pembacaan tahlil serta pembacaan kitab al Barzanji. Para jamaah setia berlama-lama ikut prosesi pengajian mulai awal hingga akhir. Mereka tampak ta’dzim. Ada yang hadir sendirian. Ada yang bersama keluarga.
Suasana pengajian yang membuka sekat-sekat lapisan atau derajat sosial ini setidaknya mampu membuahkan kegembiraan (motivasi spiritualitas) dan harapan keselamatan yang hakiki. Yaitu, bagaimana cara agar bisa selamat di dunia dan di akherat kelak dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui kecintaan terhadap kekasih-Nya. Yaitu, Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Maka, pembacaan kitab al Barzanji karya Sayyid Ja’far al Barzanji yang di dalamnya bertutur tentang kehidupan Nabi Muhammad ini selalu diudar dan disampaikan di hadapan jamaah dalam pengajian tersebut.
Dengan penampilan yang sederhana, para jamaah dengan cepat memadati area pengajian. Rumah-rumah warga, warung-warung makan hingga warung kopi. Hampir semua buka layaknya meramaikan sebuah perayaan. Nadi ekonomi warga sekitar juga tampak berdenyut. Seakan turut merasakan kemakmuran dan kedamaian dari gelaran pengajian malam Jumat ini.
Beragam makanan dijajakan. Tinggal pilih. Usai pengajian juga disediakan makanan khas nasi ambengan dengan lauk kambing (dimasak tengkleng) dan ditaruh di atas nampan plastik. Satu nampan bisa dimakan bertiga. Rasanya nikmat sekali. Berkah mengikuti pengajian Kiai Munif.
Kala pengajian dimulai, keadaan berangsur hening. Para jamaah bertafakur. Terlihat khusyuk. Meski dengan posisi duduk dengan alas tikar seadanya mereka tampak menikmati. Termasuk yang lesehan di bawah pohon, emperan maupun halaman rumah warga sekitar. Para jamaah berupaya meresapi dan menjiwai tausiyah yang disampaikan Kiai Munif. Isi tausiyah berkisar tentang kehidupan sehari-hari masyarakat secara umum. Baik terkait kondisi sosial ekonomi, budaya, pendidikan, kesehatan hingga masalah politik serta dampaknya bagi masyarakat.
Penyampaian tausiyah atau mauidzah hasanah yang sejuk, dan selalu menyemai pesan perdamaian membuat pengajian penuh hikmah dan berkah. Ini menjadi ciri khas Kiai Munif yang selalu menekankan pentingnya harmoni. Hubungan harmonis di tengah elemen masyarakat dinilai penting agar tidak terjadi keterbelahan atau konflik sosial. Maka, merawat harmoni melalui pengajian tiap malam Jumat ini tetap eksis hingga kini.
“Bumi niki sampun tuo. Bumine pun miring. Mongko akehono moco salawat (Usia bumi sudah tua. Bumi sudah miring. Maka, perbanyak baca salawat),”pesan Kiai Munif mengingatkan para jamaah terkait hidup di zaman akhir dengan bahasa Jawa halus dalam pengajian.
Menurut Kiai Munif, semua anak dilahirkan dalam keadaan fitrah atau suci. “Kullu mauludin yuladu alal fitrah. Lahir kanti manah ingkang bersih. Kesadaran bahwa nek urip ono sing nguripi. Nek mangan ono sing maringi mangan. Semua atas kehendak Allah SWT,”ungkap Kiai Munif.
Hal lain yang disampaikan Kiai Munif antara lain adalah mengingatkan fenomena zaman sekarang. Banyak hubungan kekancan (pertemanan atau persaudaraan) yang tidak pernah lama. Mudah putus. Mudah goyah. Mudah konflik. Ini seperti digambarkan ketika ada perhelatan pemilihan kepala desa (pilkades), pemilihan kepala daerah (pilkada), pemilihan gubernur (pilgub), pemilihan legislatif (pileg) hingga pemilihan presiden (pilpres). Potensi perpecahan baik antar teman, saudara, keluarga dan lainnya selalu muncul ke permukaan hanya karena beda pandangan dan beda pilihan politik.
“Hanya karena pilkades do musuhan antarane tonggo mbek tonggo. Konco karo konco. Pilihan bupati yo bolo-bolonan. Podo Islame do tukaran,”katanya prihatin.
Untuk menghadapi berbagai fenomena sosial ini, Kiai Munif pun mengajak jamaah agar selalu memperbanyak baca salawat. ” Mugi-mugi diparingi selamet sedoyo,”ujarnya.
Sementara itu, usai memberikan tausiyah kepada jamaah pengajian malam Jumat Kliwon kemarin, dilanjutkan dengan perayaan Hari Bhayangkara ke-76 disertai doa bersama. Panitia pun menyediakan kue coklat khusus ulang tahun yang di atasnya ditancapkan angka 76 dikelilingi nyala api lilin-lilin kecil.
Kue atau roti tart ini ditaruh di atas meja dan diletakkan di depan kursi tempat Kiai Munif memimpin ngaji. Kiai Munif berdiri sejenak kemudian berjalan ke arah kue penanda ulang tahun Bhayangkara. Untuk menandai perayaan itu, Danramil Mranggen Kapten Arm Sukartiyo berkenan memotong roti yang kemudian diberikan kepada Kiai Munif. Setelah itu, potongan roti di berikan kepada Kapolsek Mranggen AKP Nasoir mewakili Kapolres Demak AKBP Budi Adhy Buono.
Yang juga menarik, untuk menyemarakkan Hari Bhayangkara ini, Kiai Munif juga sempat membuat puisi berjuudl Jiwa Tegar. Puisi karyanya dibacakan oleh Ketua MWC NU Mranggen Dr KH M Ja’far Shodiq. Puisi tersebut menunjukkan dukungan penuh Kiai Munif terhadap dua institusi negara tersebut. Yakni, TNI dan Polri.
Dua institusi penjaga NKRI ini memiliki tugas dan kewenangan masing-masing. Karena pentingnya merawat harmoni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka personel TNI pun diajak bersama-sama ikut menyemarakkan Hari Bhayangkara di Ponpes Girikusumo tersebut. Personel TNI dan kepolisian saling membantu dan men-support kelancaran acara. Begitulah cara Kiai Munif merawat dan menjaga hubungan dua institusi negara ini.
“(Perayaan) ini adalah persembahan Jamuna untuk Hari Bhayangkara ke-76. Kita doakan semoga negara ini tetap aman dan damai. Perjuangan memang getir dan kadang diliputi kesedihan,”ungkap Kiai Munif sembari mengajak bersalawat para jamaah dan personel TNI Polri yang turut hadir di aula tempat Kiai Munif memimpin ngaji. (*/aro)